Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lansia Sebatang Kara Wajib Diurusi Negara

Topswara.com -- Jelang pergantian tahun 2024-2025 Warga Desa Candirejo Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, digemparkan dengan penemuan mayat seorang lansia pada Selasa (31/12/2024) petang.

Korban yang berusia 67 tahun dan tinggal seorang diri tersebut, ditemukan meninggal dunia di rumahnya setelah tidak terlihat selama 3 hari. Korban merupakan nenek hidup seorang diri berinisial SW. Untuk suami korban telah meninggal lebih dari 10 tahun lalu, dan korban tidak mempunyai anak

Kapolsek Tuntang AKP Suramto mengungkapkan, korban pertama kali diketahui oleh tetangganya yang melintas di depan rumah korban dan mencium bau busuk yang menyengat.Setelah didobrak rumah korban dengan disaksikan warga sekitar, korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia di dalam kamar (tvonenews.com, 1/1/2025).

Lansia yang hidup sebatang kara hingga akhir hayatnya adalah sebuah fakta yang menyedihkan. Sungguh ini telah menjadi peringatan bagi kehidupan bermasyarakat di negeri ini. Dalam kehidupan kapitalistik hari ini, tak sedikit di kalangan masyarakat menganggap bahwa keberadaan orang tua yang sudah lansia dipandang sebagai beban.

Kebebasan dan kehidupan materialistik yang ada telah menjadikan mereka hidup hedonis, individualis hingga nalurinya terkikis. Sehingga tidak sedikit pula dari kalangan keluarga dan anak yang mereka ini tidak merasa bersalah ketika mengabaikan kedua orang tuanya. 

Bahkan berbuat yang tidak layak kepada mereka, seperti mengabaikannya, menelantarkannya bahkan dengan mudah menyerahkan begitu saja orang tua mereka ke panti jompo, padahal sebenarnya masih mampu untuk merawatnya.

Sudahlah terlantar dan diabaikan keluarga, kondisi para lansia ini juga makin merana akibat tidak diperhatikan dan tidak pula dipedulikan oleh penguasa. Watak kapitalistik telah melahirkan kebijakan setengah hati. Kepedulian pada lansia, lebih sebagai formalitas. Sekedar bukti bahwa negara ada untuk mereka tanpa memberikan perawatan yang lebih baik dan optimal. 

Negara pun tidak mampu memberi sanksi yang tegas kepada anak-anak yang menelantarkan orang tuanya. Bahkan, masih sempat dimanfaatkan oleh para kapital untuk meraup keuntungan, terutama bagi mereka yang berharta. 

Mereka berlomba menawarkan berbagai fasilitas jaminan hari tua dengan berbagai harga. Sungguh ironis, lansia yang seharusnya mendapatkan perawatan, perlindungan dan menikmati hari tuanya justru dikapitalisasi demi meraih keuntungan.

Banyaknya lansia yang hidup sebatang kara dalam sistem kapitalisme, hal ini menandakan bahwa pengabaian keluarga makin marak. Kesejahteraan kaum lemah ini pun semakin banyak minim perhatian dari penguasa. Tidak ada jaminan kesejahteraan individu per individu dalam sistem kapitalisme termasuk jaminan kehidupan yang baik bagi para lansia.

Realitas penerapan sistem kapitalisme hari ini telah menjadikan sumber daya alam yang berlimpah, yang sejatinya milik rakyat dan harus dikelola untuk kesejahteraan rakyat, faktanya hanya dinikmati oleh segelintir orang kaum kapital (pemilik modal). Alhasil, rakyat pun termasuk lansia terhalang untuk menikmatinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hajat hidupnya.

Cara Islam Menjamin Lansia

Islam memiliki sebuah sistem kehidupan yang khas yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya. Kita dapat memahami bahwa lansia adalah sosok yang sangat dimuliakan di dalam Islam. 

Islam memandang setiap manusia sama baik ia masih produktif ataupun sudah tidak. Islam tidak pernah memandang para lansia sebagai beban negara karena mereka sudah tidak produktif lagi. Justru sebaliknya, Islam memandang kaum lansia adalah kelompok masyarakat yang harus diutamakan. Sebab, mereka termasuk kaum yang lemah, yang sudah tidak bisa bekerja lagi.

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya termasuk dalam pengagungan terhadap Allah Ta'ala adalah memuliakan orang-orang lanjut usia yang Muslim" (HR. Abu Dawud No. 4843).

Dalam penjaminan agar para lansia bisa tetap sejahtera Islam memiliki syariat penafkahan. Ketentuan ini sebagaimana yang disampaikan oleh Allah ta'ala dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 36,

"Sembahlah Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, berbuatlah kebajikan kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat dan jauh, teman sejawat, orang yang sedang dalam perjalanan dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri"

Dalil lainnya diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah berkata, "Seorang lelaki berkata, 'Wahai Rasulullah aku mempunyai harta dan anak, sedangkan ayahku juga membutuhkan hartaku. Maka beliau Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda, 'Engkau dan hartamu milik ayahmu"
(HR. Ibnu Majah).

Berdasarkan dalil-dalil tersebut nafkah pada lansia dibeban kepada ahli warisnya yang laki-laki. Syariat ini tidak membuat para ahli waris tersebut terbebani. Alasannya, para ahli waris itu memahami bahwa mengurus orang tua dan menanggung nafkahnya menjadi bagian dari amal shalih birrul walidain.

Oleh karena itu, yang bertanggung jawab dalam merawat dan menjaga orang tua, yaitu;

Pertama, keluarganya terutama adalah anak-anaknya. Setiap anggota keluarga terutama anak-anak memiliki kewajiban untuk mengurusi orang tuanya karena Islam mengajarkan kewajiban birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua.

Setiap anak wajib berlaku lemah lembut kepada kedua orang tuanya dan bersabar di dalam merawatnya seperti yang tertulis dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 23,

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا 

"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."

Kedua, adanya kontrol masyarakat. Ada aktivitas amar makruf nahi mungkar yang ada di tengah kehidupan masyarakat baik itu antar individu atau antarkeluarga termasuk juga ada kewajiban dari masyarakat untuk melakukan muhasabah (mengoreksi) penguasa. 

Hal ini dilakukan agar tidak ada pengabaian hak-hak lansia termasuk juga mengingatkan agar para lansia ini mendapatkan pelayanan yang makruf, baik dari keluarganya maupun dari penguasa.

Ketiga, lansia juga tanggung jawab negara. Setiap fakir miskin, para janda, yatim piatu termasuk juga para lansia ini adalah menjadi tanggung jawab penguasa. Rasulullah SAW bersabda,

"Pemimpin adalah pengatur urusan umat dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadis ini dapat dipahami bahwa meskipun lansia sudah tidak produktif lagi, negara tetap berkewajiban untuk mengurus dan melindunginya. Hal ini dikarenakan penguasa adalah penanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya.

Dalam Islam, khalifah juga wajib memastikan lansia terpenuhi semua kebutuhan pokoknya baik pangan, sandang maupun papan. Pemenuhan kebutuhan lansia pada dasarnya menjadi tanggung jawab keluarga, tetapi jika keluarganya tidak mampu maka negara yang akan menjamin semua pemenuhan kebutuhannya yang itu diambil dari sumber baitul maal.

Selain itu, pelayanan kesehatan yang menjadi kebutuhan para lansia juga wajib diberikan oleh negara mengingat semakin renta usia, maka penurunan fungsi tubuh menjadikan lansia rentan terhadap penyakit. Bahkan jika dibutuhkan negara seharusnya menyediakan tempat yang memadai berikut dengan perawatnya yang itu akan dibiayai oleh negara tanpa pamrih.

Negara juga berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif kepada para lansia agar mereka bisa hidup dengan sejahtera, bahagia dan fokus dalam menjalankan ibadah hingga akhirnya. Demikianlah, sempurnanya syariat Islam mengatur berbagai macam persoalan hidupnya termasuk pengaturan terhadap kaum lansia.[]


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar