Topswara.com -- Rumah menjadi salah satu kebutuhan pokok. Setiap orang membutuhkan rumah untuk tinggal. Namun, saat ini kebutuhan akan rumah makin sulit untuk dapat dipenuhi.
Indonesia menghadapi masalah perumahan, yakni dari sisi kepemilikan dan kelayakannya. Ada sekitar 11 juta keluarga yang saat ini belum memiliki rumah. Sementara itu, sekitar 24-26 juta keluarga tinggal di hunian yang tidak layak dengan masalah sanitasi.
Rumah yang tidak layak ini juga rentan menimbulkan masalah stunting. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah yang menelurkan program 3 juta rumah untuk rakyat. (finance.detik.com, 14-12-2024)
Rumah layak huni menjadi kebutuhan setiap orang. Namun, mahalnya biaya untuk membangun rumah atau membeli hunian yang layak membuat rakyat miskin sulit untuk menjangkaunya. Di tengah meningkatnya harga pangan dan berbagai pajak yang harus dibayar, memiliki rumah sendiri yang layak menjadi jauh dari angan-angan.
Jangankan memiliki rumah sendiri, memenuhi kebutuhan pangan secara layak banyak yang masih belum mampu. Kondisi ini tidak sejalan dengan UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) yang menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta berkehidupan yang layak. Jutaan rakyat negeri ini kesulitan untuk mengakses kebutuhan dasar akan hunian.
Namun, di sisi lain ada kelompok masyarakat yang memiliki akses lebar terkait hunian. Kelompok ini mendapatkan akses eksklusif untuk dapat menguasai sumber daya alam dalam rangka menjalankan bisnis di bidang perumahan.
Kelompok elit ini memiliki kekuatan kapital yang besar sehingga mampu melakukan kapitalisasi hunian untuk rakyat. Mereka berbisnis perumahan dengan segala tipenya, mulai dari yang sederhana sampai yang super mewah.
Program tiga juta rumah rakyat sejatinya tidak bisa menyelesaikan masalah hunian layak untuk rakyat. Apakah tiga juta rumah cukup untuk seluruh rakyat yang belum memiliki rumah? Tentu saja tidak.
Menurut data di atas, ada belasan juta kepala keluarga yang belum punya rumah. Bila demikian, maka ada delapan juta kepala keluarga yang tidak kebagian program tiga juta rumah untuk rakyat. Lalu, mereka bagaimana?
Belum lagi masalah distribusinya. Bagaimana cara menentukan siapa-siapa saja yang layak mendapatkan bantuan dari program tersebut? Bukankah ini juga akan berpotensi menimbulkan kecemburuan bagi yang lainnya?
Masalah rumah ini menunjukkan bahwa negara gagal menjamin kebutuhan dasar papan yang layak bagi seluruh rakyat. Negara juga lalai karena membiarkan pihak swasta menguasai aset-aset milik umum hingga membuat rakyat kesulitan mendapatkan aksesnya.
Negara malah memberikan legalitas pada swasta kapitalis melalui berbagai regulasi yang menguntungkan. Akibatnya, kepentingan rakyat menjadi terabaikan.
Inilah imbas diterapkannya sistem kapitalisme liberalisme yang meminimalisasi peran negara sebagai pengurus rakyat. Negara tidak memiliki visi riayah. Urusan rakyat yang harusnya diselenggarakan negara malah dialihkan kepada swasta kapitalis yang fokusnya mencari untung.
Berbanding terbalik bila Islam yang diterapkan. Dalam Islam, negara berkewajiban melayani rakyat. Negara memiliki visi riayatus syu’unil ummah atau mengatur urusan rakyat. Di mana setiap urusan rakyat menjadi tanggung jawab negara, termasuk kebutuhan akan rumah layak.
Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat secara tidak langsung. Negara akan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk membangun rumahnya sendiri. Mekanismenya melalui tersedianya lapangan pekerjaan yang luas untuk rakyat sehingga memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk membangun rumah.
Negara juga membuat harga-harga bahan bangunan yang terjangkau serta proses perizinan kepemilikan tanah yang mudah.
Bila ada yang memang benar-benar tidak mampu bekerja, maka negara akan memberikan bantuannya. Sumber dananya diambil dari Baitulmal.
Negara juga tidak akan membiarkan swasta untuk menguasai SDA sehingga rakyat kesulitan mendapatkan manfaat darinya. Negara yang akan mengelola SDA sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh rakyat.
Negara juga memiliki dana yang cukup untuk dapat menyelenggarakan urusan rakyat seperti halnya pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap jiwa.
Hal ini dapat terwujud bila Islam benar-benar diterapkan secara kaffah oleh negara. Bila tidak demikian, maka rumah layak huni untuk rakyat hanya akan menjadi impian yang jauh dari kenyataan. Karena itu, mewujudkan sistem yang menghasilkan kepemimpinan yang bervisi melayani rakyat dalam bingkai negara menjadi sebuah keniscayaan.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar