Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Semua Sektor Dipajaki dengan Tarif Mahal, Rakyat Makin Tercekik?

Topswara.com -- Seperti diketahui, pemerintah mewacanakan pada awal januri tahun 2025 mendatang, kan menaikka tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bebebrapa barang dari yang semula 11 peresn menjadi 12 persen. Meskipun pemerintah mengatakan hanya barang-barang tertentu yang akan PPNnya akan dinaikkan, namun tetap saja mencekik rakyat karena akan berimbas keoada naiknya harga-harga lainnya.

Selain kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, pemerintah juga mewacanakn menaikkan tarif pajak pada kendaraan bermotor. Pemerintah bakal memungut dua pajak tambahan baru untuk kendaraan bermotor rencananya akan dimulai 5 Januari 2025. Dua pungutan tambahan pajak (opsen) itu adalah opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Opsen pajak PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66 persen yang dihitung dari besaran pajak terutang. (Cnnindonesia 12/12/2024).

Di negara yang kaya akan sumber daya alam ini, justru pajak dijadikan tumpuan utama dalam pembiayaan APBN, berbagai macam jenis pajak diberlakukan dan telah terbukti benar-benar memberatkan rakyat. Diantaranya seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan lainnya.

Kalau dilihat banyak sekali jenis pajak yang diberlakukan pemerintah di negeri ini sebagai pendapatan utama APBN. Akan tetapi hingga kini, pungutan pajak itu nyatanya tidak dikembalikan kepada rakyat dengan maksimal. Ali-alih dikembalikan ke masyarakat justru digunakan ke berbagai proyek lain yang sama sekali tidak bersentuhan langsung ke hajat hidup mayoritas masyarakat. 

Karena terlalu banyaknya jenis pungutan pajak ke rakyat oleh pemerintah, maka ada istilah muncul di kalangan publik, bekerja hanya untuk membayar pajak. Belum lagi banyak subsidi yang dicabut oleh pemerintah, dengan alasan membebani APBN. Lengkap sudah beban rakyat. Rakyat harus mandiri menghadapi realita pahit kehidupan ini.

Mungkin yang dimaksud mensejahterakan adalah bagi pemangku kekuasaan, para oligarki dan lainnya. Sedangkan rakyat tidak mendapat apa-apa.

Namun disisi lain, pemerintah memberikan tax amnesty bagi perusahaan. Di Indonesia, pemerintah mengatur ketentuan amnesti pajak dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak.

Sangat luar biasa kebijakan penguasa hari ini, kepada rakyatnya dibebani berbagai macam pajak, sedangkan kepada konglomerat mendapatkan pengampunan pajak. 

Padahal kita tau Indonesia sangat kaya akan tambang, baik batu bara, nikel, emas, uranium dan lainnya. Tetapi kita tidak dapat merasakan kenikmatan itu semua, bahkan daerah yang penghasil batu bara seperti Kalimantan Timur rakyatnya harus antri jika akan membeli BBM, miris bukan. Lalu kemana perginya minyak tersebut? 

Lalu dimana letak sejahteranya, ibarat kata kalau bernafas saja dipungut pajak. Harusnya masyarakat mulai sadar, sistem hari ini sudah rusak, bukan dari rakyat untuk rakyat dan kembali ke rakyat, nyatanya itu omong kosong. Jika memang untuk kesejahteraan seharusnya tidak ada pungutan pajak, biaya pendidikan murah, kesehatan juga murah.

Sistem kapitalisme dengan asas untung ruginya sampai kapanpun akan tetap mengejar rakyatnya untuk membayar pajak, karena pajak seakan menjadi urat nadi kehidupan negara.

Pajak dalam Islam

Sebenarnya pajak dalam Islam adalah dharibah, yang mana pungutannya dilakukan ketika kas negara (baitul mal) benar-benar kosong, negara akan menarik pajak kepada warga negaranya yang beragama Islam dan dia kaya, serta bersifat temporal.

Kriterianya jelas, Muslim, kaya, dan temporal, tidak seperti sekarang semua lapisan masyarakat harus merasakan pungutan pajak, itu zalim sekali. 

Untuk pemasukan negara diambil dari pos fa'i, ghanimah, kharaj, khumus, bukan dari pajak dan utang seperti hari ini. Jelas itu membebani rakyat. Serta negara akan mengelola sumber daya alam (tambang) untuk kesejahteraan rakyat buka untuk segelintir orang dan kelompok.

Sehingga dapat dilihat dari sini beraneka ragam pemasukan negara dan itu cukup untuk mengurus rakyatnya, rakyat akan hidup sejahtera didalam naungan Islam.


Oleh: Alfia Purwanti 
Analis Mutiara Umat Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar