Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dua Dimensi Tentang Rezeki yang Harus Dipahami

Topswara.com -- Muslimah Peduli Bogor Ustazah Noor Afeefa menyebut ada dua dimensi yang harus dipahami tentang rezeki. "Ada dua dimensi yang harus kita pahami tentang rezeki," lugasnya dalam Program Cahaya Muslimah, Tazkiyatun Nafs: Agar Rezeki Berlimpah dan Berkah di kanal YouTube Sultan Channel, Senin (9/12/2024).

Ia menjelaskan, Islam sebagai agama yang Allah turunkan kepada Rasulullah Saw. untuk mengatur segala dimensi kehidupan, termasuk masalah rezeki yang pasti berkaitan dengan kebutuhan pokok. Maka, terkait dengan kebutuhan pokok, Islam mengatur masalah tersebut sekaligus memberikan konsep yang sangat jelas tentang rezeki. Tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok karena setiap manusia pasti membutuhkannya.

"Namun, ketika Allah Swt menurunkan aturan itu, kita harus memahaminya dengan benar, dan kita harus menyadari bahwa dalam masalah rezeki ini ada dua dimensi, yakni dimensi keyakinan dan dimensi amal," paparnya.

Pertama, dimensi keyakinan, yaitu bahwa di dalam masalah rezeki harus dipahami bahwa ada dimensi yang tidak bisa dibongkar secara fakta atau akal. Ada sisi-sisi yang akhirnya manusia harus yakin bahwa hal tersebutlah yang harus manusia bangun. Dimensi tersebut adalah siapakah sebenarnya yang mengatur, menetapkan, dan berkuasa menurunkan rezeki manusia.

Kedua, dimensi amal, yakni yang terkait dengan keadaan atau kondisi pada umumnya, yaitu sifatnya hanya mengantarkan. "Misalnya seseorang yang berjualan, sehingga mendapatkan untung. Maka, dengan berjualan ia mendapatkan rezeki. Akan tetapi, hal tersebut sering kali tidak dipahami oleh masyarakat karena terkadang mereka memahami bahwa yang mendatangkan rezeki itu karena keadaan, seperti berjualan," ungkapnya. 

Namun lanjutnya, ada juga orang yang memahami rezeki tersebut hanya dari dimensi keyakinan. Sehingga, dia yakin bahwa Allah-lah yang menetapkan rezeki, kemudian ia tidak mau melakukan keadaan-keadaan yang menghantarkan datangnya rezeki. Sehingga ia pasrah dengan keadaan.

"Maka, hal itu yang harus dipahami masyarakat, yakni pertama, sebab datangnya rezeki dari tangan siapa, hal itu sekadar kondisi yang sifatnya tidak menentu, dan ini di luar wilayah kekuasaan manusia. Kedua, memang berada di wilayah kekuasaan manusia, dan memang hal tersebut saja yang bisa dilakukan dan diusahakan terkait dengan rezeki," jelasnya.

Kemudian ia menambahkan dengan membacakan salah satu penggalan ayat Al-Qur'an terkait rezeki, yaitu dalam surah Al-An'am ayat 142.

ÙƒُÙ„ُÙˆْا Ù…ِÙ…َّا رَزَÙ‚َÙƒُÙ…ُ اللّٰÙ‡ُ ÙˆَÙ„َا تَتَّبِعُÙˆْا Ø®ُØ·ُÙˆٰتِ الشَّÙŠْØ·ٰÙ†ِۗ اِÙ†َّÙ‡ٗ Ù„َÙƒُÙ…ْ عَدُÙˆٌّ Ù…ُّبِÙŠْÙ†ٌۙ

"Makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu".

Pada ayat tersebut, katanya, Allah Swt menekankan bahwa Allah-lah yang memberikan rezeki dan kita disuruh memakan apa yang sudah diberikan-Nya.

"Rezeki manusia sudah ditetapkan berapa banyaknya, kapan turunnya, dan bagaimana caranya, itu tidak ada yang pernah tahu. Kita hanya bisa berusaha, tetapi harus ada keyakinan," tuntasnya [] Nurmilati
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar