Topswara.com -- Cuaca ekstrem, banjir, tanah longsor, gelombang pasang, pergerakan tanah, dan gempa bumi terjadi di sepanjang bulan Desember 2024. Sungguh memprihatinkan, melihat akhir tahun ini ditutup dengan rentetan bencana di berbagai wilayah.
Menurut data resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 35 kejadian bencana sepanjang 2-9 Desember 2024. Mirisnya bencana ini terjadi di 11 provinsi dan 25 kabupaten/kota. (CNN Indonesia,11/12/2024)
Negeri ini "dikenal" sebagai wilayah rawan bencana alam, namun yang seringkali jadi pertanyaan adalah mengapa bencana alam terus terjadi dan apakah bencana alam murni karena faktor alam? Ataukah ada yang harus dibenahi bersama, sehingga bencana alam bisa diminimalisir dan warga bisa lebih siap lagi jika sewaktu-waktu terjadi bencana?
Ada fakta menarik yang perlu disoroti terkait kejadian bencana alam ini, salah satunya tanah longsor di Jalan Pelabuhan Ratu. Ternyata di atas lokasi bencana tanah longsor ini terdapat hutan gundul, bahkan masih terlihat potongan pohon tersisa yang begitu banyak.
Fakta ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti saat berkunjung ke lokasi bencana. Sehingga perlu untuk dikritisi bersama, apakah bencana alam ini murni faktor alam (curah hujan tinggi dan cuaca ekstrem), ataukah ada peran manusia juga?
Kemaksiatan dan Bencana Alam
Inilah pengaturan ala sistem sekuler kapitalistik. Dimana agama Islam tidak dijadikan tuntunan dalam mengatur alam dan lingkungan sekitar. Dalam kehidupan sekuler, kepentingan dan keuntungan segelintir orang (oligarki) sangat diutamakan. Maka tak heran jika marak pembangunan yang tidak memperdulikan dampaknya bagi masyarakat sekitar dan lingkungan.
Bahkan fakta adanya hutan gundul di atas lokasi terjadinya tanah longsor, mengungkap betapa sistem saat ini terbukti gagal dalam mengelola lingkungan, hingga menyebabkan kerusakan dan bencana pada manusia. Disamping kegagalan tata kelola ala sistem sekuler kapitalistik, harus disadari bahwa kerusakan alam disebabkan kemaksiatan yang dilakukan manusia.
Sebagaimana yang diingatkan Allah Ta'ala dalam surah Ar Rum ayat 41 bahwa terjadinya berbagai kerusakan di muka bumi karena perbuatan (tangan) manusia. Dan ketika bencana alam terjadi, maka ini menjadi sarana agar manusia kembali ke jalan yang benar, yaitu ketaatan totalitas kepada Allah Ta'ala.
Contoh kerusakan yang nyata dilakukan manusia, diantaranya perzinaan, transaksi riba, judi offline maupun online, bullying baik fisik atau verbal, kekerasan seksual, bahkan menghilangkan nyawa orang lain menjadi sebuah suguhan yang hampir tiap hari terjadi di berbagai wilayah di negeri ini.
Maka dengan berbagai kemaksiatan di atas, apakah manusia bisa meraih keberkahan dan ridha dari Allah?. Tak heran, jika manusia mendapatkan ujian berupa bencana alam agar manusia bisa kembali taat kepada Allah.
Kembali Pada Islam
Maka dari itu manusia perlu meneladani salah satunya sikap dari khalifah Umar bin Khattab ketika dihadapkan pada suatu bencana. Dulu ketika kepemimpinan beliau, pernah terjadi gempa di kota Madinah. Melihat kejadian ini lantas Umar mengingatkan dan tegas memerintahkan rakyatnya agar menjauhi kemaksiatan.
Sungguh, saat inipun manusia sangat membutuhkan sosok pemimpin yang ringan melakukan muhasabah diri dan mengajak rakyat untuk menjauhi kemaksiatan sebagaimana khalifah Umar. Tentu sikap ini jauh lebih bijak dibandingkan menjadikan faktor alam dan cuaca ekstrem sebagai satu-satunya penyebab terjadinya berbagai bencana.
Maka langkah pertama menyikapi musibah yang terjadi adalah dengan muhasabah, baik para pemimpinnya maupun seluruh rakyat di negeri ini. Setelah muhasabah, maka taubat nasuha harus menjadi langkah kedua yang dilakukan.
Taubat dari segala macam kemaksiatan, dan saatnya taat syariah Islam secara totalitas, yaitu menjadikan tuntunan Islam kaffah untuk mengatur manusia, sarana umum dan alam sekitar.
Berbagai aktivitas yang merusak alam seperti penggundulan hutan, pembukaan lahan dengan cara dibakar, maraknya pembangunan yang tidak memperhatikan keamanan lingkungan, budaya membuang sampah di sungai atau selokan, semua ini harus serius dihentikan.
Termasuk berbagai macam praktik yang melanggar syariah misalnya transaksi riba, judol, korupsi harus segera dihentikan.
Ketiga, mengedukasi masyarakat agar bertakwa kepada Allah dalam segala aspek, dan membudayakan amar makruf nahi munkar sehingga mau saling menasihati saat ada yang bermaksiat. Selain itu masyarakat juga harus tahu sikap yang benar saat sewaktu-waktu terjadi bencana alam. Salah satunya saling berempati dan memudahkan urusan saudaranya yang terkena musibah.
Terakhir, adalah keberadaan kepemimpinan yang sadar dan peduli tanggung jawabnya untuk mengurusi rakyat serta lingkungan dengan tuntunan syariah Islam. Dalam timbangan syariah seorang pemimpin akan memberikan perlindungan bagaikan junnah.
Sehingga pembangunan dalam sistem Islam akan dikaji serius manfaatnya untuk umat dan dampaknya bagi lingkungan sekitar. Kebijakan seperti ini tentu akan berbeda dengan pandangan kapitalistik sekuler yang mewadahi pembangunan hanya demi meraup keuntungan bagi segelintir orang (oligarki).
Dengan langkah solusi inilah, maka keberkahan suatu negeri bisa diraih, jikapun masih terjadi bencana maka akan bisa diminimalisir dan disikapi dengan tepat. Tidakkah kita merindukan tata kelola seperti ini? Semoga Allah mudahkan rakyat di negeri ini untuk bermuhasabah dan kembali pada jalan yang lurus.
Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik
0 Komentar