Topswara.com -- Sedih, perih, mungkin itu kalimat yang bisa menggambarkan jeritan hati kita jika mendengar dan menyaksikan penjajahan yang terus terjadi terhadap saudara Muslim yang ada di Palestina, Lebanon, Iran dan Yaman. Seolah berita ini hanya sebagai seremonial bagi Zionis semata. Namun apalah daya inilah realitas yang terjadi dari dulu sampai saat ini.
Dilansir dari CNN Indonesia (26/10/2024) Zionis Israel dengan kebiadabannya tak hanya menyerang Iran dalam beberapa jam terakhir. Namun mereka turut melancarkan serangannya ke Gaza dan Lebanon hampir dalam 24 jam terakhir dengan melalui bom mematikan yang dapat menewaskan banyak masyarakat sipil, wanita dan termasuk juga anak-anak.
Di beritakan melalui Al Jazeera pada Sabtu (26/10) sedikitnya ada 88 warga Palestina yang tewas akibat serangan brutal Israel di Gaza pada Jumat (25/10), dalam serangan atas bangunan tempat tinggal di Khan Younis di dalamnya terdapat 14 orang anak-anak dan menghancurkan rumah sakit serta kawasan pemukiman, sehingga banyak perempuan dan anak menjadi korban serangan Zionis.
Melihat situasi kondisi itu PBB kembali memberitakan pilihannya terhadap kondisi yang terjadi di Palestina saat ini seperti yang dilansir dari Antaranews.com (26/10/2024) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan “sangat prihatin” atas serangan udara terbaru Israel terhadap Iran, dan mendesak ketegangan yang makin meningkat di Timur Tengah agar segera diakhiri.
Serangan brutal Zionis telah membunuh umat Islam di beberapa negeri Islam. Namun dunia, khususnya penguasa negeri muslim seolah tak berdaya mengatasi kondisi buruk ini. Mereka tak lebih hanya sekedar mengeluarkan kutukan, kecaman, dan ancaman kosong.
Bahkan sekelas PBB pun tidak berkutik, mereka berkelit sudah berupaya mengeluarkan resolusi-resolusi untuk menghentikan Zionis. Nyatanya resolusi itu hanya sekedar coretan di atas kertas bahkan merugikan kaum muslimin. Misalnya resolusi dua negara, diplomasi tidak memberikan tekanan politik kepada Zionis untuk menghentikan serangan.
Selain itu Barat terus menanamkan paham nasionalisme ke seluruh negeri agar negeri-negeri kaum muslim beranggapan bahwa mereka berpihak pada Islam, padahal nyatanya hanya sebuah tipuan belaka.
Nasionalisme telah berhasil meracuni perpolitikan di negeri-negeri muslim, bahkan menjalar sampai pada asas mendasar, hingga akhirnya negeri-negeri muslim tidak bergerak untuk melakukan pembelaan terhadap saudaranya di Palestina.
Sistem kapitalisme telah berhasil membuat para penguasa negeri muslim tidak mampu berbuat lebih banyak untuk menghilangkan derita saudara Muslim di Gaza. Yang ada tidak lebih dari sekadar mengecam dan mengutuk kebrutalan Israel.
Pengiriman militer sebagai langkah strategis sama sekali tidak dilakukan. Bahkan langkah lain yang bisa diambil pun oleh para penguasa muslim menelurkan kebijakan pemboikotan terhadap produk-produk Israel beserta negara-negara pendukungnya, misalnya, itu pun sama sekali tidak dilaksanakan.
Kepemimpinan para penguasa di negeri-negeri muslim sama sekali nihil. Kepemimpinan dunia Islam kosong dalam percaturan dunia. Cinta kekuasaan telah menghalangi para penguasa negeri muslim untuk bersatu atas nama akidah Islam demi melawan kebrutalan Zionis Yahudi.
Ketidakberdayaan pemimpin dunia dan lembaga internasional semestinya sudah lebih cukup untuk menunjukkan bahwa dunia yang dipimpin oleh sistem kapitalisme demokrasi saat ini gagal mewujudkan keamanan dan keadilan. Padahal slogan HAM, kedamaian, keadilan, keamanan, kemerdekaan terus didengungkan oleh sistem ini.
AS dan sekutunya pernah menyatakan komitmen melawan teroris sejak peristiwa 11 November 2001. Namun mereka sama sekali tidak pernah menyatakan Zionis sebagai teroris. Padahal perbuatan Zionis tampak jelas teroris Zionis merampas lahan kaum muslimin Palestina dan melakukan penjajahan di sana.
AS justru menuduh Hamas sebagai teroris karena perlawanannya menghadapi penjajahan yang dilakukan oleh Zionis.
Di sisi lain, Barat mengharuskan demokrasi sebagai alat penjajahan. Dengan demokrasi AS menyandera negeri kaum muslimin secara politik, kebijakan penguasa negeri muslim tidak akan keluar kecuali melalui persetujuan AS.
Seperti solusi untuk Palestina Semua ini membuktikan bahwa kapitalisme demokrasi gagal mewujudkan keamanan dan keadilan bagi kaum muslimin.
Seharusnya solusi yang diberikan oleh penguasa muslim adalah jihad, karena kondisi di sana jelas-jelas terjadi penjajahan dan perampasan lahan Palestina oleh Zionis.
Dalam Islam solusi untuk melawan penjajah hanya satu yakni jihad fi sabillah. Tidak ada yang lain sebagaimana firman Allah SWT Al-Barkah 91 “Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah mereka di mana mereka telah mengusir kamu.
Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir.” (QS Al-Baqarah: 191)
Islam pun tidak pernah mengajarkan diplomasi-diplomasi untuk melawan penjajah kafir harbi fi’lan seperti Zionis dan AS. Hubungan dengan mereka hanya satu yaitu perang, namun solusi ini tidak pernah ditunjukkan oleh penguasa muslim sebab mereka tersandera politik oleh AS.
Melalui sistem demokrasi AS mengendalikan penguasa negeri muslim untuk menempuh jalur diplomasi jika mereka ingin berpartisipasi membela Palestina. Sikap demikian diklaim AS lebih bermartabat dan menjaga kedamaian, padahal upaya diplomasi adalah strategi Barat yang didoktrinkan kepada umat Islam untuk mematikan semangat jihad.
Oleh karena itu umat harus membuang demokrasi dan menyadari urgensi menghadirkan solusi hakiki yakni perlawanan dengan jihad. Dan jihad fi Sabilillah mengirimkan tentara yang membebaskan Palestina tidak akan bisa terorganisir kecuali kaum muslimin memiliki junnah (perisai), Daulah Khilafah.
Hanya Daulah Khilafah yang dapat memobilisir semua kekuatan tentara Islam untuk mendapat satu komando jihad. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Salahuddin ketika merebut kembali tanah suci Palestina dari tangan tentara Salib.
Hanya Daulah Khilafah yang melindungi seluruh tanah kaum muslimin dari penjajahan sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II memberi ultimatum Theodor Herzl yang meminta tanah Palestina untuk negara Zionis. Semua upaya itu dilakukan para khalifah demi menjalankan syariat Islam.
Palestina adalah tanah kharajiyyah yang sudah dibebaskan oleh Umar bin Khattab Ra. Maka secara syariat tanah Palestina merupakan tanah kaum muslimin yang haram dijajah dan dirampas oleh siapapun.
Dengan demikian sudah menjadi kebutuhan bersama umat Islam harus sadar untuk mendukung dan terlibat dalam perjuangan bersama kelompok dakwah yang fokus menegakkan Khilafah. Sebuah kelompok Islam ideologis yang mengambil metode dakwah Rasulullah yakni politis, pemikiran, dan tanpa kekerasan sebagai thariqahnya.
Wallahu a’lam bis shawwab.
Hamsia
Aktivis Muslimah
0 Komentar