Topswara.com -- Banjir yang terus berulang di berbagai wilayah Indonesia menjadi cerminan nyata lemahnya mitigasi dan antisipasi bencana oleh negara. Pada 4 Januari 2025 Peristiwa banjir bandang di Morowali Utara yang menelan korban jiwa, Pada 11 Januari 2025 di Sumatera, Jawa, hingga NTB, serta banjir bandang, pada 09 Januari 2025 di Bondowoso yang menghanyutkan rumah-rumah warga adalah bukti kegagalan negara melindungi rakyatnya.
Musibah ini menjadi peringatan serius bahwa kelemahan dalam mitigasi bencana tidak hanya merugikan secara materi tetapi juga mengancam keselamatan nyawa masyarakat (cnnindonesia.com, 4/Januari/2025).
Negara Lemah dan Pengabaian Tanggung Jawab
Lemahnya mitigasi bencana oleh negara terlihat dari beberapa sisi. Pertama, negara gagal dalam melakukan pencegahan bencana. Bencana yang terus terjadi dan berulang setiap tahun menunjukkan minimnya upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi akar masalah.
Selama ini, langkah yang diambil pemerintah hanya bersifat reaktif, seperti menyalurkan bantuan setelah bencana terjadi, tanpa fokus pada pencegahan yang komprehensif dan jangka panjang.
Kedua, pemerintah abai terhadap keselamatan rakyat karena lebih berpihak pada kepentingan oligarki. Salah satu contohnya adalah pernyataan Prabowo Subianto yang mengizinkan deforestasi untuk perkebunan sawit.
Keputusan ini tetap dilakukan meskipun para ahli sudah memperingatkan dampak serius dari deforestasi terhadap lingkungan, termasuk meningkatnya risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Fakta menunjukkan bahwa lahan-lahan sawit sebagian besar dimiliki oleh segelintir pengusaha atau oligarki. Hal ini menegaskan bahwa pemerintah lebih berpihak pada kepentingan korporasi daripada melindungi keselamatan rakyat.
Inilah yang disebut sebagai bentuk pemerintah korporatokrasi, di mana kekuasaan digunakan untuk melayani kepentingan segelintir orang yang memiliki modal besar, sementara rakyat menjadi korban.
Allah SWT Berfirman dalam surah Ar- Rum: 41,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Upaya Pemerintah yang Tidak Solutif
Selama bertahun-tahun, pemerintah memang telah mengambil langkah untuk menanggulangi bencana, seperti membangun tanggul, kanal banjir, dan waduk, serta memberikan bantuan kepada korban bencana.
Namun, langkah-langkah ini tidak menyentuh akar permasalahan dan cenderung hanya dilakukan saat bencana sudah terjadi. Program-program tersebut bersifat sementara dan tidak cukup untuk mencegah bencana yang terus berulang.
Minimnya perhatian pada pencegahan terlihat dari lambannya rehabilitasi lahan kritis, kurangnya pengawasan terhadap deforestasi, dan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan.
Pemerintah juga gagal mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam tata ruang wilayah, sehingga pembangunan sering mengorbankan daerah resapan air demi keuntungan ekonomi.
Islam Menawarkan Solusi
Islam memiliki pandangan komprehensif terkait pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana. Negara dalam Islam wajib menjadi raa’in (pemimpin yang bertanggung jawab) dan junnah (perisai pelindung) bagi rakyat. Konsep ini melandasi berbagai kebijakan negara untuk memastikan keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Negara Islam akan merancang tata ruang yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan rakyat. Pembangunan akan didasarkan pada pemetaan risiko bencana sesuai potensi geografis. Setiap kota dan desa dirancang untuk meminimalkan dampak bencana melalui tata ruang yang cermat, sehingga potensi korban dan kerugian dapat ditekan.
Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Larangan merusak tanaman dan memburu binatang secara berlebihan adalah bukti bahwa Islam sangat menghormati alam.
Negara Islam tidak akan mengizinkan praktik yang merusak lingkungan hanya demi keuntungan ekonomi jangka pendek. Kebijakan berbasis konservasi akan diterapkan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Kemaslahatan Rakyat: Prioritas Utama
Dalam Islam, semua kebijakan negara diarahkan untuk kemaslahatan rakyat. Negara akan memprioritaskan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Seluruh langkah mitigasi dilakukan secara serius demi memastikan keselamatan rakyat dari ancaman bencana.
Bencana yang terus terjadi menjadi cerminan kegagalan pendekatan kapitalisme dalam tata kelola negara. Lemahnya mitigasi adalah tanda buruknya kepemimpinan dalam menjalankan amanah sebagai raa’in dan junnah.
Sabaliknya, Islam menawarkan sistem yang menjadikan keselamatan rakyat sebagai prioritas utama. Kini, sudah saatnya kita beralih kepada sistem Islam yang menjamin perlindungan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, insya Allah kita dapat menghadapi tantangan bencana dengan lebih baik dan menciptakan kehidupan yang lebih aman dan sejahtera. []
Oleh: Ratnadila
(Aktivis Muslimah Cimahi)
2 Komentar
Hanya islam yang bisa memberikan solusi tuntas untuk Rakyat
BalasHapusMasyaallah, islam begitu sempurna
BalasHapus