Topswara.com -- Sejumlah wilayah di Indonesia mengalami krisis air bersih. Warga kesulitan mendapatkan air bersih untuk aktivitas sehari-hari. Kemarau panjang tanpa hujan menyebabkan air menjadi barang langka.
Hal ini seperti yang terjadi di NTB dan NTT. Sebanyak 500 ribu jiwa di 77 kecamatan di NTB terdampak kekeringan. Sementara itu, sebanyak 225 kecamatan di NTT mengalami kekeringan ekstrem sehingga dinyatakan siaga kekeringan. Hujan yang tidak turun selama berbulan-bulan telah menyebabkan air sulit didapatkan di kedua provinsi tersebut. (nationalgeographic.grid.id, 7-12-2024)
Dampak Kekeringan
Kekeringan ekstrem hingga terjadinya krisis air bersih tentu sangat mengganggu warga. Mereka harus melakukan upaya lebih untuk mendapatkan air bersih. Misalnya, warga harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehai-hari. Meskipun tidak mahal, tetapi cukup mengurangi penghasilan keluarga di tengah naiknya harga kebutuhan pokok.
Kalau pun tidak membeli, warga juga harus antre untuk mendapatkan bantuan air bersih. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun ikut mengantre hingga berjam-jam demi air bersih. Hal ini tentu berdampak pada aktivitas lain. Waktu yang harusnya dilakukan untuk aktivitas lain sepeti bekerja dan belajar menjadi berkurang.
Krisis air bersih juga berdampak pada perempuan dan anak perempuan. Aktivitas bersih diri menjadi terganggu hingga menimbulkan masalah kesehatan pada kaum perempuan.
Ketiadaan air bersih juga akan memengaruhi kualitas kesehatan masyarakat. Aktivitas kebersihan menjadi menurun. Ketiadaan air bersih memaksa warga beraktivitas tanpa air atau air seadanya dengan kualitas yang tidak layak. Akibatnya, warga rentan terhadap berbagai penyakit seperti diare, muntaber, penyakit kulit.
Kekeringan sebagai dampak dari musim kemarau memang sering terjadi di negeri ini. Setiap kali musim kemarau datang dan hujan tidak turun selama berbulan-bulan, krisis air pun terjadi. Bukan hanya di satu dua wilayah, tetapi krisis air bersih meluas di banyak wilayah.
Bila kekeringan karena bagian dari fennomena alam, kita tidak bisa mengubahnya. Namun, kita bisa melakukan langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya.
Hal semacam ini seharusnya bisa diantisipasi oleh pemerintah. Pemerintah harusnya membuat langkah mitigasi untuk mengurangi dampak dari kekeringan.
Namun, hal itu tidak dilakukan secara serius. Berulangnya krisis air bersih, bahkan meluas dan makin parah merupakan bukti ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah ini.
Pemerintah cenderung melakukan langkah kuratif seperti distribusi dan bantuan air bersih pada daerah yang mengalami kekeringan. Hal ini memang membantu, tetapi tidak menyelesaikan masalah hingga ke akarnya.
Tata Kelola Liberal
Krisis air bersih tidak hanya berkaitan dengan fenomena alam. Namun, nyatanya, krisis air bersih juga disebabkan oleh eksploitasi sumber daya alam oleh manusia.
Demi menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya, manusia merusak alam. Manusia hanya mengambil manfaat dari alam, bahkan secara berlebihan, tanpa mengupayakan pelestarian. Pohon-pohon ditebang, tetapi tidak diganti dengan pohon yang baru. Hutan pun menjadi gundul. Akibatnya, kekeringan melanda karena tanah tidak menyerap air hujan.
Tindakan eksploitatif dan merusak alam ini bahkan dilegalkan atas nama industrialisasi. Perusahaan-perusahaan besar menggelontorkan dana agar dapat menguasai sumber daya alam. Tentu saja demi kepentingan mengeruk cuan sebanyak mungkin.
Begitu pula perusahaan air minum menguasai dan mengeksploitasi sumber daya air untuk bisnis. Akibatnya, warga sekitar menjadi kesulitan mendapatkan air bersih dari alam karena sudah dikuasai oleh perusahaan. Mereka bahkan harus membeli air dari perusahaan air minum yang sumber airnya dari tanah mereka.
Inilah dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme liberal. Sistem ini mengizinkan praktik kapitalisasi aset milik publik seperti air yang melimpah. Negara hanya sebatas regulator untuk kepentingan swasta pemilik modal. Akibatnya, kepentingan rakyat menjadi terabaikan.
Pengelolaan Air dalam Islam
Masalah krisis air bersih butuh paradigma yang tepat untuk menyelesaikannya. Ketika Islam menjadi landasan berpikir, maka akan menghasilkan tindakan yang tepat sekaligus mampu mencegah masalah datang.
Dalam Islam, air merupakan sumber daya alam milik rakyat bila jumlahnya melimpah. Air ini menjadi milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau kelompok. Pengelolaan air ini dilakukan oleh negara demi kemaslahatan bersama.
Negara tidak menyerahkan pengelolaan sumber daya air ini kepada swasta. Negara menutup semua celah yang memungkinkan swasta untuk menguasai air. Ini dilakukan negara sebagai bentuk ketaatan terhadap syariat yang melarang privatisasi dan liberalisasi air sebagaimana sabda Rasulullah: “Muslim berserikat dalam tiga hal, yakni padang gembalaan, air, dan api.” (HR. Abu Dawud)
Islam juga mewajibkan negara untuk mengatur urusan rakyat, termasuk ketika terjadi krisis air bersih. Negara akan memberi bantuan langsung ke wilayah kekeringan. Negara akan membangun infrastruktur yang menunjang ketersediaan air bersih bagi seluruh rakyat.
Pada saat yang sama, negara juga melakukan tindakan agar dampak tidak meluas. Negara akan melakukan upaya pencegahan agar krisis air bersih dapat dihindari dengan melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki.
Krisis air bersih bisa diatasi secara tuntas dalam Islam karena pengelolaan alam dilakukan menurut aturan Sang Pemilik alam semesta. Penerapan Islam secara kaffah ini dapat mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh manusia.
Di sinilah pentingnya keberadaan negara yang akan menerapkan Islam di segala aspek kehidupan. Bukan hanya menyelesaikan krisis, tetapi juga akan menghindarkan manusia dari bermacam krisis.
Wallahu a’lam bishshsawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar