Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PPN Merangkak Naik, Ekonomi Rakyat Makin Tercekik?

Topswara.com -- Kondisi perkonomian di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, menyusul PHK besar-besaran yang memicu menurunnya daya beli masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan ditetapkannya rencana kenaikan tarif PPN yang semula 11 persen. 

Tarif PPN akan tetap dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025 sesuai rencana. Akibat kondisi global yang tidak pasti untuk menjaga kesehatan APBN.

keputusan menaikkan tarif PPN itu sebenarnya tidak masalah jika kondisi ekonomi sedang normal, kondusif, dan produktif. Ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sarman Simanjorang. Masalahnya, belakangan ini, kondisi ekonomi sedang tidak menentu. (Kompas 14/11/24)

Meskipun tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara, langkah ini memunculkan pertanyaan besar terkait apakah kebijakan ini dapat menggerakkan ekonomi secara berkelanjutan, atau justru menjadi beban tambahan bagi masyarakat dan dunia usaha? Meskipun tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara. (antaranews 16/11/24)

Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun depan memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan pengusaha. 

Namun pelaku usaha meminta pemerintah menunda kebijakan tersebut. Pengusaha khawatir kenaikan PPN akan memicu lonjakan harga barang dan semakin menekan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah kebawah. 

Tentu saja penerima yang dimaksud adalah dari sektor pajak. Kenaikan tarif PPN ini diklaim sebagai cara untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembiayaan pembangunan dan mengurangi ketergantungan pada utang. 

Namun faktanya justru kebijakan ini akan makin membebani rakyat. Ketika PPN naik otomatis harga kebutuhan yang lain akan ikut naik pula. Dan tentunya akan banyak rakyat yang makin miskin, ketimpangan sosial akan lebih banyak terjadi. 

Tapi menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) standar hidup layak di Indonesia per kapita per tahun meningkat menjadi Rp12,34 juta atau sekitar Rp1,02 juta per bulan. (CNN Indonesia 18/11/24).

Apakah angka tersebut sudah merepresentasikan keadaan perekonomian yang sesungguhnya, atau hanya permainan angka yang tujuannya untuk menutupi keadaan masyarakat yang sebenarnya, yang mencerminkan tutup matanya pemerintah terhadap penderitaan rakyat, khususnya kalangan menengah kebawah.

Kemudian jika kenaikan PPN dimaksudkan untuk pembangunan kenyataannya pembiayaan yang dimaksud bukan untuk kesejahteraan rakyat. Tapi untuk kepentingan para pemilik modal. 

Proyek-proyek strategis nasional yang justru dengan berjalannya proyek tersebut menambah derita rakyat dengan terampasnya ruang hidup, lapangan pekerjaan, polusi, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya.

Semua itu akibat dari kebijakan-kebijakan yang saat ini diambil justru menguntungkan para kapitalis, penguasa dalam hal ini hanya menjadi fasilitator untuk melancarkan kepentingan para oligarki tersebut. 

Karna dalam sistem pemerintahan kapitalis ada politik transaksional dan politik balas Budi yang meniscayakan pemerintah tunduk pada keinginan kaum kapitalis. 

Akhirnya persekongkolan ini hanya akan menjadikan rakyat tumbal. Situasi ini adalah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. 

Islam memiliki sistem ekonomi yang mewajibkan negara menjadi ra’in yaitu pengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. Dan junnah sebagai penjaga atau perisai yang tugasnya untuk menjamin kesejahteraan rakyat. 

Karna penguasa dalam Islam menyadari beratnya pertanggungjawaban dihadapan Allah atas kekuasaan yang dipikulnya. 

Maka pantaslah Khalifah Umar memikul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada rakyat yang kelaparan pada saat beliau berkuasa. Karna Umar menyadari beratnya pertanggungjawabannya kelak dihadapan Allah. 

Dalam Islam, pendidikan, kesehatan dan keamanan menjadi tanggung jawab negara. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut negara memiliki dana yang disimpan di baitul mal. Yang diperoleh dari sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negara. 

Seperti dari sektor pertambangan : emas, perak, nikel, tembaga juga dari sektor lain seperti perikanan, kehutanan dan lain sebagainya. Semuanya itu dikelola secara mandiri oleh negara. Dan dalam Islam haram hukumnya menyerahkan pengelolaan terhadap SDA tersebut kepada asing. 

Sumber pendapatan lain baitul mal yaitu dari infaq, sodaqoh dan zakat. Adapun dari sektor pajak hanya diambil apabila ada kebutuhan yang urgent yang ketika dana di baitul mal tidak mencukupi. Dan pajak tersebut hanya diberlakukan kepada orang kaya saja dan sifatnya tidak tetap. 

Maka haya Islamlah satu-satunya agama yang mengatur kehidupan dengan sempurna sehingga apabila diterapkan akan membawa keberkahan untuk umat.

Wallahualam bishawab.


Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar