Topswara.com -- Belum habis antusiasme masyarakat selepas euforia pelantikan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia terpilih masa bakti 2024 - 2029 dan Kabinet Merah Putih (KMP) yang mengundang beragam komentar.
Prabowo Subianto kembali menyita perhatian masyarakat dengan menyelaksanakan Retreat KMP di Lembah Tidar, Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.
Kegiatan yang digelar pada tanggal 24 hingga 27 Oktober 2024 ini memantik beragam tanya seputar esensi Retreat Kabinet atau pembekalan bagi para menteri sebelum memulai masa baktinya.
Retreat pejabat tak ayal dianggap sebagai gimmick semata karena lebih cocok disebut sebagai ajang healing pejabat yang menonjolkan kemewahan.
Lembah Tidar disulap tak ubahnya bak wisata Glamping (glamor camping) yang menyediakan 120 tenda mewah sekelas hotel bintang. Tentu saja hal ini memancing berbagai komentar miring, karena dianggap mencederai hati nurani rakyat yang sedang mengalami krisis ekonomi.
Acara yang dibiayai oleh dana pribadi Presiden Prabowo Subianto sendiri ini digadang-gadang memiliki banyak manfaat, di antaranya untuk meningkatkan kerja sama tim, mengembangkan strategi dan inovasi, membangun komitmen terhadap visi misi dan tentunya mengurangi stres dan burn out (kondisi stres kronis) dikalangan pejabat.
Sehingga diharapkan outputnya para menteri akan siap mengemban tugas negara untuk masa bakti lima tahun ke depan.
Pada hakikatnya rakyat sangat butuh seorang pemimpin yang disiplin dan sinergi, namun itu saja tidaklah cukup. Perlu ada sosok pejabat publik yang memiliki visi misi yang inovatif yang mampu membawa perubahan dan solusi bagi setiap permasalahan hidup, seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, kesehatan, pendidikan, keamanan, kesejahteraan rakyat dan segudang permasalahan lainnya.
Kenyataannya, sistem pemerintahan demokrasi yang bergandengan dengan sistem ekonomi kapitalisme sekularisme saat ini sangat sulit mendapatkan sosok pemimpin yang mampu mengutamakan kepentingan rakyat.
Bahkan sebaliknya, demokrasi jutru melahirkan pejabat publik yang memuluskan kepentingan kapitalis/korporasi melalui berbagai kebijakan dan regulasinya.
Demokrasi yang terdiri dari dua kata yaitu Demos (rakyat) dan Cratos (kedulatan) yang artinya kedulatan di tangan rakyat. Hal ini memiliki makna bahwa asas pokok demokrasi adalah adanya andil rakyat dalam pemerintahan baik untuk menyampaikan aspirasi ataupun untuk memilih calon pemimpinnya.
Namun yang terjadi saat ini adalah adanya pemimpin yang anti kritik yang ketika dikoreksi dan diberi solusi syariat Islam, malah distigma negatif, dipersekusi, bahkan dibungkam dengan dalih tidak menghormati pemimpin dan cinta tanah air.
Dalam sistem kapitalisme sekularisme, segala sesuatu yang ada di muka bumi ini boleh dimiliki oleh individu selama dia memiliki uang. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidakadilan yang pada akhirnya si kaya akan semakin kaya dan si miskin akan semakin miskin.
Tidak adanya standar regulasi yang jelas menyebabkan jurang kesenjangan sosial pun semakin dalam. Bukannya sibuk mengurusi kebutuhan rakyat, praktik-praktik memperkaya diri, memanfaatkan suara rakyat hanya ketika ingin mendapat simpati, berperilaku korup, dan mengkhianati amanat dan tanggung jawabnya justru kerap terjadi.
Hal ini sangat bertolak belakang ketika aturan Islam dilaksanakan. Prinsip dasar dalam memilih seorang pejabat publik adalah syariat Islam. Seorang pejabat dipilih karena memiliki integritas dan kapabilitas yang tinggi, jauh dari konflik kepentingan.
Tugas pokok seorang pemimpin dalam Islam adalah sebagai raain (pengayom) dan junah (pelindung) bagi rakyatnya.
Seorang pejabat haruslah memiliki pola sikap dan pola pikir yang sesuai dengan aqidah Islam. Sehingga apa pun yang menjadi keputusannya sudah barang tentu akan selalu sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT.
Karena dalam Islam, setiap aturan yang diterapkan baik dalam tatanan individu maupun negara adalah aturan Allah SWT, yang sifatnya mengikat semua pihak, baik pejabat, aparat maupun rakyat.
Sebagaimana yang termaktub dalam QS. an-nisa ayat 59 : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Dengan diterapkannya aturan Allah SWT akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat tidak hanya di Indonesia tetapi untuk seluruh dunia. Keadilan hukum Islam yang bersumber dari Allah SWT dan kesejahteraan yang bersumber dari penerapan sistem politik ekonomi Islam yang mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat.
Penerapan aturan Allah SWT akan menjadikan kehidupan sejahtera dan terwujud rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu 'alam bissawab.
Oleh: Vini Setiyawati
Aktivis Muslimah
0 Komentar