Topswara.com -- Kasus seorang remaja yang membunuh ayah dan neneknya serta berusaha membunuh ibunya di sebuah perumahan di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, mengejutkan masyarakat, termasuk tetangga dan pihak sekolah.
Pelaku, yang dikenal sebagai anak pendiam, ramah, dan pintar di sekolah, tidak menunjukkan perilaku mencurigakan sebelumnya. Hingga kini, pihak kepolisian masih menyelidiki motif di balik tindakan kejam tersebut. Suara.com (30/11/2024).
Kasus anak yang tega membunuh orang tua bukan sekadar insiden satu atau dua kali, melainkan telah menjadi fenomena yang mencerminkan masalah mendalam akibat persoalan sistemik. Perilaku brutal tanpa empati ini terus meningkat dengan tingkat kekejaman yang mengkhawatirkan.
Fenomena ini tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Banyak faktor yang memengaruhi generasi hari ini hingga berperilaku tidak manusiawi dan kehilangan nurani serta akal sehatnya. Di antara faktor tersebut ialah:
Pertama, pola asuh keluarga. Pola asuh keluarga memainkan peran penting dalam membentuk karakter anak. Saat ini, visi keluarga bertakwa mulai terkikis oleh sistem sekuler. Orang tua lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan materi tanpa memberikan pendidikan agama yang memadai.
Standar keberhasilan anak seringkali diukur dari prestasi akademik atau penghargaan, tanpa memperhatikan keseimbangan antara kemampuan anak dan tuntutan orang tua.
Kondisi ini dapat menyebabkan anak mengalami tekanan, frustrasi, bahkan depresi, yang berdampak buruk pada kesehatan mental mereka. Sementara itu, pendidikan agama yang kuat diperlukan agar anak memiliki kesadaran sebagai hamba Allah, menjalankan hak dan kewajibannya dengan penuh keikhlasan, bukan karena paksaan ambisi orang tua.
Kedua, lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekolah dan masyarakat juga berperan besar dalam membentuk perilaku anak. Namun, sistem pendidikan sekuler sering kali mengabaikan nilai-nilai religius dan moral.
Fenomena seperti pergaulan bebas, budaya hedonisme, dan permisivitas semakin marak, menjadikan anak mudah terpengaruh oleh perilaku negatif.
Di masyarakat, kebiasaan untuk saling menasihati dan mencegah kemaksiatan semakin pudar karena individualisme yang ditanamkan oleh sistem sekularisme.
Selain itu, pengaruh media seperti game online dan tontonan kekerasan turut membentuk karakter yang cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan.
Ketiga, kurangnya peran dan kontrol negara Negara memiliki peran penting dalam membentuk karakter generasi muda melalui sistem pendidikan dan pengawasan terhadap konten negatif. Namun, penerapan sistem sekularisme kapitalisme mengakibatkan kurikulum pendidikan yang tidak mendukung pembentukan generasi saleh berakhlak mulia.
Konten negatif seperti pornografi, kekerasan, dan perilaku menyimpang semakin sulit dibendung, memperparah kerusakan moral generasi.
Sistem sekularisme juga menggiring masyarakat pada nilai-nilai materialistik, menjauhkan generasi dari aturan agama. Akibatnya, standar kesuksesan dan kebahagiaan hanya dilihat dari aspek materi, sementara pendidikan agama minim diberikan.
Penerapan sistem sekularsime kapitalisme melahirkan banyak generasi tampa empati, karena sistem ini tidak memiliki tujuan untuk membangun generasi yang cerdas dan bertakwa. Sistem pendidikan sekuler ini mengutamakan nilai-nilai kebebasan, sehingga tujuan pendidikan yang sebenarnya menjadi terdistorsi.
Kebijakan sekuler menjauhkan generasi muda dari ajaran agama dan hukum-hukumnya, mengubah tolok ukur perilaku dari prinsip halal dan haram menjadi semata-mata berdasarkan nilai materi. Kesuksesan, kebahagiaan, kesenangan, dan kepribadian dinilai hanya dari aspek materi, sementara pendidikan dan pemahaman khas Islam menjadi terabaikan.
Berulangnya tindakan kriminal yang nir empati menunjukkan bahwa kerusakan generasi bukanlah akibat dari satu faktor saja, melainkan persoalan sistemik yang membutuhkan solusi mendasar dan terintegrasi.
Solusi tersebut melibatkan penerapan sistem Islam sebagai paradigma utama yang memaksimalkan fungsi tiga pilar pembentuk generasi, yaitu keluarga yang bertakwa, masyarakat yang aktif berdakwah, dan negara yang bertanggung jawab dalam menjalankan peran pengayoman.
Sistem dan Kepemimpinan dalam Islam
Membangun generasi cerdas dan bertakwa merupakan tanggung jawab negara sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Dalam sistem Islam, negara menjalankan peran ini secara komprehensif melalui penerapan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, pengaturan sistem sosial yang menjaga pergaulan sesuai syariat, pengawasan ketat terhadap media untuk melarang konten negatif, dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Negara juga menjamin layanan pendidikan dan kesehatan gratis serta memberikan fasilitas yang memadai untuk menciptakan generasi unggul dalam iman, takwa, serta ilmu pengetahuan. Di tingkat keluarga, orang tua diharuskan mendidik anak berdasarkan nilai-nilai Islam agar tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan menjadikan halal-haram sebagai standar perbuatan.
Selain itu, negara menerapkan sanksi tegas sesuai hukum Islam untuk memberikan efek jera, memastikan anak yang sudah mukalaf bertanggung jawab atas tindakannya. Keluarga berperan sebagai madrasah pertama dalam membangun karakter iman dan ketakwaan anak.
Dengan penerapan aturan Islam secara kafah oleh negara, sistem ini mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan generasi sehingga tercipta generasi terbaik yang mendukung terwujudnya peradaban Islam yang gemilang.
Wallahualam bishawab.
Oleh: Retno Indrawati, S.Pd
Aktivis Muslimah
0 Komentar