Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Auf Mengidap Penyakit Langka pada Otot, Diobati atau Tidak Itu Seperti Simalakama?


Topswara.com -- “Cuah, gitu, Nak!” ujarku sambil memperagakan kepada anak keduaku yang batuk berdahak tetapi dahaknya tidak juga dia keluarkan, Kamis (16/1/2024) pagi di rumahku, Depok. Bukan kali ini saja. Berulang kali aku dan istri mengajari Abdurrahman Auf untuk membuang dahaknya. 

Namun bocah umur 12 tahun 8 bulan tersebut tetap saja tidak dapat melakukan itu. Sudah dua pekan ia batuk berdahak. Namun tidak sekalipun dahaknya keluar. Sebelum-sebelumnya masih bisa.

Barusan dokter spesialis anak sekaligus spesialis syaraf Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) bilang ketidakmampuannya mengeluarkan dahak diduga kuat karena lemahnya otot sudah merambah ke organ pernafasan. 

Terbayang jelas di benak saya kemampuan motorik Auf secara perlahan tetapi pasti terus menurun lantaran kelemahan tersebut. Mulai dari lahir tidak menangis. Baru bisa jalan umur 2,3 tahun. 

Kemudian, jalannya jinjit sebelah. Setiap ada batu kecil saja terinjak, mesti jatuh. Ada gajlukan kecil mesti jatuh. Tidak bisa mengayuh sepeda roda tiga. Tidak bisa main tangkap bola. Hingga puncaknya pada 2020 lumpuh hingga sekarang. 

Hanya bisa berbaring, mau duduk harus diangkat. Duduknya pun tidak bisa tegak (cenderung untuk jatuh). Berdiri? Sama sekali tidak bisa, meskipun dipegangi. Tidak kuat mengangkat cangkir berisi air minum dari meja ke mulut. 

Kemudian tulang punggungnya bengkok, karena otot di tulang punggungnya pun melemah. Sekadar gatal pun harus digarukin ibunya atau siapa pun yang sedang ada di dekatnya. Dia memintanya dengan suara yang pelan. (Iya, suaranya pun makin mengecil). Dan kini, otot di organ pernafasannya yang kena giliran! 𝐼𝑛𝑛𝑎𝑙𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ𝑖 𝑤𝑎 𝑖𝑛𝑛𝑎 𝑖𝑙𝑎𝑖ℎ𝑖 𝑟𝑎𝑗𝑖𝑢𝑛.

Dokter menyebut anakku suspek distortif otot (𝑑𝑢𝑐ℎ𝑒𝑛𝑛𝑒 𝑚𝑢𝑠𝑐𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑑𝑦𝑠𝑡𝑟𝑜𝑝ℎ𝑦/DMD DD) atau penyakit kelainan genetik langka (𝑝𝑜𝑚𝑝𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑎𝑠𝑒) pada otot. Ya, baru hari ini nama penyakit tersebut ia sebut. 

Dokter berkata demikian setelah dirinya melakukan berbagai penelitian terhadap Auf sejak Oktober 2024, mulai dari otak (dengan pencitraan resonansi magnetik/MRI), syaraf (dengan pemeriksaan elektrodiagnostik neurologi/ENMG), hingga otot (dengan EMG jarum).

Oh iya, penelitian terhadap otot juga dilakukan dengan tes lab creatine kinase (CK) dalam darah di Klinik Ibu dan Anak Kiara RSCM Jakarta. Haslinya, terdapat CK yang sangat, sangat, sangat tinggi sekali yakni 2951, normalnya tidak boleh lebih dari 190. Makin tinggi CK maka makin tinggi kerusakan ototnya. 

Aku pribadi menghitungnya berarti sudah 15,5 kali lipat kerusakannya (2951 dibagi 190). Benar begitu cara membacanya ya? Soalnya ini (simpulan 15,5 kali lipat tersebut) tidak saya konfirmasikan ke dokter.

Jadi, Auf itu mengidap DMD atau 𝑝𝑜𝑚𝑝𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑎𝑠𝑒? Dokter bilang, mesti tes lab darah ke Yogya, Korea atau Jerman. Ia menyarankan ke Korea. Alasannya, teknologi Yogya baru sampai mendeteksi positif DMD atau negatif DMD. Kalau Korea dan Jerman teknologinya sudah bisa mendeteksi DMD dan 𝑝𝑜𝑚𝑝𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑎𝑠𝑒. Biayanya lebih murah Korea daripada Jerman. 

Obat untuk DMD dan 𝑝𝑜𝑚𝑝𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑎𝑠𝑒 agak berbeda. Tetapi keduanya tidak menyembuhkan penyakit otot tersebut. Fungsi obat-obatan dimaksud hanya mengurangi kecepatan kerusakan otot saja. 

Mendengar itu, istri memegang tanganku erat.

Aku pun bertanya, “Bila tidak diobati bagaimana?” 

Dokter menjawab, kemungkinan besar tentu akan menyerang organ pernafasan. Saat ini saja sudah tidak bisa buang dahak, bila dibiarkan bisa kena pneumonia. Sehingga harus bernafas menggunakan ventilator. 

“Sekarang sudah ada ventilator portabel. Harganya cukup mahal sekitar Rp200 juta,” ujar dokter. Mendengar itu aku dan istri pun saling menggenggam tangan.

Dokter pun bilang, bila otot di saluran pembuangan melemah maka tidak bisa atau akan sangat kesulitan buang air besar maupun buang air kecil. Kalau sudah begitu, bisa merembet ke ginjal. Jadi sakit ginjal. Bila kotoran berbalik lalu masuk peredaran darah, bisa muncul masalah lainnya. Bila otot di jantung melemah, bisa penyakit jantung.

Aku dan istri kembali berpegang tangan erat. 

Namun dokter mengingatkan, selain tidak dapat menyembuhkan tetapi hanya memperlambat perusakan otot, efek sampingnya yang cukup signifikan. Yakni, menurunkan daya tahan tubuh anak dan tubuh anak jadi gendut, mulai dari pipi hingga kaki. Aku dan istri saling menatap dan kembali pegangan tangan.

Kok seperti simalakama (kondisi yang sulit dilakukan/sulit dipilih) ya, ujarku dalam hati. Pasalnya, kalau daya tahan tubuh lemah, ya bisa kena batuk berdahak, kemudian pneumonia. Plus terbayang bagaimana mengangkatnya bila sudah gendut nanti? Aku dan istri harus benar-benar menjaga kesehatan diri nih agar kuat mengangkatnya nanti.

“Lantas bagaimana agar anak tetap sehat meski daya tahan tubuh lemah, Dok?” 

Ia pun menjelaskan agar anak tidak bertemu banyak orang. Bila bepergian, diupayakan di ruang terbuka. Bila di ruang tertutup, gunakan masker. 

Aku merasakan betapa keagungan Allah SWT yang telah menciptakan makhluknya secara presisi. Begitu salah satu komposisinya dikurangi atau dilebihkan atau disimpangkan, maka akan timbul kerusakan. Selain itu terbayang juga tentang syariat-Nya, begitu manusia tidak menerapkan syariat Islam, baik sedikit, sebagian apalagi semua maka akan timbul pula kerusakan. 

𝑀𝑎𝑠𝑦𝑎𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ, 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢𝑎𝑘𝑏𝑎𝑟, 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑢𝑙𝑎 𝑤𝑎𝑙𝑎𝑞𝑢𝑤𝑎𝑡𝑎 𝑖𝑙𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ ℎ𝑖𝑙 𝑎𝑙𝑖𝑦𝑖𝑙 𝑎𝑑𝑧𝑖𝑚. 𝐴𝑙ℎ𝑎𝑚𝑑𝑢𝑙𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑙𝑎 𝑘𝑢𝑙𝑙𝑖 ℎ𝑎𝑙.[]

Depok, 17 Rajab 1446 H | 16 Januari 2025 M


Joko Prasetyo
Ayahnya Abdurrahman Auf
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar