Topswara.com -- Ibaratkan sendal jepit, jika tidak ada sebelah akan dicari-cari sampai ketemu, jika tidak maka langkah kaki terasa terseret-seret. Kaki akan mantap melangkah bila sendal jepit itu sepasang dan tidak tertukar dan tidak terbalik-balik.
Terkadang sendal yang kanan di depan, sendal yang kiri memposisikan diri dengan percaya diri berada di belakang begitupun sebaliknya demi menjaga irama dan keharmonian langkah.
Terkadang jika memungkinkan kedua sendal itupun harus melompat secara bersamaan, keduanya akan melompat untuk berada di atas rata-rata demi sebuah harap.
Begitupun kita dalam mendidik, harus sepasang, Ayah dan bunda.
Banyak anak yang dididik hanya sebelah misalnya ibunya saja atau ayahnya saja karena banyak faktor, mungkin karena ayah atau ibunya yang meninggal atau karena perceraian, single parent. Kondisi ini memang tidak ideal namun jika bisa menjadi penguat jiwa anak akan terbawa menjadi kuat dan kokoh, jika diratapi keadaannya maka kondisi ini akan melemahkan jiwa.
Tidak sedikit anak yang dilahirkan yatim menjadi ulama besar semisal imam Syafi'i karena sang ibu mampu menjadikan realitas itu untuk menguatkan pendidikan Syafi'i kecil. Tidak sedikit juga anak-anak yang sukses hanya diasuh dan dibesarkan seorang ibu. Namun tidak sedikit pula anak-anak terlantar akibat dari realitas seperti ini.
Juga yang lebih prihatin adalah anak-anak yang berada di dalam keluarga yang sepasang, dimana ayah bundanya bersamanya. Namun seringkali kita melihat dalam pengasuhan dan pendidikan serasa single, ada sepasang tapi tidak bisa seirama melangkah selalu ingin berbeda arah.
Ayah yang merasa sudah capek seharian menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada ibu, giliran anak-anak tiba-tiba bermasalah ayah menyalahkan ibu. Ibu yang enggak mau terima disalahkan karena tidak ada peran ayah ikut tersulut emosinya bahwa mendidik anak bukan tanggung jawab sebelah tetapi tanggung jawab sepasang, ikut menyalahkan kesibukan sang ayah.
Apa yang membuat sepasang sendal tadi tak bisa seirama melangkah ? Bisa jadi karena tidak tahu tujuan atau tujuannya tidak sama. Punya anak hendak dibawa kemana? Visi dan misi punya anak tidak tergambar.
Bisa jadi sendal yang satu kemana dan yang satunya lagi kemana belum ketemu cara mengkomunikasikan bagaimana mengurusi anak dengan baik, walau sudah ada dalam benak masing-masing tapi tidak pernah diungkapkan satu sama lain akhirnya saling cuek keburu anak berkejaran dengan lingkungan merampas fithrahnya akhirnya rusak.
Bisa jadi sendalnya terbalik, kalau kejadiannya seperti ini saya hanya bisa katakan mungkin karena salah paham.
Kebutuhan anak itu tidaklah sebelah tetapi anak butuh kedua orang tuanya. Mungkin untuk kebutuhan jasmani semisal makan dan minum bisa jadi dapat dipenuhi oleh ibu saja atau ayah saja, namun untuk kebutuhan naluriah semisal naluri kasih sayang anak membutuhkan curahan kasih sayang yang berlimpah dari ayah bundanya agar anak tidak mendapatkan problem kasih sayang ini hingga dia dewasa.
Maka kenapa Rasulullah saw suka mencium Fatimah sebelum tidurnya disamping memang Rasul Saw. mencium bau surga disisi Fatimah juga pemenuhan rasa kasih sayang yang mendalam dari sang ayah untuk anak perempuan.
Begitupun kebutuhan pengalaman beragama semasa usia dini, anak butuh didampingi ke mesjid bersama ayah, butuh disimak hafalan Al-Qur'an nya, butuh diajarkan tsaqafah Islam sebagai pengalaman belajar yang kelak dia kenang hingga dewasa bahkan selalu menjadi perbincangan hangat sesama anak-anak.
Ibu yang paling ambisi untuk menjadikan anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih shalihah tentu tidak akan melewatkan hari-harinya membersamai ananda, saling menguatkan dengan ayah dalam mencapai setiap target demi target yang hendak dicapai. Jika menjelang usia 13 th anak sudah harus menjadi hafidz/ah ayah dan ibu saling berlomba menyukseskan anaknya meraih semua itu....[]
Oleh: Ustazah Yanti Tanjung
Pakar Parenting Islam
0 Komentar