Topswara.com -- Viral di jagat maya, ada pasangan yang bercerai karena tidak tahan diperlakukan silent treatment. Suami cenderung mendiamkan istri, terutama saat terjadi konflik. Perilaku seperti ini, ternyata banyak terjadi.
Baik suami maupun istri, ada yang memilih diam dan tidak menyelesaikan masalah. Akibatnya, tidak ada resolusi konflik. Akurnya pun cenderung lama, bisa berhari-hari dan bahkan berminggu-minggu dalam hubungan yang beku.
Pelaku silent treatment, enggan menjalin komunikasi dengan pasangannya. Bahkan sengaja mengabaikan. Tidak menjawab atau merespons saat berbincang. Mendiamkan. Menghindari kontak mata. Tidak membalas chat. Tidak menjawab panggilan telepon.
Lebih parah lagi, memblokir semua akses komunikasi dan media sosial. Tidak mau diajak membahas masalah. Bahkan bersikap playing victim alias menyalahkan pasangan atas sikap diamnya
Saat berduaan pun, lebih asyik dengan gawainya masing-masing. Tidak mengajak bicara. Hanya hadir secara fisik, namun tidak membersamai secara emosional. Bila perilaku ini terjadi terus menerus, pasangan akan merasa diabaikan. Tidak terjalin hubungan romantis. Merasa kesepian, hingga lama-lama mati rasa.
Silent treatment dilakukan oleh pasangan dengan banyak alasan. Ada yang karena terlanjur kecewa atau tidak puas terhadap pasangan. Awalnya hanya ingin meredakan emosi pribadi, tetapi gengsi untuk menghangatkan hubungan lagi.
Sengaja diam untuk menghindari perdebatan dan pertengkaran hebat, namun enggan memulai komunikasi. Atau yang parah, memang sengaja tidak mau bertanggung jawab atas suatu masalah. Menghukum pasangan dengan mendiamkan dan mengucilkanya.
Tentu ini bukan sikap dan perilaku yang terpuji. Bisa merusak mental, membuat pasangan menderita dan berbahaya bagi langgengnya hubungan. Karena itu, harus segera diatasi. Salah satu atau kedua belah pihak, harus segera membuka diri untuk memulai menjalin komunikasi.
Maafkan diri sendiri dan maafkan pasangan. Buang rasa gengsi. Redakan amarah dan turunkan ego dan emosi. Ingat, Islam melarang perilaku silent treatment yang secara psikis telah menyakiti pasangan. Berikut alasannya:
Hak pasangan untuk diperlakukan dengan baik, hormat, respek, penuh perhatian dan penghargaan
Firman Allah Swt di dalam surat An-Nisa ayat 19 artinya “ ...dan bergaiullah dengan mereka secara patut ... “ bermakna harus memperlakukan pasangan dengan cara yang baik. Ibnu Katsir menerangkan, “Yakni perbaguslah ucapan kalian kepada mereka, dan perbaguslah perbuatan kalian dan keadaan kalian sesuai kemampuan kalian, sebagaimana kalian menyukai hal itu dari mereka.” Jadi, bagaimana kita ingin diperlakukan, begitu pula perlakuan kita pada pasangan.
Kedua, dianjurkan untuk bermusyawarah dalam membuat keputusan atau menyelesaikan masalah
Firman Allah Swt dalam surat As-Syura ayat 38 artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Ini merupakan anjuran agar kaum muslimin membiasakan diri bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Termasuk jika ada masalah, dimusyawarrahkan hingga ada solusi akhir. Jadi, jangan malah mendiamkan dan menghindar dari membicarakan masalah.
Ketiga, tidak boleh mendiamkan muslim lebih dari 3 hari
Bayangkan jika ada suami istri yang saling diam lebih dari tiga hari, pasti suasana rumah sangat kaku. Tidak nyaman. Bikin penghuninya bosan dan tidak betah. Ini bahaya. Maka, buatlah kesepakatan, ketika berkonflik harus segera akur lagi. Misalnya satu jam kemudian, harus sudah berdamai.
Lalu esok ketika suasana hati sudah membaik, kemarahan sudah mereda dan emosi turun, boleh dibicarakan lagi apa masalahnya dan bagaimana solusinya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, dimana bila keduanya berjumpa, yang ini memalingkan pandangannya (dari yang lain) dan yang ini juga melakukan hal yang sama, maka yang terbaik dari keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam”. (HR Tirmidzi).
Keempat, larangan memutus silaturahim
Sengaja mendiamkan pasangan, apalagi memutus semua akses komunikasi, bertentangan dengan ajaran Islam untuk menjalin silaturahim. Jika dilakukan secara berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, bisa jadi putus silaturahim. Padahal Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim.” (HR Bukhari & Muslim)
Kelima, anjuran mendamaikan perselisihan
Allah Swt berfirman dalam surat Al-Hujrat (49) ayat 10 yang artinya: “Sesungguhnya orang-rang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Bila ada teman atau saudara kita sesama Muslim berselisih saja, kita dianjurkan untuk saling mendamaikan. Apalagi jika kita sendiri yang berselisih, tentunya lebih utama jika berusaha untuk berdamai.
Jika melakukan silent treatment, bagaimana perdamaian dapat terwujud. Oleh karena itu, sudah seharusnya keluarga muslim menjauhkan diri dari perilaku silent treatment.[]
Oleh: Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute
0 Komentar