Topswara.com -- Usai melakukan pemeriksaan dan menetapkan 11 tersangka kasus judi online dari anggota internal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Polda Metro Jaya kembali amankan dua tersangka baru terkait kasus tersebut.
Lokasi penyelidikan bertempat di daerah Bekasi, Jawa Barat, yang diduga merupakan kantor tempat tersangka pegawai Komdigi bekerja. Salah satu tersangka mengungkapkan pada kepolisian bahwa mereka pegawai Kemkomdigi mempekerjakan 8 orang operator untuk mengurus sekitar 1000 situs judi online selama 12 jam, sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB dengan upah sebesar Rp 5.000.000 setiap bulannya (Kompas, 01/11/2024).
Salah satu fokus Kementerian Komunikasi dan Digital adalah memberantas judi online dengan memblokir situs-situsnya, menindaklanjuti pelanggarannya, hingga memotong rantainya secara permanen dan tuntas.
Hal ini menjadi polemik tersendiri di Indonesia, bagaimana bisa kementerian yang seharusnya menjadi wadah perlindungan bagi masyarakat, justru terjerumus ke dalam hal-hal terlarang yang sudah diatur sesuai hukum.
Judi Online
Praktik judi online termasuk dalam kategori kejahatan terorganisir yang terkendali lintas negara. Maknanya, perjudian ini bukan sekedar aktivitas transaksi biasa, melainkan telah membentuk sistem bisnis yang melibatkan banyak elemen aktif, mulai dari bandar, fasilitator, influencer, hingga pemain.
Di Indonesia sendiri, judol berstatus ilegal dan merupakan bentuk pelanggaran undang-undang. Hal ini tercantum dalam UU ITE Pasal 27 Ayat 2 No. 11 Tahun 2008, UU No. 19 Tahun 2016 Pasal 45 Ayat 2, dan KUHP Pasal 303 bis Ayat 1. Meski begitu, operasinya tetap berjalan lancar dan semakin meningkat setiap tahunnya.
Data dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menyatakan bahwa kecenderungan masyarakat terhadap judi online diperkirakan meningkat di tahun 2024. Prediksi ini dibuktikan dengan adanya kenaikan jumlah perputaran transaksi judol ; Rp 57,91 triliun pada 2021, Rp 104,42 triliun pada 2022, Rp 327,05 triliun pada 2023, dan Rp 283 triliun pada semester kedua tahun 2024.
Lantas, mengapa judol masih marak meskipun statusnya terlarang? Pertama, lemahnya pertahanan individu dan kontrol masyarakat. Berpartisipasinya seseorang dalam permainan judi online dipengaruhi oleh berbagai latar belakang. Mulai dari kondisi finansial yang sulit, keinginan untuk mencoba, pengaruh lingkungan dan pergaulan, dan lain sebagainya.
Pemicu awal ini pada akhirnya mengantarkan pada normalisasi hingga kecanduan. Kedua, stereotip dan standar kebahagiaan. Bagi para pemain, judi online adalah suatu hal yang menyenangkan. Pasalnya, alur judi online yang ringkas seringkali memberikan kompensasi yang menjanjikan bagi si pemenang taruhan.
Hal ini membuat orang yang kalah juga makin penasaran akan gilirannya. Menang ketagihan, kalah penasaran. Begitu kiranya judi online membentuk iklim candu yang tak berkesudahan. Ketiga, keterbukaan akses dan lemahnya penegakan sanksi.
Meskipun telah dilakukan upaya pemberantasan dengan memblokir sekian situs, judi online tetap saja eksis bahkan semakin menjalar. Akses informasi dan konten melalui internet masih terbuka lebar tanpa adanya seleksi yang ketat. Selain itu, tindak pidana terhadap kasus judi online juga terkategori belum maksimal.
Hal ini terungkap dari keterbatasan anggaran untuk penyelidikan, kualitas dan jumlah personel polri yang belum sepenuhnya memadai, serta kurangnya pemahaman penyidik terhadap teknologi informasi dalam mengungkap partisipan judi online.
Faktor-faktor di atas berkaitan erat dengan diterapkannya sistem Kapitalisme di tengah masyarakat. Lemahnya kontrol individu dan lingkungan, standar kebahagiaan, serta lemahnya sanksi dan kontrol media tentu tidak akan terjadi tanpa adanya andil kapitalisme yang tertuang dalam konstitusi pada hari ini.
Sistem kapitalisme merupakan sumber permasalahan dari hampir seluruh aspek kehidupan. Dengan asas sekulernya yang memisahkan agama dari perkara hidup manusia secara umum, tolak ukur perbuatannya yang berdasarkan manfaat, serta slogan kebebasan yang dijunjung tinggi, secara tidak sadar telah menjerumuskan umat kepada kemunduran berpikir.
Para pemilik kekuasaan dan harta dapat dengan mudah memperbanyak kekayaan mereka, sedangkan rakyat menengah ke bawah, memenuhi kebutuhan pokok saja masih harus berjuang mati-matian.
Perspektif Islam
Penyelesaian masalah judi online memerlukan upaya konkret dan menyeluruh, mengingat seluruh faktor penyebabnya bersifat sistemik dan saling berkaitan satu sama lain. Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki pandangan dan solusi mendasar dalam menangani seluruh kasus pelanggaran hukum, termasuk judi online.
Dalam tata hukum Islam, perjudian apapun bentuknya adalah haram di mata Allah Swt. Melalui pemahaman dasar ini, akan terbentuk iklim berpikir cemerlang yang menumbuhkan kesadaran dan kehati-hatian pada diri masyarakat.
Dimulai dari edukasi berbasis akidah, Islam akan menanamkan pola pikir keimanan yang kokoh pada setiap individu sedari kecil. Benteng ketakwaan ini akan melindungi mereka dari hawa nafsu dan segala perkara yang Allah larang pelaksanaannya. Sedarurat apapun kondisi keuangan, Islam mengajarkan umatnya untuk tetap mencari rezeki dengan cara yang diperbolehkan.
Selain itu, kontrol masyarakat juga berjalan dengan baik melalui konsep amar makruf nahi mungkar. Terakhir, pengaturan sanksi sekaligus kebijakan digital oleh negara dilakukan dengan kesungguhan yang maksimal. Negara akan membatasi akses informasi yang masuk ke dalam masyarakatnya.
Akses informasi, media, dan manajemen hiburan, semuanya akan diatur dengan baik oleh pemerintah. Sanksi dalam Islam pun bersifat preventif dan menimbulkan efek jera bagi si pelaku. Judi sendiri adalah perilaku jarimah (kejahatan) yang jenis sanksi/uqubatnya belum disebutkan secara spesifik dalam Al-Quran.
Maka dari itu, hukuman bagi pelaku judi adalah hukuman ta’zir, yakni hukuman yang ketentuannya ditetapkan oleh khalifah berdasarkan pertimbangan yang matang dan sesuai, contohnya seperti hukum cambuk, penjara, maupun pengasingan.
Dengan diterapkannya aturan Islam di seluruh lini kehidupan manusia, polemik krusial seperti judi online akan dapat terselesaikan secara tuntas dengan upaya yang maksimal. Hal ini disebabkan aturan Islam adalah aturan yang ditetapkan oleh Allah sebagai pencipta manusia.
Dia-lah satu-satunya Zat yang mengerti seluk-beluk kekurangan dan kelebihan manusia. Namun, penerapan aturan ini tidak akan mampu terwujud tanpa adanya sebuah institusi negara sebagai payung yang menaungi penerapan hukum tersebut. Institusi negara ini tak lain dan tak bukan adalah Daulah Islamiah, Al-Khilafah Ar-Rasyiidah ‘ala Minhajin Nubuwwah.
Wallahua’lam bisshawwab.
Oleh: Janitra A.
Aktivis Muslimah
0 Komentar