Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dampak Rumah Moderasi bagi Akidah Generasi

Topswara.com -- Program moderasi makin gencar diopinikan di tengah masyarakat. Terutama di kalangan mahasiswa dan gen Z yang diklaim memiliki pemikiran praktis dalam menghadapi berbagai tantangan.

Saat ini, potensi konflik terkait isu agama semakin banyak ditemui. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, pemerintah mencanangkan program Rumah Moderasi Beragama (RMB) (jawapos.com, 15-12-2024). Program tersebut didirikan di beberapa kampus perguruan tinggi keagamaan Islam.

Kementrian Agama mengklaim RMB terbukti efektif menciptakan kerukunan umat beragama. Keberadaan RMB tersebut didukung oleh civitas kampus yang mumpuni dan digadang-gadang mampu mencegah konflik antar umat beragama sejak dini.

Pemahaman Keliru

Rumah Moderasi Beragama (RM) merupakan salah satu gagasan yang dianggap mampu menjadi solusi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang berpotensi konflik terutama isu agama yang banyak terjadi di Indonesia. 

RMB didirikan di berbagai kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam sebagai bentuk terobosan besar untuk mewujudkan kerukunan beragama dengan berbagai kekuatan civitas kampus yang memiliki kompetensi terkait program moderasi. 

Maraknya pendirian RMB merefleksikan terdapat strategi dan cara pandang negara atas konflik dan solusinya. Padahal sejatinya program ini bukan solusi, mengingat moderasi beragama sejatinya merupakan usaha untuk menjauhkan umat Islam dari syariat agamanya, yakni syariat Islam. 

Dalam program moderasi, prinsip-prinsip yang diajarkan bertentangan dengan syariat Islam yang lurus. Pendirian RMB sesungguhnya merupakan upaya untuk menguatkan program moderasi beragama yang menjadi arus global untuk menghadang bangkitnya Islam. 

Sebagaimana rekomendasi Rand Corporation, sebuah think tank (wadah pemikir) kebijakan global yang berasal dari Amerika Serikat. Setiap konsepnya sudah pasti merujuk pada pemikiran liberalisme sekularistik yang menjadi acuan pemikiran Barat yang jelas-jelas membenci syariat Islam, simbol-simbolnya serta kaum muslim secara umum.

Mahasiswa dengan pemahaman agama dan ketaatan yang kuat sering kali dihubungkan sebagai biang kerok masalah yang memicu radikalisme. Hal ini pun diduga sebagai ancaman keberagaman di negara ini. Namun, faktanya tidak demikian. 

Sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki landasan nilai agama dan iman yang kokoh justru menjadikan generasi ini lebih lemah dan mudah dipengaruhi perilaku negatif yang merusak. Masalah ini pun akhirnya menjadi salah satu biang kerusakan generasi.

Profil generasi yang dianggap moderat dan toleran faktanya justru makin menjauhkan pemahamannya dari tujuan utama pendidikan, yakni membentuk akhlak dan budi pekerti yang dapat memperkuat karakter generasi. Oleh karena itu, wajar adanya jika perilaku generasi semakin tidak bermoral dan tidak beradab. 

Yang lebih memprihatinkan, negara justru menawarkan solusi berupa pemahaman moderasi dan toleransi beragama sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa. Padahal buktinya program ini sama sekali tidak menjanjikan solusi karena sama sekali tidak menyentuh akar masalah yang menimpa generasi. 

Kebijakan terkait moderasi beragama jelas mencerminkan pemahaman keliru yang dianut oleh sistem kapitalisme sekular. Sistem cacat ini telah merusak generasi karena orientasi utamanya hanya berfokus pada manfaat dan keuntungan materi. 

Pemikiran inilah yang menjadikan generasi hanya memprioritaskan dunia dan memiliki pandangan yang abai terkait makna hidup dan kehidupan. Selain itu, kapitalisme berdiri di atas sandaran sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Inilah yang membuat kehidupan generasi kian rusak. 

Konsep Islam

Sistem Islam memiliki aturan yang jelas terkait makna toleransi. Dan makna tersebut menjadi petunjuk bagi kaum muslim untuk melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas di kampus yang penuh dengan keberagaman. 

Terlebih generasi merupakan salah satu tonggak peradaban yang seharusnya mampu berpikir dan bersikap bijak dalam setiap tantangan kehidupan. Dengan pola sikap dan pola pikir yang sesuai dengan aturan hukum syarak, generasi pun mampu menerapkan makna toleransi yang hakiki di setiap sisi kehidupan. 

Islam adalah agama sekaligus sistem yang memiliki seperangkat aturan tertentu dan definisi tertentu sesuai dengan ketetapan Allah dan RasulNya, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berinteraksi di tengah masyarakat. 

Sehingga setiap pola pikir dan pola sikap yang terpancar dari setiap individu mampu mencerminkan sikap saling menjaga. Termasuk masalah akidah yang mestinya selalu dijaga melalui pemikiran dan pemahaman yang shahih sesuai aturan syarak. 

Konsep ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam berinstitusikan khilafah. Satu-satunya wadah yang menjamin penjagaan setiap urusan umat.

Menyoal masalah penjagaan akidah, penguasa merupakan satu-satunya penjaga yang mampu efektif memelihara setiap urusan rakyat, termasuk masalah akidah.

Penguasa dalam tatanan sistem Islam memiliki kewajiban memberikan nasihat takwa dan menjaga kehidupan agar senantiasa terikat aturan syarak. Penguasa juga memiliki kewajiban mengingatkan umat melalui berbagai media. Kebijakan ini tertuang dalam wewenang lembaga Departemen Penerangan. 

Dalam lembaga tersebut, negara maupun penempatan qadhi hisbah yang akan secara langsung menuntun dan menjaga akidah umat melalui strategi dan mekanisme yang ditetapkan khilafah.

Rasulullah SAW bersabda, 
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al Bukhari).

Menjaga akidah adalah salah satu kewajiban negara yang ditetapkan Islam. Oleh karena itu, negara dengan pondasi hukum syarak, tidak akan memfasilitasi berbagai kebijakan yang merusak akidah umat Islam, seperti dengan membangun Rumah Moderasi. 

Demikianlah Islam menjaga keutuhan pemahaman umat. Ketakwaan umat terpelihara dalam tatanan sistem yang sempurna. 

Wallahu a'lam bisshawab. 


Oleh: Yuke Octavianty 
Forum Literasi Muslimah Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar