Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menghormati dan Menyejahterakan Penjaga Ilmu, Cukupkah dengan Menaikkan Tunjangan Guru?

Topswara.com -- Pemerintah dalam pidato Presiden Prabowo Subianto pada puncak Hari Guru Nasional 2024 mengumumkan kenaikan tunjangan kesejahteraan guru. Kebijakan ini diambil sebagai penghargaan terhadap jasa guru yang telah memberikan kontribusi terhadap pendidikan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik di seluruh Indonesia.
 
Hal tersebut kemudian mendapatkan beragam reaksi juga banyak pihak mengkritisi. Salah satunya adalah Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo menyampaikan bahwa pidato tersebut menimbulkan mispersepsi, tidak ada tambahan kesejahteraan maupun kenaikan gaji untuk guru ASN pada tahun 2025 karena sejak tahun 2008 pemerintah telah memberikan Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebesar 1 kali gaji pokok bagi guru ASN yang telah tersertifikasi. 

Kedua, karena sudah berlaku tunjangan profesi guru non-ASN sebesar Rp 1.5 juta untuk guru yang belum mendapatkan SK Inpassing dan Rp 2 juta atau lebih sesuai golongan yang setara ASN bagi guru yang sudah mendapatkan SK Inpassing. 

Ketiga, FSGI menyoroti rencana pemerintah untuk memberikan bantuan kesejahteraan bagi guru honorer yang hendaknya tidak dalam wujud Bantuan Langsung Tunai (BLT) namun ditetapkan berupa upah minimum guru seperti upah minimum regional tenaga kerja. 

Kemudian Heru pun menilai bahwa menaikan kesejahteraan guru dengan menaikkan atau tunjangan adalah hal yang mustahil karena tidak ada sumber dananya. Heru menilai bahwa APBN sudah minus karena harus membiayai makan gratis (Tempo, 2024).
 
Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru sepertinya belum berbuah manis. Ditengah himpitan ekonomi yang sulit maka kenaikan tunjangan tersebut tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan para guru. 

Ditambah lagi di balik kenaikan tersebut terdapat persyaratan yang harus dipenuhi. Misalnya untuk Guru non-ASN yang mendapatkan gaji Rp 2 juta adalah yang telah memiliki sertifikasi/pendidikan profesi guru (PPG). Artinya tidak semua guru akan mendapatkan kenaikan gaji.
 
Dilema dalam dunia pendidikan pasti akan terus terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme seperti saat ini. Sistem ini menempatkan guru tidak ubahnya pekerja dalam paradigma sektor pendidikan yang komersial dan kapitalistik. Gaji guru adalah faktor produksi dalam roda ekonomi. Hidup guru dianggap membaik dengan adanya tambahan tunjangan. 

Negara dalam sistem sekuler kapitalis tidak berperan sebagai pengurus (raa'in), tapi hanya sebagai regulator dan fasilitator sehingga tidak pernah mampu mengambil solusi yang tuntas terhadap permasalahan para pendidik dan pendidikan itu sendiri.  
 
Kondisi ini sangat berbeda dalam kehidupan yang diatur oleh syariat Islam. Para pendidik adalah pahlawan atas perannya menjaga ilmu. Para guru sungguh dimuliakan. 

Banyak kitab yang menulis tentang adab terhadap guru, agar siapapun termasuk negara bisa menghormati para guru dan menjaga kebutuhannya agar guru bisa senantiasa fokus mengajarkan ilmu kepada anak didik dan membentuk syaksiyah islamiyah mereka. 
 
Kesejahteraan para guru dalam Islam tidak diandalkan pada gaji guru seperti halnya dalam sistem sekuler kapitalis, namun kesejahteraan guru dimulai dari pandangan bahwa guru adalah bagian dari anggota masyarakat yang harus diurus tanpa terkecuali dan tanpa syarat.

Jadi siapa pun itu, bila ia adalah warga negara daulah Islam maka wajib bagi negara untuk menjamin kebutuhan sandang, pangan dan papan-nya dengan baik. Kebutuhannya terpenuhi secara individu per individu. Jadi dalam Islam tidak ada pemisahan guru tersertifikasi atau belum tersertifikasi karena semua akan disejahterakan negara. 

Dalam hal menghormati dam memuliakan para guru, Islam memiliki cara yang luar biasa. Karena standar perbuatan dalam Islam adalah akhirat, maka memuliakan para guru pun termasuk dalam bentuk idrak silah billah atau kesadaran hubungan dengan pencipta. 

Tergambar dalam hadis, “Barangsiapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku (Rasulullah SAW). Dan barangsiapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah Ta’ala. Dan barang siapa memuliakan Allah Ta’ala maka tempat kembalinya adalah surga” (Kitab Lubabul Hadits). Hadis ini menunjukkan bahwa penghormatan terhadap guru dilakukan sebagai jalan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. 
 
Guru memegang peran yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu pemerintahan Islam tidak pernah perhitungan dalam memberikan gaji untuk guru. Ada banyak sekali referensi yang menyebutkan gaji guru yang fantastis di masa pemerintahan Islam.
 
Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji pendidik 15 dinar perbulan. Pada masa Khilafah Abbasiyyah gaji guru sama dengan gaji para muazin, yakni 1.000 dinar/tahun (83,3 dinar/bulan). 

Begitu pun masa Shalahuddin al-Ayyubi, di dua madrasah yang didirikan, yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah, gaji guru berkisar antara 11—40 dinar perbulan. Pada masa Khalifah Al-Watsiq, gaji seorang ulama yang bernama Al-Jari awalnya 100 dinar/bulan, lalu naik menjadi 500 dinar/bulan. 
 
Pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid, upah tahunan rata-rata untuk penghapal Al-Qur’an, penuntut ilmu, dan pendidik umum mencapai 2.000 dinar pertahun. Sementara periwayat hadits dan ahli fiqih mendapatkan dua kali lipatnya, yaitu 4.000 dinar pertahun. Bahkan pada masa kepemimpinan beliau pernah diberlakukan aturan bayaran dengan menimbang berat kitab disetarakan dengan emas untuk kitab-kitab karya para ulama.  

Bila 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas dan harga emas per gram pada tahun 2024 ini adalah Rp.1,5 juta rupiah, maka bisa dibayangkan betapa sejahteranya nasib guru di bawah naungan kehidupan Islam. 

Khilafah Islamiah menerapkan sistem dan politik ekonomi Islam serta membuat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Sumber pendapatan negara berasal dari banyak sumber seperti anfal, ghanimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, pengelolaan harta milik umum, harta milik negara, usyur dan zakat. 

Peruntukannya pun telah diatur sesuai syariat Islam. Sistem dan politik ekonomi Islam inilah yang menjadikan keuangan khilafah Islam menjadi sehat dan mampu membiayai semua pengeluaran negara termasuk untuk kesejahteraan guru. 
 
Selain mendapatkan gaji yang sangat besar, para guru juga sangat dibukakan jalan untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Para guru berada dalam suasana kondusif agar bisa fokus menjalankan tugas sebagai pendidik dan pencetak generasi demi membangun peradaban gemilang. 
 
Para guru pun tidak disibukkan dengan aturan administratif dan birokrasi yang melelahkan. Tidak harus bekerja sampingan dalam rangka mendapatkan tambahan pendapatan seperti yang banyak terjadi saat ini. 

Dengan sistem Islam kinerja guru terus meningkat karena guru bekerja dengan penuh semangat dan keikhlasan karena menyadari bahwa tugas mengajar ini semata dilakukan untuk menggapai ridha Allah SWT. 

Para guru pun paham bahwa salah satu amal jariyah yang pahalanya tak akan pernah putus walaupun telah meninggal dunia adalah dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat.
 
Demikianlah gambaran guru pada masa peradaban Islam. Para guru dan ulama mendapatkan prioritas dan kemuliaan dengan Islam. []


Oleh: Amalia Roza Brillianty, S.Psi., M.Si.Psi.
(Psikolog)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar