Topswara.com -- Sebagai manusia, rasa suka atau cinta memang fitrah yang timbul dalam hidup kita. Namun, tindakan pembunuhan akibat masalah percintaan itulah yang tidak sesuai fitrah manusia. Tidak segan-segan seseorang membunuh orang lain sebab ditolak cintanya.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Kota Soto alias Lamongan, Desa Mage. Warga setempat digegerkan dengan penemuan jasad mebusuk disebuah warung kopi yang sudah lama tutup. Seperti yang dikabarkan dari Kompas.com (17/01/2025). Jasad tersebut merupakan korban pembunuhan dengan pelaku yang tidak lain adalah temannya sendiri.
Diduga pembunuhan tersebut sudah direncanakan. Pembunuhan yang terjadi pada jum’at (10/01/25) atau 5 hari sebelum mayat ditemukan tersebut berawal dari penolakan cinta. Pelaku berinisial AI (16) kemudian membunuh korban berinisial VPR (16) setelah perasaannya ditolak.
Emosi pelaku yang meluap-luap menyebabkan korban dipukuli dan kepalanya dibenturkan ke tembok hingga meninggal. Yang kemudian jasadnya ditemukan selang 5 hari setelah kejadian. Kini pelaku dijatuhi hukuman 15 tahun penjara sesuai pasal 338 KUHP yang berlaku.
Miris sekali. Dari fakta di atas menunjukkan lemahnya kontrol emosi generasi saat ini. Ketika terjadi sesuatu yang menyenggol emosinya sedikit, ia langsung bertindak melampaui batas tanpa berpikir panjang.
Emosi remaja tersebut lebih didahulukan dibanding akal sehatnya. Sungguh tak wajar bila seorang teman membunuh rekannya sendiri. Seakan nyawa temannya sangat murah dan mudah sekali terenggut.
Penyebabnya pun beragam dan seringkali emosi atau amarah yang menjadi penyulutnya. Padahal tak jarang penyebabnya hal sepele. Dari hal tersebut kita dapat menilai sungguh murah harga sebuah nyawa di sistem ini. Dan kasus-kasus seperti ini tentu menjadi toxic masyarakat.
Masalah tersebut sebenarnya adalah buah dari sistem pendidikan saat ini. Kurikulum pendidikan yang mereka dapatkan sangat mempengaruhi pola pikir dan sikap murid. Dibutuhkan juga pendidikan moral yang seharusnya tersalurkan dengan baik. Tidak hanya bacaan materi saja tapi juga harus terealisasikan kepada seluruh peserta didik.
Kurikulum pendidikan yang berbasis kapitalisme sekularisme juga menjadi penyebabnya. Paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Hasilkan sistem pendidikan yang dihasilkan tidak lagi membahas halal haram.
Apalagi pendidikan moral yang disampaikan di sekolah sekarang hanya sebatas materi pembelajaran saja. Sedangkan dalam prakteknya minus. Jadilah anak-anak didik sekarang niradab hingga berbuat di luar batas wajar. Mereka tak lagi memperhatikan halal haram ketika berbuat. Karena nilai agama sudah teramat jauh dari mereka.
Ditambah lagi tontonan ataupun lingkungan saat ini telah menjadi racun bagi generasi. Banyak konten berseliweran yang menayangkan aksi kekerasan atau pembullyan. Dan itu semua mudah sekali kita akses melalui HP atau sekadar tayangan televisi. Belum lagi drama- drama kehidupan lingkungan hidup ini seringkali menjadi contoh bagi anak sekarang.
Disisi lain, tolak ukur kebahagiaan masyarakat ala kapitalis yaitu dengan terpenuhinya keinginan seseorang mencapai materi. Alhasil seseorang akan menghalalkan segala cara agar tujuannya terpenuhi. Ketika keinginannya tidak terpenuhi emosi yang akan menguasainya.
Tak lagi berstandar syarak ia lampiaskan emosi untuk memenuhi hawa nafsunya. Dan akhirnya amarah tidak terkontrol hingga merenggut nyawa orang lain. Jadi tidak aneh bila kejadian di atas dapat terjadi.
Oleh karena itu terbukti bahwa pendidikan ala kapitalis tak bisa melahirkan generasi unggul berakhlak mulia. Sebab masih banyaknya persoalan generasi yang tak kunjung usai dan. Bahkan kian menumpuk. Ya, salah satunya adalah kasus di atas.
Kita jelas membutuhkan sistem yang mampu memberikan solusi komprehensif. Solusi dari berbagai persoalan yang ada. Termasuk persoalan generasi. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah sistem Islam.
Pembentukan generasi tentu erat kaitannya dengan sistem pendidikan. Dalam Islam, pembentukan generasi erat kaitannya dengan sistem pendidikan. Pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga pada pembentukan akhlak mulia, pengendalian diri, dan pemahaman yang benar terhadap hubungan antar manusia. dengan kata lain membentuk kepribadian Islam.
Sehingga generasi akan dapat mengelola emosinya dengan baik sesuai yang diperintahkan oleh Allah. Dan dapat bergaul antar sesama manusia dengan baik. Maka tidak mungkin akan terjadi pembunuhan sebab hal tersebut dilarang dalam agama. Juga tak akan mungkin juga seorang laki-laki menyatakan perasaannya sebab ingin menjadikan sosok yang dicintainya pacar.
Islam telah mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan untuk mencegah timbulnya fitnah dan perilaku yang melampaui batas. Seperti diharamkannya khalwat, ikhtilat. Sehingga mencegah seseorang tidak akan jatuh cinta dan melampiaskannya selain pada tempatnya yang halal yakni pernikahan.
Sistem sosial Islam akan menjaga pergaulan sesuai dengan tuntunan syarak. Dengan aturan ini hubungan remaja laki-laki dan perempuan diarahkan agar tetap dalam batas wajar. Yang akan mencegah terjadinya kejadian yang merusak moral atau memicu emosional.
Tidak hanya di bidang pendidikan dan sosial saja. Pembentukan generasi yang unggul lagi berakhlak mulia perlu adanya dukungan negara. Negaralah yang nantinya menjadi pusat pengendali segala aspek kehidupan rakyatnya. Ketika semua dalam kontrol negara Islam maka lahirlah generasi hebat, taat syariat tidak hanya baik dalam akademik namun juga baik akhlaknya.
Wallahu a’lam bi ash-shawaab.
Oleh: Tsaqifa Nafi'a
Aktivis Muslimah
0 Komentar