Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hanya Islam yang Mampu Mengentaskan Kemiskinan

Topswara.com -- Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Brazil tanggal 18-19 November 2024. Dalam pidatonya ia menyerukan pengentasan kemiskinan dan menyampaikan bahwa pemerintahannya menempatkan isu ini sebagai prioritas nasional. 

Targetnya tiga hingga lima tahun ke depan bisa mencapai swasembada pangan, memperoleh surplus di sektor energi dan bisa berpartisipasi pada Aliansi Global Melawan Kemiskinan dan Kelaparan (Global Alliance Against Hunger Poverty). (presidenri.go.id, 19/11/2024)

Sayangnya walaupun pengentasan kemiskinan menjadi prioritas nasional, dan berharap lima tahun ke depan mencapai swasembada pangan, namun ternyata menurut Pelaksana tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, sektor pertanian justru menjadi penyumbang kemiskinan terbesar. 

BPS merilis data bahwa ada penduduk miskin ekstrem yang bekerja sebagai petani 47.94 persen dari total penduduk miskin. Dari angka tersebut 24.49 persen di antaranya merupakan pekerja keluarga atau tidak dibayar dan 22,53 persen lainnya bertani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar.

Persoalan kemiskinan di negeri ini sudah sekian lama berlangsung. Namun belum ada strategi maupun program yang mampu mengentaskan hingga ke akarnya. Tingginya angka tersebut menjadi bukti masih banyak rakyat yang hidup dalam kekurangan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papannya saja banyak yang tidak mampu. 

Negara sendiri melihatnya hanya pada tataran teknis dan cenderung menggantungkannya kepada lembaga internasional dan pihak swasta.

Dengan menggandeng pihak swasta dalam mengentaskan kemiskinan, menunjukkan ketidakseriusan sekaligus ketidakmampuan negara mengurusi rakyat. Itulah prinsip good governance sebagai satu paradigma dalam mengelola pemerintahan, yang melibatkan tiga unsur: yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. 

Ketiganya mesti bekerja sama dalam mewujudkan tujuan pembangunan. Dan pada praktiknya negara hanya berperan sebagai regulator atau pengatur supaya kerja sama itu berjalan dengan baik dan menguntungkan pihak swasta.

Meskipun pemerintah membuat program-program andalan yang dipandang mampu menyelesaikan kemiskinan, namun faktanya tidak ada yang bisa ditunjuk jari sebagai indikator keberhasilan. PHK massal, lapangan kerja kian sempit, pajak naik, korupsi makin marak, utang menggunung, minim subsidi, sangat sulit membayangkan Indonesia mampu mengentaskan kemiskinan. 

Ketidakmampuan negara mengentaskan kemiskinam tentu saja disebabkan penerapan sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme hanya mengistimewakan para pemilik modal atas nama liberalisasi ekonomi demi mengejar pertumbuhan. 

Mereka diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Sehingga pihak swasta bebas mengelola dan mengembangkan harta milik umum demi kepentingan bisnis. Sementara di sisi lain rakyat terhalang menikmati kekayaan alam tersebut.

Dari sini maka wajar sistem kapitalisme telah menciptakan jurang kesenjangan ekonomi yang sangat lebar antara rakyat dan pemilik modal. Di sektor pertanian misalnya, negara yang subur ini seharusnya mampu menyejahterakan petani. Namun faktanya kebijakan yang dibuat malah menyengsarakan mereka. 

Kapitalisasi yang dilakukan dari hulu hingga hilir telah menyebabkan harga sarana produksi mahal dan sulit dijangkau petani. Pupuk, benih, pestisida, alat dan mesin yang dibutuhkan menjadi mahal karena dikuasai oleh para pemilik modal. 

Di samping itu para petani semakin sulit mendapatkan irigasi di tengah proyek strategis nasional yang mengabaikan kelestarian alam. Banjir, tanah longsor dan kekeringan akibat pembangunan telah berdampak besar bagi pekerjaan mereka. Wajar jika bidang ini menjadi penyumbang terbesar kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Dalam negara yang menganut sistem kapitalis, para pemilik modal menjadi pemegang keputusan tertinggi. Maka aturan yang dihasilkan cenderung berpihak kepada kepentingan mereka. Undang-undang Cipta Kerja contohnya yang menguntungkan korporasi dan merugikan pekerja. 

Hal itu terjadi karena pembangunan bertumpu pada investasi sehingga investor diperlakukan bak anak emas dan menganaktirikan rakyat pribumi.

Pengentasan kemiskinan hanya bisa dilakukan oleh sistem Islam. Karena politik ekonominya meniscayakan setiap individu rakyat dapat merasakan kesejahteraan. Yakni terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. 

Hal ini didukung oleh pemimpin yang berorientasi pada melayani dan mengurus rakyat sebagaimana hadis Rasulullah saw.: "Imam atau khalifah adalah ra'in/pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya." (HR. Bukhari)

Tanggung jawab meri'ayah atau mengurus ini akan memastikan setiap individu rakyat khususnya para pencari nafkah memiliki pekerjaan yang layak agar dapat menghidupi keluarganya seperti: pangan, sandang dan papan. 

Sedangkan kesehatan, pendidikan dan keamanan akan dipenuhi secara langsung oleh negara. Adapun pembiayaannya ditanggung baitulmal yang dijalankan berdasarkan konsep yang dicontohkan Rasulullah saw. Beliau menetapkan SDA dengan jumlah berlimpah seperti hutan, danau, sungai, minyak, gas, batubara dan lain-lain dikategorikan sebagai milik umum dan haram diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta. 

Karena hal tersebut akan menghalangi sebagian besar masyarakat mengaksesnya. Negara sebagai wakil rakyat wajib mengelolanya dan membagikan hasilnya untuk kesejahteraan seluruh warga.

Dari sini saja sudah dapat dibayangkan begitu mudahnya rakyat mengakses kebutuhan pokok mereka sehingga akan mampu mengurai masalah kemiskinan. Negara juga akan membuka lapangan kerja yang luas di sektor riil seperti pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan serta memberi support penuh. 

Misalnya dengan memberi bantuan modal, menyediakan infrastruktur penunjang seperti irigasi dan jalan. Kemudian akan memudahkan petani dalam mengakses sarana dan prasarana yang dibutuhkan. 

Sebagai pelayan rakyat, pemerintah tidak membiarkan pihak swasta bermain di sektor hulu sampai hilir hingga melakukan monopoli yang merugikan petani. Pembangunan yang dilakukan pun berorientasi pada kemaslahatan rakyat bukan kepentingan segelintir orang. 

Karena itu penguasa tidak boleh melakukan pembangunan yang menghilangkan mata pencaharian rakyat secara langsung maupun tidak langsung atau merusak alam yang menjadi ruang hidup rakyat.

Negara yang menerapkan sistem Islam begitu kuat dalam mewujudkan kemaslahatan untuk rakyatnya. Karena syariat Allah Swt. yang diterapkan merupakan jaminan keberhasilan dalam menciptakan kesejahteraan dan keadilan. 

Orang beriman seharusnya tidak meragukannya sebab sudah terbukti belasan abad lamanya. Demikianlah, hanya dengan tegaknya kepemimpinan Islam, masalah ini dapat teratasi dan kesejahteraan menjadi realitas.

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar