Topswara.com -- Menyikapi Gen Z yang mudah tergocek di era gempuran informasi, Sejarawan Muslim Nur Fajarudin, mengatakan, karena pola asuh sebenarnya.
"Kenapa mereka ini mudah tergocek (tertipu) oleh media, akun-akun yang enggak jelas atau sesuatu yang informasi yang belum tentu kebenarannya adalah karena pola asuh sebenarnya," ungkapnya dalam Parah! Cara Mudah Menipu Gen Z? Gini Faktanya! | Podcast "Sepulang Mengajar" - Edisi 47 di kanal YouTube Guru Muslim Inspiratif, Rabu (20/11/2024).
Ia menjelaskan, bahwa pola asuh bukan hanya dari orang tua saja, namun lingkungan dan kondisi. Gen Z yang besar atau tumbuh di masa pandemi, dipaksa untuk lebih melek teknologi. Beda dengan Gen Y dan X tidak dipamsa melel teknologi, terutama Gen Y milenial, mereka melek teknologi itu normal, jadi mereka mungkin di masa baru SMA atau kuliah ketika pemikiran mereka itu sudah dewasa.
"Gen Z ini tiba-tiba sekolah berhenti, pandemi kan, terus kemudian dipaksa untuk semuanya harus online. Mereka terpaksa melek teknologi. Mereka tuh merasa bahwa mereka itu orang yang paling menguasai teknologi tetapi sebenarnya bukan menguasai. Mereka justru dikuasai oleh teknologi," ujarnya.
Padahal setelah pandemi kurikulum pendidikan berubah lagi, seperti sebelum pandemi, akhirnya dapat dilihat faktanya, mental Gen Z mudah tergocek. Karena mereka selalu menganggap bahwa semuanya mudah, semuanya bisa di atasi, padahal dunia tidak seperti itu, tidak semudah bayangan mereka.
Pola Menipu Gen Z
Ia menjelaskan, karena Gen Z hidup di mana semua serba digital, orang-orang banyak menggunakan sosial media hingga akhirnya muncul pekerjaan YouTuber, akhirnya semua orang bisa jadi wartawan, menjadi jurnalis, jurnalis dengan YouTube dan sebagainya. Walaupun tidak semuanya juga memberikan kebenaran. Banyak orang-orang yang akhirnya justru malah mewartakan sesutau yang tidak jelas, hoax, supaya meningkatkan engagement untuk meningkatkan nilai mereka.
"Kita ingat contohnya yang kemarin lagi rame Sadbor atau Speed yang kemarin datang ke sini. Dia siapa sih, pemain bola bukan, dia cuma streamer game aja kan. Nah yang mereka akhirnya hanya menawarkan itu aja dan anak-anak Gen Z itu senang gitu, karena mereka melihat ini hiburanku," ujarnya.
Kemudian, untuk mendapatkan followers, monetisasi besar dari YouTube, TikTok, akhirnya banyak orang berkreasi tanpa cek and ricek sehingga asal menyebarkan informasi.
"Mereka lebih jahat dibandingkan kalau zaman kita kan televisi ya, ini lebih jahat karena tidak ada pengontrolnya tidak ada ibaratnya kalau televisi kan masih ada timnya mereka mau menayangkan, sedangkan medsos (media sosial) ini enggak ada gitu," jelasnya.
Kemaksiatan
Ia mengungkapkan bahwa media sosial juga menawarkan kemaksiatan mulai dari judi online smpai perzinaan. Judi online itu merebak di mana-mana, bagi Gen Z yang mereka penasaran tetapi tidak punya (filter), diklik dianggapnya main game padahal judi online. Inilah yang terjadi, jadi bukan hanya hoax tetapi juga kejahatan judi online, bahkan sampai banyak kasus anak perempuan terjebak dalam perdagangan manusia.
"Dulu kasus di Jawa Timur ada beberapa sekelompok anak itu tiba-tiba mereka itu telanjang terus kemudian mengecat tubuhnya seluruhnya itu dengan ijo terus joget-joget di perempatan jalan sama orang gila ternyata itu tantangan katanya dari TikTok atau apa gitu loh," ungkapnya.
Dia sangat prihatin, ke depan kalau (kualitas generasi) tidak ada perbaikan minimal di dunia pendidikan maka akan mengalami era di mana generasinya tuh generasi bingung.
"Generasi bingung di mana orang itu satu mereka tidak mampu mencerna informasi dengan baik yang kedua mentalnya jelek yang itu akhirnya berdampak nanti kepada ekonomi artinya apa kita akan kehilangan banyak sektor pekerja professional, sekarang itu banyak ya pak fenomena tuh kan Gen Z itu kan sudah mulai banyak yang masuk perguruan tinggi bahkan dunia kerja," imbuhnya.
Contohnya ketika lulus S1 dituntut untuk mendapatkan pekerjaan, atau bahkan ada yang sebelum lulus sudah mendapatkan pekerjaan.
"Nah hari-hari ini tuh banyak anak-anak itu yang saya menemui kemarin ada temennya itu cerita di ketemu mahasiswa S2 salah satu perguruan tinggi negeri terbaik ada Indonesia ya dia bilang ini anak S2 itu dia enggak tahu tujuan hidupnya setelah S2 mau ke mana enggak tahu kerja itu sama enggak tahu enggak belum terbayang, emang nanti kalau apa orang tua punya duit ya mungkin saya S3, saya dalam hati nanti S3 abal-abal masih mending petinggi partai yang kemarin yang S3 dia punya kerjaan, perusahaan loh macam-macam bisa menggerakkan sektor reel gitu karena dia punya perusahaan tambang, ini orang ini malah enggak jelas lagi ini," paparnya.
"100 tahun yang lalu, satu abad yang lalu Indonesia tuh dipenuhi anak muda yang punya pemikiran untuk memerdekakan negerinya, lah ini memerdekakan hidupnya aja enggak jelas gitu loh artinya ya kita bisa melihat nasib bangsa kita mungkin ya kalau masih utuh aja masih mending gitu kalau terpecah belah ya malah kacau," pungkasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar