Topswara.com -- Jogja dikagetkan dengan berita tertangkapnya oknum yang melakukan jual beli bayi. Di sebuah klinik bersalin di kawasan Tegalrejo, Yogyakarta, dua perempuan yang berprofesi sebagai bidan ini beraksi. Menurut pengakuan tersangka, mereka bertransaksi jual beli bayi sejak 2010. Bayi perempuan dihargai 55 juta sedangkan bayi laki-laki dari 65 juta sampai 85 juta (mediaindonesia.com, 14/12/2024).
Praktik jual beli bayi ini bukanlah kasus baru. Karena terhitung beroperasi sejak 2010. Klinik bersalin yang tak berizin jadi sarana tempat untuk menerima dan merawat bayi. Masyarakat sebenarnya tahu adanya aktivitas ini. Bayi yang ditawarkan untuk diadopsi secara ilegal adalah bayi yang tidak ingin dirawat oleh orang tuanya. Penawaran adopsi ilegal mereka lakukan via medsos (kompas.com, 13/12/2024).
Matinya Naluri Keibuan
Praktik perdagangan bayi terus terjadi dan berulang. Ini menandakan adanya kesalahan secara sistemis. Diamnya masyarakat juga sebagai bukti bahwa lemahnya kontrol sosial di tengah mereka. Kejahatan yang terjadi dan terlihat oleh mereka namun dibiarkan.
Negara juga lemah dalam bersikap dan hukum yang tumpul memperparah keadaan. Mirisnya, praktik perdagangan bayi dilakukan oleh dua oknum bidan. Mereka yang notabene adalah perempuan dengan usia yang sangat matang tega melakukan hal ini.
Apa yang mereka lakukan tak lepas dari tuntutan hidup di era kapitalisme. Sehingga apa pun akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup. Bahkan fitrah keibuan pun terkikis, akhirnya mati karena sudah terbiasa berlangsung puluhan tahun.
Standar etika keilmuan yang mereka peroleh ketika di bangku belajar pun seolah lenyap. Standar pendidikan yang hanya menjadikan materi sebagai tujuan mencetak orang-orang yang berilmu namun niradab.
Ditambah rusaknya sistem pergaulan sosial masyarakat sehingga mengakibatkan banyaknya kasus kehamilan di luar nikah menjadikan bisnis perdagangan bayi muncul. Di tengah kemelut remaja yang bingung tentang bayi yang dilahirkan sebelum nikah ada bidan yang dengan senang hati menerima dan menjadikannya komoditas perdagangan.
Ini berarti bayi yang diadopsi secara ilegal pastinya akan diakui sebagai anak oleh orang tua yang mengadopsi. Bahkan dalam sistem sekarang siapa pun boleh mengadopsi anak dan dianggap sebagai anak kandung bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Notabene anak angkat dianggap sebagai anak kandung dan dilegalkan oleh negara. Hal ini jelas akan merusak nasab si anak. Apabila nasab sudah rusak maka ke bawahnya akan semakin tidak jelas asal-usul nasabnya. Sungguh kapitalisme sekuler merusak tatanan kehidupan.
Islam Mengatur Nasab
Nasab dapat didefinisikan juga sebagai sesuatu yang menjadi penghubung keluarga serta hubungan darah lainnya atau keturunan yang didapatkan dari pernikahan secara sah serta memiliki ikatan atau hubungan darah yang disebut dengan keluarga baik keluarga dengan hubungan darah yang sifatnya vertikal seperti ayah, ibu, nenek dan kakek, atau keluarga dengan sifat horizontal seperti bibi, paman, saudara dan lainnya.
Syariat Islam melarang seorang ayah untuk mengingkari nasab dari anak-anaknya. Begitu juga Islam mengharamkan untuk menghubungkan nasab anak pada ayah angkat.
Hal ini sesuai hadis, “Perempuan mana pun yang menasabkan seorang anak kepada kaum yang bukan dari kaum tersebut, maka ia tidak mendapat apa-apa (rahmat) dari sisi Allah. Dan Dia tidak akan memasukkan perempuan itu ke dalam surga-Nya. Begitu pula laki-laki mana pun yang mengingkari anaknya, sedangkan dia melihat kepadanya, maka Allah akan menghalangi diri darinya dan Dia justru akan membuka aibnya di hadapan seluruh makhluk, baik generasi awal maupun generasi akhir” (HR. Abu Dawud).
Bagitu ketatnya Islam menjaga tentang nasab. Sehingga anak yang lahir di luar nikah pun tidak boleh bernasab kepada ayah biologis tapi kepada ibunya. Sehingga si anak tersebut tidak berhak mendapat waris dari sang ayah.
Negara Wajib Menjaga Generasi
Hal ini membutuhkan kesungguhan dari negara untuk menyelesaikan akar masalah. Sistem sanksi yang tegas dan hukum tanpa tebang pilih harus ditegakkan. Islam membangun manusia menjadi hamba yang beriman dan bertakwa. Perilaku warga dikontrol oleh negara agar sesuai hukum syarak.
Di mana sistem pendidikan Islam dengan akidah Islam sebagai dasar kurikulumnya. Penerapan sistem kehidupan sesuai dengan Islam termasuk dalam sistem pergaulan. Adanya pemisahan antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak terjadi ikhtilath atau campur-baur dalam pergaulan.
Adanya ajaran untuk menundukkan pandangan bagi mereka yang berpapasan dengan lawan jenis. Kemudahan pernikahan yang dijamin oleh negara bagi mereka yang sudah mampu.
Selain itu, jaminan negara atas kesejahteraan individu akan menjaga rakyat dari perbuatan mencari harta dari cara yang haram. Seperti itulah negara dalam sistem Islam menjaga generasi mulai dari lapisan sosial, ekonomi, pendidikan dan hukum. Sehingga akan terwujudlah generasi tangguh, berwawasan luas, beriman, dan bertakwa. []
Oleh: Imro’atun Dwi P., S.Pd.
(Aktivis Dakwah, Bantul, DIY)
0 Komentar