Topswara.com -- Air adalah sumber kehidupan. Semua aktivitas kita berporos pada ketersediaann air, mulai dari minum, memasak, mencuci, mandi, bahkan produksi industri. Air menjadi hal mutlak bagi manusia sehingga kebutuhannya terhadap air layaknya kebutuhan manusia terhadap oksigen. Oleh karena itu, kemudahan akses kepada air perlu diuayakan untuk menjamin kehidupan manusia berjalan secara layak.
Sayangnya, akses kepada air bersih ini masih belum bisa didapatkan secara mudah oleh masyarakat. Kelangkaan terhadap air bersih bahkan menjadi makanan sehari-hari yag dihadapi warga bertahun-tahun.
Hal menyedihkan ini harus dialami oleh warga di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang. Kesulitan mengakses air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari harus mereka hadapi sejak 2018 lalu (katantt.com/24/11/2024). Mereka bahkan harus membayar hampir Rp200 ribu untuk agar bisa mendapat satu tangki ukuran 5 ribu liter.
Kondisi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang selalu langka akan air telah menjadi rahasia umum yang belum bisa tersolusikan secara tuntas. Rusaknya hutan akibat kebakaran dan pembukaan tambang besar-besaran merupakan fakta pahit yang terus menerus berulang.
Menurut Umbu Tamu Ridi Djawamara, Kepala Divisi Hukum Walhi NTT, kebakaran hutan di NTT telah membakar 328.722 ha sebaga imbas tingginya titik api di daerah ini.
Rusaknya hutan juga di NTT juga dampak nyata dari aktivitas tambang 77 perusahaan yang yang berada di kawasan hutan lindung memiliki dengan luas sekitar 55.949,51 ha. Hutan, yang seharusnya menyangga ekosistem dengan menyediakan daerah resapan air tanah untuk menghasilkan air bersih pun hilang dari pembiaran aktivitas pengrusakan ini.
Keberadaan tambang juga turut merusak daerah aliran sungai (DAS) terbesar di Timor Barat, DAS Benanain. Akivitas pertambangan banyak didapati beroperasi di Bentang Alam Karst (BAK) yang mana sejatinya daerah ini adalah zona prioritas yang harus dilindungi mengingat keberadaannya sebagai tempat cadangan air tanah permanen.
Pembiaran pemerintah pada penambangan di kawasan karst pada akhirnya merusak sumber-sumber mata air yang merupakan jantung kehidupan aktivitas masyarakat (Mongabay.co.id/01/05/2021).
Bila kita cermati kembali, kelangkaan air bersih saat ini terjadi tidak lain adalah karena ulah tangan manusia yang mengabaikan perintah Allah. Akibat kerasukan para kapitalis dalam membuka tambang, semua aturan untuk konservasi alam pun ditrabas.
Para pejabatnya pun bungkam, undang-undang yang ditetapkan pun dilonggarkan karena perselingkuhan kepentingan dengan para pemilik modal. Alhasil, kita dapati saat ini kerusakan demi kerusakan telah terpampang nyata dengan rakyat sebagai korbannya. Allah SWT sejatinya telah memperingatkan hal ini di Q.S. Ar-Rum ayat 41.
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Hal ini adalah hal wajar bila kapitalisme yang berkuasa. Sistem ini melegalkan pengelolaan kekayaan alam pada segelintir orang saja. Kebijakan pejabat dalam pengaturan pengelolaannya pun diputuskan berdasarkan hawa nafsunya saja. Tak ada standar syari'at dalam pertimbangannya untung-rugi yang jadi sandarannya.
Maka, bila sistem ini tidak diganti, akar masalah dari air bersih pun tidak bisa dihilangkan. Sudah saatnya umat sadar bahwa kapitalisme yang saat ini diterapkan di tengah-tengah mereka adalah racun bagi kehidupan mereka. Umat harus bangkit dan melihat bahwa satu-satunya solusi permasalahan kehidupan mereka adalah sistem Islam
Dalam Islam, periayahan tambang akan berdasar pada mindset bahwa pengelolaannya hanya untuk kemakmuran rakyat. Maka, pengelolaan tambang akan berada di tangan negara dan diatur agar memberikan kemanfaatan besar bagi umat.
Apabila memang daerah tersebut adalah daerah riskan yang dilarang keras adanya penambangan disana, maka tentu saja tidak ada opsi untuk membuka tambang di daerah tersebut. Hal ini karena mindset pengelolaan tambang yang sudah benar pada diri negara sehingga turunan kebijakan yang diambil pun hanya untuk kemaslahatan rakyat, bukan lainnya.
Selain itu, para pejabat juga akan mengambil kebijakan dengan pandangan bahwa setiap keputusan yang dia tetapkan dalam mengurusi rakyat akan dimintai pertanggung jawaban. Mindset inilah yang akan menjaga ketaatan seorang pemimpin dalam menjalankan amanahnya kepada Allah.
Selalu merasa diawasi dan dipantau oleh Allah SWT membuat pemimpin dalam sistem Islam tidak mudah terlena dengan iming-iming dunia yang mana berbeda dengan muka pemimpin saat ini.
Pemimpin dalam sistem kapitalisme hanya melihat jabatan sebagai pekerjaan dan pencapaian sehingga rasa takut akan penghakiman Allah pun hilang. Ini berbeda 180° dari pemimpin dalam sistem Islam yang menganggap dirinya adalah penggembala yang senantiasa menjadi hamba.
Rasulullah SAW bersabda, "Imam [kepala negara] itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya."
Oleh karena itu, sudah seharusnya umat sadar bahwa mengembalikan sistem Islam adalah solusi tuntas permasalahan mereka, termasuk permasalahan air bersih yang tak kunjung mereka temukan solusinya dalam sistem kapitalisme ini.
Sudah saatnya umat sadar dan memahami bahwa Islam lah satu-satunya solusi yang mereka harus perjuangkan untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan sejahtera. Layaknya manusia yang tidak bisa hidup tanpa air, manusia pun tak bisa hidup tanpa Islam.
Oleh: Asih Senja
Aktivis Muslimah
0 Komentar