Topswara.com -- Jalan merupakan salah satu infrastruktur penting bagi negeri ini. Jalan termasuk fasilitas publik yang membantu memperlancar aktivitas warga. Bila jalan rusak, maka aktivitas pun terganggu.
Hal itu terjadi di Manggarai, NTT. Ruas Jalan Goro Gereng menuju Tungku, Desa Golo, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, NTT mengalami kerusakan parah. Jalanan yang lincin dan berlumpur akibat aspal yang terkelupas membuat kendaraan roda dua dan roda empat tidak bias melintas.
Jalur ini sangat penting karena merupakan satu-satunya akses menuju Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai dan menjadi salah satu urat nadi perekonomian wilayah Cibal bagian timur. Kepala desa setempat bersama warga pun bergotong-royong memperbaiki jalan yang rusak tersebut sambil berharap pemerintah segera turun tangan. (flores.inews.id. 13-12-2024)
Rusaknya jalan sebagai fasilitas publik tentu merugikan banyak pihak. Masyarakat sebagai pengguna jalan akan kesulitan melakukan kegiatannya. Transportasi menjadi terhambat sehingga aktivitas perekonomian turut terdampak.
Jalan yang rusak juga menyebabkan anak-anak sekolah terhambat perjalanannya. Mereka harus mencari jalan alternatif lain yang jaraknya lebih jauh. Waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau sekolah pun menjadi makin lama.
Hal ini berdampak pula pada tenaga yang terkuras lebih banyak sehingga bisa memengaruhi kualitas belajar. Itu bila masih ada jalan alternatif. Bila jalan yang rusak tersebut menjadi satu-satunya, maka tentu saja masyarakat tidak punya pilihan. Mereka terpaksa harus menunggu adanya perbaikan.
Namun, tak jarang, ada juga yang nekad melintasi jalan yang rusak dengan risiko celaka hingga kehilangan nyawa. Mereka terpaksa karena desakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Jalanan yang rusak tersebut bisa karena memang sudah termakan usia, faktor bencana alam, penggunaan tidak sesuai ketentuan, perawatan yang tidak memadai, ataupun kualitasnya yang buruk saat pembangunan. Apa pun penyebabnya, yang pasti kerusakan tersebut harus segera diatasi, bahkan diantisipasi agar dampaknya bisa diminimalisasi.
Sayangnya, meski warga sudah melaporkan kepada pihak berwenang, tidak ada tindak lanjut segera untuk memperbaiki jalan yang rusak tersebut. Laporan bahkan sudah berjalan hingga bertahun-tahun tanpa ada tindakan berarti dari pemerintah. Warga sampai lelah dan bosan menunggu jawaban pasti, apalagi realisasi.
Warga pun melakukan caranya sendiri. Ada yang berswadaya memperbaiki jalan. Ada pula yang berusaha memviralkannya lewat medsos agar segera mendapat tanggapan dari pihak berwenang. Ternyata, ini cukup efektif karena akhirnya mendapat respons.
Memviralkan jalan atau fasilitas publik lainnya lewat medsos menjadi jalan pintas yang ditempuh masyarakat. Dengan viral, daya tekan dari publik seolah lebih kuat. Karena mendapat sorotan dari masyarakat luas, pemerintah pun melakukan sesuatu. Namun, masa harus viral dahulu baru pemerintah bertindak?
Hal ini menunjukkan kurangnya pemerintah dalam meriayah rakyatnya. Pemerintah abai hingga rakyat yang menanggung akibatnya. Sense of crisis pemerintah menghilang. Alih-alih segera memperbaiki jalan yang rusak, pemerintah justru getol membangun jalan tol yang tidak semua orang menggunakannya.
Pengabaian urusan rakyat semacam ini merupakan efek dari penerapan sistem kapitalisme yang mana menggerus tanggung jawab pemerintah atau negara. Sistem ini melahirkan konsep good governance yang menjadikan negara lebih berfungsi melayani korporasi ketimbang rakyatnya sendiri. Visi meriayah rakyat dimandulkan.
Berbeda halnya dalam sistem Islam. Negara memiliki visi meriayah rakyatnya sebagaimana perintah syariat. Segala sesuatu yang menjadi urusan rakyat akan diselenggarakan negara dengan sebaik mungkin.
Jalan sebagai sarana publik menjadi tanggung jawab negara. Ketika ada jalan rusak, maka negara akan segera melakukan perbaikan. Tanpa menunggu viral, negara akan segera bertindak. Bahkan, negara juga melakukan perawatan rutin terhadap fasilitas publik guna menghindari kerusakan dan memperpanjang usianya sehingga bisa awet.
Bukan hanya jalan, negara juga bertanggung jawab atas berbagai infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat. Negara akan membangun infrastruktur yang menjadi kebutuhan rakyat. Negara wajib mengadakan fasilitas publik dengan kualitas terbaik.
Seluruh pembiayaan pengadaan infrastruktur atau fasilitas publik tersebut diambil dari Baitulmal. Pengelolaa SDA oleh negara memungkinkan Baitulmal memiliki sumber dana yang mencukupi untuk kebutuhan rakyat.
Bila anggaran dari Baitulmal untuk pengadaan fasilitas publik tersebut tidak mencukupi, maka negara akan mencari dari sumber lain seperti pajak. Namun, pajak ini hanya dipungut dari mereka yang kaya. Tidak semua akan dipungut pajak. Sifatnya pun temporer atau sementara. Bila anggaran sudah mencukupi, maka pajak dihentikan.
Inilah negara yang memiliki visi melayani rakyat, bukan untuk korporat. Negara menjalankan fungsinya demi kemaslahatan rakyat sebagaimana sabda Rasulullah: “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Bukhari)
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar