Topswara.com -- Dalam sistem ekonomi yang diterapkan oleh banyak negara saat ini, kebijakan pajak sering menjadi sorotan utama karena dampaknya yang langsung dirasakan oleh rakyat. Baru-baru ini, pemerintah memperkenalkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang diklaim hanya diberlakukan untuk barang mewah.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan efek domino yang berbeda. Harga-harga barang kebutuhan lain turut meningkat, meski secara aturan seharusnya kenaikan pajak hanya berlaku untuk barang tertentu.
Fenomena ini menimbulkan berbagai persoalan, termasuk ketidakpastian kebijakan, manipulasi narasi oleh media, dan peningkatan beban hidup masyarakat.
Dalam pandangan Islam, peran penguasa sangat penting untuk memastikan kesejahteraan rakyat dengan menerapkan kebijakan yang adil dan sesuai syariat.
Kenaikan Harga dan Ketidakjelasan Kebijakan
Pemerintah berulang kali menegaskan bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketidakjelasan awal dalam mendefinisikan barang apa saja yang termasuk kategori ini telah menyebabkan para penjual menaikkan harga hampir pada semua jenis barang.
Ketika harga barang sudah melonjak, sulit bagi pasar untuk kembali ke harga awal meskipun ada klarifikasi kebijakan. Kondisi ini menjadi bukti lemahnya perencanaan dan implementasi kebijakan yang seharusnya dirancang dengan matang.
Ketidakpastian semacam ini justru merugikan rakyat kecil, yang pada akhirnya menjadi korban dari kebijakan yang seolah tidak berpihak pada mereka.
Negara dan Media: Cuci Tangan dan Manipulasi Narasi
Di sisi lain, negara berusaha membersihkan citranya dengan memanfaatkan media partisan untuk mengarahkan opini publik. Narasi yang dibangun adalah bahwa kenaikan PPN merupakan kebijakan yang tidak dapat dihindari demi mendukung program-program bantuan sosial yang diklaim untuk meringankan beban hidup rakyat.
Namun, apakah program-program ini benar-benar efektif? Fakta menunjukkan bahwa banyak bantuan sosial tidak sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, atau hanya menjadi alat propaganda politik.
Akibatnya, rakyat semakin skeptis terhadap pemerintah yang lebih terlihat populis-otoriter, di mana kebijakan dibuat atas nama rakyat, tetapi justru melukai kepentingan rakyat itu sendiri.
Islam dan Peran Penguasa sebagai Pelayan Rakyat
Dalam Islam, posisi penguasa tidak hanya sebagai pemimpin administratif, tetapi juga sebagai raa’in atau pelayan rakyat. Rasulullah ï·º bersabda:
"Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Konsep ini menuntut penguasa untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mendatangkan manfaat bagi rakyat dan tidak menyebabkan penderitaan.
Dalam pandangan Islam, penguasa tidak boleh membebani rakyat dengan pajak yang tidak adil, apalagi yang bertujuan menutupi kegagalan pemerintah dalam mengelola sumber daya negara.
Sebaliknya, Islam menawarkan sistem ekonomi berbasis syariat yang memastikan kesejahteraan rakyat tanpa harus membebani mereka dengan pajak yang berlebihan.
Sebagai contoh, dalam sistem Islam, kebutuhan dasar rakyat seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan harus dipenuhi oleh negara melalui pengelolaan sumber daya alam dan baitul mal (kas negara).
Pajak hanya dikenakan dalam kondisi darurat, seperti ketika negara menghadapi krisis besar, dan itupun hanya kepada orang-orang kaya yang mampu membayarnya. Dengan sistem ini, beban rakyat kecil dapat diminimalkan, dan keadilan sosial dapat ditegakkan.
Ancaman Allah bagi Penguasa yang Lalai
Islam memberikan peringatan keras kepada penguasa yang lalai terhadap tanggung jawabnya. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu memakan harta orang lain dengan cara yang batil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para penguasa agar kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan cara berdosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188).
Ayat ini mengingatkan bahwa penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk memanipulasi kebijakan demi kepentingan segelintir orang akan mendapatkan balasan yang berat di akhirat.
Begitu pula, kebijakan yang menyebabkan penderitaan rakyat tanpa alasan yang benar adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh Allah dan rakyat.
Islam sebagai Solusi
Masalah kenaikan harga dan kebijakan pajak yang memberatkan adalah salah satu contoh nyata dari kegagalan sistem kapitalis dalam menyejahterakan masyarakat. Dalam Islam, solusi yang ditawarkan jauh lebih komprehensif dan adil.
Pengelolaan kekayaan negara didasarkan pada prinsip keadilan, di mana hasil kekayaan alam seperti tambang, minyak, dan gas adalah milik umum yang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir elit. Dengan demikian, negara tidak perlu memaksakan kebijakan pajak yang merugikan masyarakat.
Selain itu, Islam menekankan pentingnya transparansi dalam kebijakan publik. Penguasa harus terbuka terhadap rakyat mengenai keputusan yang diambil, sehingga tidak ada ruang bagi manipulasi atau penyalahgunaan wewenang.
Transparansi ini akan membangun kepercayaan antara pemerintah dan rakyat, serta menciptakan suasana pemerintahan yang harmonis dan adil.
Kebijakan PPN 12 persen yang berdampak pada kenaikan harga barang adalah contoh bagaimana ketidakjelasan kebijakan dapat merugikan rakyat. Dalam Islam, penguasa diwajibkan untuk menjadi pelayan rakyat yang bertanggung jawab, menerapkan hukum Allah, dan memastikan kesejahteraan rakyat tanpa membebani mereka.
Islam memberikan solusi yang nyata dan berkeadilan, dengan menekankan pada pengelolaan sumber daya yang transparan dan adil. Sudah saatnya umat mempertimbangkan kembali sistem Islam sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan sosial yang terus berulang dalam sistem kapitalis saat ini.
Oleh: Ema Darmawaty
Praktisi Pendidikan
0 Komentar