Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisasi Sumber Daya Alam

Topswara.com -- Pernyataan Dadang Supriatna, terkait ketidakmampuan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung untuk menindak tambang emas ilegal di Desa Cibodas, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang ditutup polisi Senin lalu, menyoroti permasalahan yang kompleks.

Sejauh ini, upaya Pemda hanya sebatas menginstruksikan kepala desa dan camat untuk memberikan edukasi kepada warga tentang dampak kerusakan lingkungan dan bahaya tambang emas ilegal
(Kompas.com 22/1/2025).

Ketidakmampuan Pemda menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan, yang mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk keterbatasan sumber daya, korupsi, atau bahkan tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
 
Namun, Dadang menyatakan dukungannya jika pengelola tambang berniat mengurus izin sesuai ketentuan dan undang-undang. "Apabila ingin dilelegalkan, silakan usulkan sesuai prosedur dan perundangan-undangan. Artinya, akan ada pemasukan ke kas daerah atau negara jika legal, seperti di Papua. Jika ada investor besar yang ingin melegalkannya, kami mendukung selama sesuai undang-undang," jelasnya.

Pernyataan ini menunjukkan dilema yang dihadapi pemerintah daerah: di satu sisi, ada tekanan untuk melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan akibat pertambangan ilegal; di sisi lain, ada godaan pendapatan yang signifikan dari pertambangan legal. Ini mencerminkan prioritas pembangunan yang mungkin lebih menekankan pada aspek ekonomi daripada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
 
Alasan Dadang mendukung tambang legal adalah potensi pendapatan pajak untuk kas daerah dan pemerintah pusat. Sebaliknya, tambang ilegal mengakibatkan kerugian negara yang bisa mencapai triliunan rupiah. Legalisasi tambang oleh swasta melalui mekanisme kontrak karya menunjukkan besarnya potensi keuntungan. Keuntungan tersebut, bahkan, dapat digunakan untuk membiayai sektor pendidikan secara gratis.

Logika ini mengasumsikan bahwa pendapatan dari pajak pertambangan akan digunakan untuk kepentingan publik. Namun, dalam praktiknya, hal ini tidak selalu terjamin. Korupsi dan ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan negara dapat menyebabkan sebagian besar keuntungan tersebut tidak sampai ke masyarakat.
 
Sebagai contoh, tambang emas PT. Freeport McMoRan pada tahun 2023 menghasilkan 1,65 miliar pound tembaga dan 1,97 juta ounce emas, dengan laba bersih mencapai 48,79 triliun rupiah. Bayangkan, jika keuntungan sebesar itu digunakan untuk membiayai pendidikan, anak-anak dapat mengenyam pendidikan tinggi secara gratis. 

Freeport menunjukkan potensi besar keuntungan dari pertambangan, tetapi juga menyoroti ketidaksetaraan distribusi kekayaan. Keuntungan besar yang diraih perusahaan asing seringkali tidak berdampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat lokal.
 
Namun, tambang merupakan harta milik umum/rakyat. Jika pengelolaannya diberikan kepada swasta, keuntungan besar cenderung mengalir ke kantong-kantong tertentu. Mekanisme kontrak karya atas nama investasi telah menyebabkan 80 persen kekayaan tambang di Indonesia dikuasai perusahaan asing.

Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan kekuatan antara negara dan perusahaan swasta, terutama asing, dalam pengelolaan sumber daya alam. Kontrak karya seringkali tidak berpihak pada kepentingan nasional dan rakyat, karena lebih mengutamakan keuntungan perusahaan.
 
Kebijakan yang melegalkan penguasaan tambang oleh pihak tertentu didasarkan pada prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme, yang berorientasi pada perolehan nilai materi sebanyak mungkin tanpa mempertimbangkan aspek halal-haram.

Sistem kapitalisme, dengan penekanannya pada keuntungan dan akumulasi modal, seringkali mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. Hal ini dapat menyebabkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dan berkelanjutan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.
 
Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang benar dan syar'i hanya terdapat dalam sistem Islam. Dalam pandangan Islam, tambang yang berlimpah atau memenuhi hajat hidup orang banyak merupakan harta milik umum (milkiyah 'ammah). 

 Oleh karena itu, kepemilikan pribadi atau swasta, bahkan negara, atas tambang tersebut adalah haram. Hadis, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput (gembalaan), dan api" (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). 

Faktanya peran negara hanya sebagai pengelola, dengan hasil yang digunakan untuk kemakmuran rakyat. 
 
Negara berkewajiban mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan mengelola hasil tambang demi kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengelolaan tambang yang benar dan syar'i hanya dapat terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah oleh Daulah Khilafah.  
 
Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Lina Herlina
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar