Topswara.com -- Sungguh perbuatan yang biadab. Tidak hanya tetangga sekitar, kita semua pun dibuat syok setelah viral berita pembunuhan yang dilakukan oleh anak berusia 14 tahun.
Saat sang ayah, ibu dan nenek sedang tertidur lelap tiba-tiba pukul 01.00 dini hari, ketiganya mendapatkan tusukan pisau tajam dari sang anak. Perisitiwa ini menyebabkan ayah dan nenek tewas sedangkan ibu pelaku mengalami luka parah. (Suara.com. 30/11/2024)
Entah apa yang merasuki sampai anak ini tega menghabisi orang-orang yang begitu berharga dalam hidupnya. Padahal menurut penuturan pihak keluarga dan sekolah, anak ini tergolong anak yang baik, sopan dan berprestasi.
Ada apa dibalik itu semua? Perlu ditelisik dengan seksama, karena kasus seperti ini bukan untuk yang pertama kalinya, namun sudah menjadi fenomena di masyarakat yang bersifat sistematis. Ada akibat pasti ada sebab.
Mudahnya tersulut amarah, hawa nafsu dan emosi dalam diri menandakan bahwa individu tersebut sedang tidak baik-baik saja. Kemudian kurangnya komunikasi antar anggota keluarga atau adanya tekanan yang cukup besar dari banyak orang sehingga bisa meningkatkan sensitivitas seseorang.
Saat ini hubungan keluarga hanya sebatas status. Komunikasi yang terjalin dilakukan hanya sebatas jika ada perlunya saja, orang tua dan anak sibuk dengan tugasnya masing-masing, orang tua mempunyai tugas untuk mencari materi agar semua kebutuhan dan keinginan anak tercukupi.
Begitu pun anak, tidak mendapatkan bimbingan penuh dari ayah ibunya maka sedikit demi sedikit hubungan emosional antara orang tua dan anak makin menipis bahkan menghilang. Maka wajar, jika emosi tersulut melupakan adanya hubungan darah yang parahnya bisa menghilangkan nyawa.
Berdasarkan info yang beredar, sang anak dituntut untuk rajin belajar agar menjadi pintar dan sukses oleh orang tuanya. Hal ini diduga sebagai pemicu. Selalu menomorsatukan materi, kesuksesan yang diukur berdasarkan pencapaian materi dan kekayaan yang banyak. Itulah yang diajarkan oleh sistem kapitalisme, yang sekarang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat.
Maka wajar sistem ini dapat mengubah karakter manusia menjadi terbiasa dengan kekerasan karena mereka stres, bahkan bisa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya agar dipandang sebagai orang sukses.
Diperkuat oleh paham sekularisme, yang mana ajaran agama dijauhkan dari kehidupan. Maka menjalani kehidupan disesuaikan dengan keinginan hawa nafsunya tanpa dikaitkan dengan nilai-nilai agama. Generasi memegang kuat adanya kebebasan, hedonis, budaya permisif bahkan sampai pergaulan bebas. Sungguh miris!
Kondisi ini diperparah dengan keberadaan negara yang tidak menjalankan fungsinya, salah satunya adalah kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak generasi berakhlak mulia. Orientasi pendidikan saat ini dilihat dari pencapaian nilai akademik.
Lulusannya dirancang untuk sukses dalam mencari uang dan pekerjaan. Ada hal yang terlupakan bahwa akhlak, moral dan adab telah lepas kontrol, sehingga tidak sedikit bisa jadi banyak generasi yang pintar, sukses secara materi tetapi lemah moral dan akhlaknya, maka hal ini bisa memperparah kehidupan generasi saat ini.
Berbeda dengan Islam, dalam sistem pendidikan Islam yang pertama dilakukan adalah memperkuat akidah sebagai pondasi awal, kemudian membangun kepribadian islami, yaitu pola pikir dan pola sikap bagi anak-anak. Ini menjadi sebuah keharusan karena akan menjadi modal dasar kehidupan setiap muslim sehingga dapat dijadikan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak.
Maka akan menghasilkan kepribadian yang luhur dan mulia. Anak-anak tidak akan kehilangan arah dan terjerumus dalam kejahatan karena mereka sudah paham benar tujuan dalam mengarungi kehidupan.
Masyarakat dalam Islam berperan sebagai kontrol untuk melaksanakan sebuah perilaku yang mulia yaitu amar makruf nahi mungkar untuk saling mengingatkan jika ada yang melakukan perbuatan keluar dari jalur. Tidak seperti dalam sistem sekularisme kapitalisme menganut paham apatis, tidak ada kepedulian sesama masyarakat.
Begitupun fungsi negara, dalam Islam negara memiliki visi membina kepribadian dan menjaga kesehatan mental generasi. Islam menjadikan pemimpin sebagai raa'in (pengurus dan pelayan rakyat) yang bertanggung jawab atas rakyatnya termasuk membangun generasi yang cemerlang dan unggul.
Sejarah panjang penerapan Islam telah membuktikan lahirnya banyak sosok ilmuwan yang juga menguasai agama dan optimal berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Dapat dipastikan jika sistem dan kepemimpinan Islam ditegakkan dimuka bumi secara sempurna dan menyeluruh maka kesejahteraan, keamanan dan kedamaian akan dirasakan oleh seluruh alam, tidak hanya manusia. Karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin.
Wallahu 'alam bishawwab.
Oleh: Irma Legendasari
Aktivis Muslimah
0 Komentar