Topswara.com -- Pada 7 Oktober 2023, serangan besar-besaran Zionis dipicu oleh serangan militan Hamas di wilayah selatan. Akibatnya, lebih dari 11.825 pelajar meninggal dan 250 orang diculik. Serangan ini juga mengakibatkan lebih dari 43.300 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, kehilangan nyawa, berdasarkan laporan Kementerian Pendidikan Palestina pada 29 Oktober 2024 (detik.com).
Tindakan agresi ini terus berlangsung. Genosida yang dilakukan Zionis belum berakhir, seperti terlihat dalam serangan drone di sebuah klinik di Gaza Utara, melukai enam orang, termasuk empat anak-anak. Bahkan, pasukan Zionis kerap menyerang rumah sakit di Gaza selama konflik.
Di sisi lain, Amerika Serikat secara aktif mendukung Zionis. Laporan dari The National Interest menyebutkan bahwa miliaran dolar pajak warga AS digunakan untuk membiayai perang tersebut. Pemerintahan Biden juga mengirimkan sistem rudal THAAD dan 100 personel untuk mendukung operasi militer Zionis, menunjukkan peningkatan dukungan AS dalam konflik multifront ini.
Sementara itu, para pemimpin negeri-negeri Muslim tetap diam. Ketika AS menyuplai persenjataan kepada Zionis, mereka tidak tergerak untuk mengerahkan kekuatan militer demi membebaskan Palestina. Ini menegaskan bahwa solusi sebelumnya yang mereka adopsi, yang dirancang oleh AS dan Zionis, tidak efektif. Militer negeri-negeri Muslim, meski memiliki persenjataan modern, tetap diam di barak mereka, seolah tidak berguna untuk membela Palestina.
Warga Palestina menghadapi penderitaan sendirian, sementara umat Muslim lainnya terjebak dalam sekat nasionalisme. Zionis terus menggempur dan mengisolasi Palestina, menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan. Diamnya dunia Arab dan Muslim adalah pengkhianatan besar terhadap saudara-saudara mereka di Palestina, padahal Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (QS. Al-Hujurat: 10).
Nasionalisme telah melumpuhkan tindakan para pemimpin Muslim, membuat mereka memandang krisis Palestina bukan sebagai tanggung jawab bersama. Sebaliknya, mereka sibuk dengan urusan internal negara masing-masing. Rasulullah SAW bersabda, “Bukan dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada asabiah (nasionalisme), orang yang berperang karena asabiah, dan orang yang mati karena asabiah” (HR. Abu Dawud).
Nasionalisme yang ditanamkan oleh Barat, memecah-belah umat Muslim. Para pemimpin Muslim yang bekerja sama dengan Barat mendapatkan kekuasaan melalui kolusi, bukan karena dukungan rakyat. Mereka lebih peduli menjaga batas wilayah yang dibuat penjajah daripada menyatukan umat. Bahkan, mereka rela berkonflik dengan sesama Muslim demi memperluas wilayah kekuasaan.
Masalah Palestina tidak akan terselesaikan melalui lembaga internasional seperti PBB, yang justru berperan dalam kelahiran zionis. Perjuangan Palestina adalah bagian dari perjuangan umat Islam sebagai satu kesatuan. Solusi sejati adalah jihad fisabilillah, bukan retorika.
Allah SWT berfirman, “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang, maka kamu menjadi orang-orang yang merugi” (QS. Al-Maidah [5]: 41).
Pembebasan Palestina hanya akan terwujud melalui sistem Islam yang mampu menyatukan wilayah, rakyat, dan militer umat Muslim. Sistem ini akan menolak tegas solusi dua negara yang dirancang Barat dan melawan segala bentuk penjajahan. Kesadaran tentang pentingnya khilafah harus terus disuarakan.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran: 110, “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” []
Oleh: Arrasy Nur Illahi, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
0 Komentar