Topswara.com -- Toleransi, kata yang selalu digaungkan akhir-akhir ini. Apalagi, menjelang perayaan Natal dan tahun baru. Nataru yang dianggap sebagai momen penting itu membuat pemerintah dan aparat keamanan menghimbau warga supaya menciptakan suasana yang aman dan damai selama perayaan Natal dan Tahun Baru.
Begitupun yang terjadi di Kota Pahlawan. Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk meningkatkan ketentraman, keamanan dan toleransi masyarakat selama perayaan Natal 2024 dan tahun baru 2025. (JawaPos.Com,13/12/24).
Kerapkali sikap intoleran itu ditujukan kepada kaum muslimin. Seolah-olah kaum muslim selalu menunjukkan sikap intoleran. Padahal perilaku intoleran justru sangat dirasakan kaum muslimin sehingga mereka tidak bisa menjalankan ajaran agamanya. Namun, pelakunya tidak dijuluki intoleran.
Sungguh, kekeliruan yang nyata. Sikap muslimin terhadap Nataru menjadi tolak ukur. Seorang muslim yang berpartisipasi dan mengucapkan selamat natal dianggap sebagai muslim toleran dan cinta damai. Sedangkan, seorang muslim yang tidak mau mengucapkan Natal dan tahun baru untuk menaati syariat Islam dicap sebagai muslim intoleran.
Fenomena ini menunjukkan sebuah toleransi yang kebablasan, ketidaktahuan penguasa akan masalah ini. Toleransi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Para penguasa yang seharusnya menjaga urusan umat, akidah umat pun seharusnya dalam penjagaan negara.
Toleransi bukan berarti ikut berpartisipasi atau bahkan mengamalkan ajaran agama lain. Toleransi seperti itu jelas menyalahi syariat Islam.
Sebagai mana yang dicontohkan Rasulullah SAW saat beberapa tokoh Quraisy mendatangi beliau. Mereka menawarkan toleransi dalam bentuk bertukar pengamalan syariat, lalu tawaran tersebut ditolak secara keras oleh Allah dan Rasul-Nya.
Toleransi yang mereka gaungkan justru merusak ketaatan umat Islam, merusak akidah umat Islam, ditambah kampanye moderasi beragama yang selalu digencarkan membuat umat Islam jauh dari pemahaman yang lurus.
Maka dari itu umat membutuhkan reminder untuk waspada dan menjaga diri untuk selalu dalam ketaatan. Sebab, saat ini, negara tidak menjalankan tugasnya sebagai penjaga akidah umat.
Tanpa diminta untuk bersikap toleran, sejatinya umat muslim sudah menunjukkan sikap toleransi nya. Dengan menghormati pemeluk agama lain menjalankan ajaran agama mereka dan tidak mengganggu mereka, itu cukup disebut toleransi.
Sebagaimana saat kaum muslimin hidup berdampingan dengan Yahudi Madinah dibawah Daulah Islamiyyah. Dengan konsep laa ikraaha fi ad-diin.
Namun, dikarenakan sekarang umat telah kehilangan junnah (perisai/pelindung) membuat mereka mudah menjadi sasaran musuh. Negara Islam juga mempunyai Departemen Penerangan yang berfungsi memberikan penjelasan bagaimana syariat Islam dalam menyikapi hari raya umat agama lain.
Daulah Islam juga mempunyai qadhi' hisbah yang akan menjelaskan bagaimana syariat Islam terhadap Nataru ditempat tempat yang mungkin terjadi interaksi antara muslim dan non muslim. Hanya dengan daulah islam umat memiliki junnah.
Sebaliknya, pelindung umat tidak akan ada dengan sistem saat ini yaitu sekulerisme. Hanya dengan Islam masyarakat bisa sejahtera, terjamin keamanan dan akidahnya.
Wallahu a'lam bii ash-shawab.
Oleh: Rihadatul Aisy S
Aktivis Muslimah
0 Komentar