Topswara.com -- Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, sudah sepatutnya kita menghargai jerih payah guru sebagai pendidik generasi. Namun kondisi guru saat ini sungguh sangat jauh dari kata sejahtera. Banyak guru yang terpaksa harus bekerja extra demi menambah income. Tentu saja hal ini berimbas pada kinerja guru yang tidak fokus pada proses belajar mengajar saja.
Kabar akan adanya kenaikan gaji guru yang diumumkan oleh presiden Prabowo dalam puncak peringatan Hari Guru Nasional 2024 di Velodrom Rawamangun, Jakarta Timur (28/11/2024) sekilas bagai oase di padang pasir. Harapan seolah muncul kembali di tengah krisis ekonomi yang membelit.
Namun setelah ditelaah lebih jauh
kebijakan ini ternyata banyak menimbulkan perdebatan karena dianggap belum bisa menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru.
Sebagaimana dilansir Tempo.co (02/12/2024), Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo mengungkapkan bahwa kenaikkan gaji guru merupakan hal yang mustahil direalisasikan. Pasalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah mengalami defisit, karena tersedot oleh program makan siang bergizi gratis bagi para siswa.
Ya, kebijakan ini terkesan sangat dipaksakan. Namun, jika berbicara mengenai kesejahteraan guru, hal ini sangat erat kaitannya dengan masalah ekonomi. Tingginya biaya kebutuhan hidup saat ini banyak menjerat mereka pada masalah pinjol, judol dan sebagainya. Sehingga kenaikan tunjangan pun belum mampu meningkatkan kesejahteraan mereka secara signifikan.
Bagaimana pun juga, masalah ini harus mendapatkan perhatian serius karena guru adalah ujung tombak pendidikan. Pendidikan merupakan modal dasar untuk mendapatkan aset penting negara yaitu generasi penerus bangsa.
Sesungguhnya yang dibutuhkan para guru bukan hanya kenaikan tunjangan, melainkan perlu pengkajian lebih dalam mengenai penetapan UMR (Upah Minimum Regional) terutama untuk para guru honorer.
Di samping itu dibutuhkan regulasi yang mengatur agar harga pangan stabil sehingga dapat dijangkau tidak hanya oleh guru tapi oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan negara untuk mengatasi permasalahan ini.
Seperti diketahui, SDA Indonesia melimpah ruah, namun mengapa untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok sangat susah?
Saat ini sumber pendapatan terbesar negara berasal dari pajak, sementara Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya dikelola dengan baik oleh negara, saat ini diserahkan pengelolaannya kepada swasta.
Hal ini menyebabkan sumber pemasukan yang seharusnya bisa di manfaatkan untuk membiayai pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar rakyat lainnya, menjadi pundi-pundi rupiah bagi segelintir orang.
Di samping itu, dunia pendidikan sudah mengalami perubahan signifikan dari tujuan awalnya sebagai pencetak generasi unggul, ilmuwan dan cendekiawan handal. Saat ini dunia pendidikan tak ubahnya bagaikan dunia industri yang mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) siap pakai untuk memenuhi kebutuhan industri.
Hal ini membuktikan bahwa negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator saja bagi para pemilik modal, namun belum menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat (raa'in). Semua ini merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme yang dianut negara.
Jika kita melihat sejarah beberapa abad lalu, pada masa kekuasaan dinasti Abbasiyah, pendidikan mendapat perhatian sangat besar dari pemerintah. Sebagai contoh di Baghdad, Cordoba, dan Kairo, gedung-gedung sekolah didirikan dengan sangat megah, dilengkapi fasilitas perpustakaan modern dan kompleks perumahan di sekitar sekolah bagi para guru dan staf pengajar.
Kesejahteraannya pun sangat terjamin karena pemerintah menyiapkan dana yang sangat besar untuk anggaran pendidikan. Hal tersebut dapat terlaksana karena seluruh pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pengelolaan SDA.
Sudah sepatutnya negara sebagai raain (pengurus ) dan junnah (pelindung) bagi rakyat, mampu mewujudkan kesejahteraan bagi guru karena guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis sebagai pencetak generasi unggul yang akan membangun bangsa dan menjaga peradaban.
Wallahu 'alam bissawab.
Oleh: Vini Setiyawati
Aktivis Muslimah
0 Komentar