Topswara.com -- Angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 berdasarkan data Badan Pusat Statistik sebesar 9,03 persen, dengan jumlah penduduk miskin pada bulan dan tahun yang sama sebanyak 25,22 juta orang.
Nilai tersebut diklaim pemerintah terendah selama satu dekade terakhir. Jumlah ini masih akan terus bertambah seiring dengan banyaknya PHK akibat sejumlah perusahaan yang pailit dan memutuskan untuk menutup usahanya.
Sementara itu naiknya harga bahan kebutuhan pokok kian tak terjangkau, akibatnya rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehari-hari.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah setiap tahun selalu mengadakan Operasi Pasar Murah (OPM) untuk menyediakan bahan kebutuhan pokok seperti beras, minyak, dan gula dengan harga terjangkau.
Seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung bekerjasama dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin), melaksanakan operasi pasar murah bersubsidi tahap II tahun 2024 di kantor Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung pada Selasa 10/12/2024. Operasi pasar murah ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi daerah di Kabupaten Bandung.
Untuk itu Bupati Bandung Dadang Supriatna bersama dengan Kepala Disdagin Dicky Anugerah menyebarkan paket OPM bersubsidi sebanyak 20.618 buah ke 15 kecamatan.
Paket yang terdiri dari 5 kg beras, 3 kg gula pasir kemasan 1 kg, dan 3 liter minyak goreng kemasan pouch dengan harga keseluruhan Rp 184.000, dengan subsidi dari Pemkab Bandung sebesar Rp 97.000. Dengan demikian masyarakat dapat menebus paket tersebut dengan harga Rp 87.000. (Bandungraya.net, 10 Desember 2024)
Bagi masyarakat miskin dan menengah, adanya operasi pasar murah layaknya seperti oase di tengah padang pasir. Bagaimana tidak, kapan lagi mereka bisa memperoleh bahan pangan lebih murah di saat harga sedang melambung tinggi selain dengan opsi tersebut. Tak heran bila antusias masyarakat sangat tinggi terhadap kemunculan pasar ini.
Namun patut digarisbawahi bahwa bahan kebutuhan pokok dibutuhkan masyarakat secara terus menerus dan bersifat jangka panjang. Semestinya rakyat dapat membeli barang konsumsi tersebut dengan mudah dan murah sepanjang waktu.
Akan tetapi faktanya seringkali komoditas ini dijual dengan harga mahal seiring dengan kenaikan harga dan ketersediaannya yang terbatas.
Penguasa berdalih melakukan operasi pasar murah untuk menurunkan laju inflasi dan mengendalikan harga di pasaran. Bagaimana mungkin dua hal tersebut bisa terselesaikan hanya dengan melakukan treatment yang bersifat sementara layaknya seperti memadamkan 'kebakaran'? Bukannya mencegah dengan cara mengatur harga agar tetap stabil. Dengan kata lain efek OPM hanya bisa dinikmati sesaat, selebihnya rakyat tetap sengsara dengan kondisi ekonomi yang sekarat.
Operasi pasar murah ini pun dilakukan dengan menggandeng pihak swasta yang menjadi produsen barang kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Alih-alih menguntungkan rakyat kecil semisal pedagang di pasar, sejatinya penguasa justru memberi jalan bagi para pemilik modal untuk meraup cuan sebesar-besarnya.
Alhasil penjual sembako di pasar tradisional pun gigit jari dagangannya tidak dilirik oleh konsumen menengah kebawah dan miskin.
Inflasi tidak dapat ditekan hanya dengan solusi menggelar operasi pasar dengan menjual sembako murah. Penguasa seharusnya membangun fondasi ekonomi yang kokoh dengan cara menguatkan sektor ekonomi riil di bidang produksi dan jasa. Bukan malah menguatkan bidang ekonomi non riil.
Akibatnya uang banyak beredar di pasaran, namun daya beli masyarakat rendah. Sebab rakyat tidak memiliki pekerjaan ataupun penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya akibat sedikitnya lapangan pekerjaan.
Mereka menjadi miskin, karena sebagian besar kekayaan dikuasai oleh orang-orang berduit yang mendapat keuntungan besar dari sektor ekonomi non riil.
Nyatalah bahwa semua kesulitan hidup yang dialami rakyat akibat penguasa yang tidak serius mengurusi hajat hidup orang banyak. Pemerintah hanya mampu membuat regulasi dan berpihak pada oligarki demi kepentingan mereka sendiri. Yang demikian itu akibat sistem kufur yang bernama kapitalisme. Ideologi ini niscaya melahirkan para pemimpin yang abai dan zalim terhadap rakyatnya.
Rakyat seolah-olah beban bagi penguasa. Sehingga apapun masalah yang dihadapi oleh rakyat, pemerintah hanya memberi solusi tambal sulam yang bersifat sementara, bukan solusi menyeluruh dan tuntas yang dapat menyelesaikan problematika umat dengan sempurna.
Rasulullah saw. sangat membenci pemimpin yang zalim, beliau bersabda:
"Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia" (HR Muslim).
Umat sangat membutuhkan solusi untuk menyelesaikan masalah kehidupannya. Jalan keluar terbaik hanya berasal dari Islam. Sebab agama ini memiliki mekanisme yang khas berupa sistem ekonomi Islam, aturannya berasal dari Allah Swt.
Islam mengatur perekonomian berjalan di sektor riil berupa industri/produksi barang pertanian, perdagangan, dan jasa. Dengan demikian sekaligus membuka lapangan kerja yang luas buat rakyat, sehingga para laki-laki dewasa penanggung nafkah memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sistem ekonomi Islam sama sekali tidak menjalankan roda perekonomian di sektor non riil seperti yang terjadi di negara penganut kapitalisme. Sebab yang demikian itu haram hukumnya. Transaksi ekonomi non riil menjadikan uang bukan hanya sebagai alat tukar tetapi juga menjadi komoditas yang diperdagangkan di lantai bursa saham.
Akibatnya nilai transaksi uang jauh melebihi angka transaksi barang dan jasa. Dengan demikian memicu terjadi krisis ekonomi termasuk inflasi.
Di samping itu penguasa dalam Islam menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok individu seperti pangan, sandang, dan papan dengan harga yang terjangkau.
Melarang penimbunan barang yang berakibat pada langkanya stok, meniadakan monopoli, dan menghukum para kartel/mafia yang mempermainkan harga produk di pasaran. Pemerintah juga mendorong para pencari nafkah untuk bekerja dan membangun mental agar tidak menjadi peminta-minta.
Seperti yang dahulu pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika ada seorang laki-laki datang meminta uang kepada beliau. Nabi menanyakan apakah orang tersebut memiliki sesuatu yang bisa dijual untuk modal bekerja. Lalu uang yang diperoleh dari hasil menjual barang pribadinya digunakan untuk membeli sebuah kapak. Dengan kapak ini akhirnya sang lelaki bisa menghasilkan uang dari pekerjaannya memotong kayu.
Demikianlah Islam menyolusikan masalah kemiskinan dan inflasi secara tuntas. Di dalam negeri yang diatur dengan sistem ekonomi Islam uang bukan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja, tetapi merata ke seluruh rakyat. Dengan begitu ketimpangan ekonomi dapat teratasi.
Wallahu alam bissawab.
Oleh: Tatiana Riardiyati Sophia
Pegiat Literasi dan Dakwah
0 Komentar