Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bermanfaatkah Bansos dan Subsidi Mengatasi Derita Kenaikan PPN?

Topswara.com -- Sudah jatuh tertimpa tangga. Kondisi inilah yang sedang dialami seluruh rakyat Indonesia. Di tengah kesulitan ekonomi, pemerintah merencanakan untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 12 persen pada 2025 mendatang. Hal ini menimbulkan pro kontra di masyarakat, sebab kenaikan PPN ini akan semakin menambah beban hidup rakyat. 

Meskipun demikian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti menyatakan, bahwa hasil penerimaan PPN 12 persen selain bertujuan meningkatkan pendapatan negara juga membantu kesejahteraan masyarakat melalui program bantuan sosial (bansos) dan subsidi dari dana PPN (kompas.com).

Pemerintah sudah menyusun berbagai program bansos dan subsidi bagi masyarakat kelas menengah yang terdampak kenaikan PPN, di antaranya; pertama, bantuan beras 10 kg untuk 16 juta penerima manfaat selama 12 bulan.

Kedua, diskon listrik sebesar 50 persen selama 2 bulan untuk daya 450 sampai 2.200 VA. Ketiga, diberikan kemudahan dalam mengakses jaminan kehilangan pekerjaan bagi pekerja yang mengalami PHK. Sementara untuk pelaku UMKM atau industri mendapat kompensasi PPh final 0,5% dari omzet sampai dengan 2025.

Keempat, percepatan Program Keluarga Harapan (PKH) yang semula awal triwulan I menjadi awal 2025 termasuk penyaluran sembako dan bantuan makan bergizi gratis. Apakah program bansos dan subsidi ini bermanfaat untuk mengatasi dampak kenaikan PPN? 

Sejatinya bantuan pemerintah berupa bansos dan diskon biaya listrik tidak efektif meringankan beban rakyat dan pelaku usaha. Sebab bantuan yang disalurkan dalam jangka pendek, seperti diskon listrik hanya dua bulan, sembako dan makan bergizi gratis hanya cukup memenuhi kebutuhan sesaat saja, selebihnya rakyat tetap menanggung beban ekonomi dampak PPN 12 persen.

Sebab setelah penyaluran subsidi dan bansos berakhir, rakyat akan dihadapkan pada kenaikan harga barang terutama kelompok masyarakat kelas menengah yang rawan miskin. Akibatnya, terjadi penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat untuk mengurangi pengeluaran uang mereka. 

Jika ini terjadi maka pendapatan para pedagang akan turut menurun. Ini menunjukkan bahwa kebijakan dalam sistem kapitalis tidak mampu menyelesaikan masalah dan hanya tambal sulam semata.

Bansos dan subsidi yang diberikan pemerintah di tengah penolakan kenaikan PPN, seolah-olah berpihak pada rakyat namun faktanya lebih berpihak pada para pemilik modal yang jumlahnya sedikit. 
Inilah yang disebut kepemimpinan populis otoriter, yakni kebijakan yang dibuat pemerintah hanya untuk melayani oligarki, sedangkan rakyatnya bertepuk tangan karena diberi bansos. 

Kepemimpinan ini lahir dari diterapkannya sistem sekuler kapitalis. Termasuk pajak yang menjadi modal utama pendapatan negara, buktinya kenaikan PPN adalah salah satu konsekuensi pendapatan negara untuk membiayai proyek pembangunan. 

Meskipun faktanya hasil pembangunan tidak dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, sementara pemerintah digaji dari hasil keringat rakyat karena tuntutan pajak. 

Kebijakan sistem sekuler kapitalis sangat jauh dengan Islam. Dalam Islam, pajak bukan sumber pendapatan negara, pajak hanya akan diberlakukan apabila kondisi kas negara kosong tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan ada pembangunan yang wajib dilaksanakan. Itu pun hanya diberlakukan pada rakyat yang mampu, menurut ketentuan syariat. Harta orang kaya yang dikenakan pajak berasal dari sisa pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder yang makruf.

Pemimpin dalam Islam, wajib berbuat baik kepada rakyatnya dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat, sebab pemimpin adalah pengurus urusan rakyat. Profil pemimpin dalam Islam di antaranya memiliki kekuatan kepribadian Islam, ketakwaan dan sikap lemah lembut pada rakyat. Profil pemimpin seperti inilah yang akan melahirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat. 

Islam sendiri memiliki sumber pendapatan negara yang beragam dan mampu membiayai pembangunan dan menciptakan kesejahteraan rakyatnya per individu. Di antaranya fai, ganimah, anfal, kharaj, jizyah, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat yang khusus diberikan pada delapan golongan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, tidak boleh digunakan untuk urusan negara dan urusan umat.

Demikianlah gambaran kepemimpinan dalam Islam, yang memiliki sifat amanah dan bertanggung jawab dalam mengurus kebutuhan hidup rakyatnya. Sehingga dengan penerapan Islam kaffah dalam mengatur urusan rakyat dapat memberikan solusi tuntas dan mewujudkan kesejahteraan hidup rakyatnya. []


Oleh: Desi Rahmawati 
(Aktivis Muslimah) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar