Topswara.com -- Tampak seorang guru hanya diam menatap anak didiknya yang sedang berkelahi. Di tempat lain, ada guru yang cuek-cuek saja saat murid-muridnya bikin kenakalan di kelas. Ada pula guru yang terlihat santai ketika memergoki muridnya kedapatan menonton video porno. Alih-alih menegur, para guru tersebut bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Kejadian di atas merupakan konten di medsos. Bukan hanya satu dua, tetapi ada cukup banyak konten semacam itu di medsos. Netizen melihatnya sebagai bentuk ungkapan hati para guru yang merasa serba salah dalam mengajar.
Guru bingung menghadapi ulah murid-murid sekarang. Mau menegur, tetapi takut dilaporkan ke polisi. Diam saja melihat kenakalan murid-murid, tentu akan tidak baik bagi mereka di masa depan. Mau jadi apa mereka bila hal-hal buruk dianggap normal?
Sungguh miris! Hari-hari ini kita melihat banyak guru, sang pahlawan tanpa tanda jasa yang justru diperkarakan gara-gara menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Inilah yang dialami Supriyani, guru dari Konawe Selatan yang didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap siswanya.
Kasus ini menyita perhatian publik. Supriyani dilaporkan oleh salah seorang wali muridnya, Wibowo hasyim, yang berstatus polisi dengan pangkat ajun inspektur dua ke Polsek Baito. Wibowo menuduh Supriyani telah memukul paha anaknya dengan sapu ijuk sehingga meninggalkan luka pada 24 April lalu.
Tuduhan ini dibantah Supriyani dan para guru di SD Negeri 4 Baito tempatnya mengajar. Supriyani merupakan salah satu di antara sekian banyak guru yang mengalami kriminalisasi. (bbc.com, 1/11/2024)
Lemahnya Perlindungan untuk Guru
Memang tidak bisa dinafikan bahwa ada guru yang melebihi batas dalam mendidik muridnya seperti melakukan kekerasan, tetapi banyak guru yang mendapatkan perlakuan buruk karena profesi mereka. Alih-alih didukung sebagai pendidik generasi bangsa, para guru kini merasa was-was dalam menjalankan tugasnya. Banyak guru yang akhirnya takut ketika hendak mendisiplinkan murid-muridnya.
Adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 1554 K/PID/2013 yang menyatakan bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindak pendisiplinan terhadap muridnya ternyata tidak mampu melindungi guru dari kriminalisasi.
Seharusnya putusan ini bisa menjadi rujukan bagi para penegak hukum untuk mengambil tindakan yang tepat sehingga tidak merugikan guru yang memang lurus menjalankan tugasnya. Namun, negara gagal menjamin perlindungan bagi para guru.
Di sisi lain, ada UU Perlindungan Anak yang ‘dimanfaatkan’ untuk memperkarakan para guru. UU ini kerap kali menjerat guru saat melakukan tindakan pendisplinan siswa. Tindakan pendisiplinan yang dilakukan guru malah dianggap kekerasan terhadap anak.
Dari sini terlihat betapa peraturan-peraturan yang dikeluarkan dalam sistem sekularisme saat ini justru menimbulkan pertentangan dan konflik. Alih-alih menjamin keselamatan, yang ada malah membuat guru mengalami kriminalisasi.
Guru makin rentan menghadapi kriminalisasi ketika tidak ada kesamaan pandangan terkait makna dan tujuan pendidikan. Beda pemahaman terkait pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, dan negara menimbulkan gesekan. Ketika cara mendidik guru dianggap tidak sesuai dengan pandangan orang tua, akan dianggap tindakan kriminal sehingga harus berhadapan dengan hukum.
Dalam sistem sekularisme ini, guru sering kali dihinakan. Penghargaan terhadap guru juga sangat kurang. Bukan hanya masalah gaji yang kecil dan sulitnya kesejahteraan, tetapi juga profesinya yang sering dipandang sebelah mata.
Sering kali kita melihat guru yang mendapat perlakuan kasar dari muridnya sendiri. Bukannya menghormati dan patuh terhadap guru, murid nakal tersebut malah membangkang sambil mengucapkan kata-kata yang tidak pantas.
Islam Memuliakan Guru
Hal ini berbeda jauh dalam Islam. Profesi guru dipandang sebagai sesuatu yang mulia. Keilmuannya sangat dihormati. Memuliakan guru, sang pemilik ilmu merupakan sebuah adab yang sangat diutamakan dalam Islam.
Bukan hanya dari murid dan orang tua, tetapi penghormatan juga diberikan oleh negara. Kesejahteraan guru sangat diperhatikan oleh negara. Sebagai contoh pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid, guru mendapat gaji tahunan rata-rata sebanyak 2 ribu dinar. Bila harga emas murni per gramnya adalah Rp1.500.000 dan berat 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas, maka gaji guru bisa mencapai Rp12,75 miliar.
Guru juga mendapatkan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok sebagaimana rakyat lainnya. Dengan begitu, guru tidak perlu mencari tambahan di luar dan bisa fokus mengajar. Terlebih lagi, landasan keimanan menjadi motivasi guru mengajarkan ilmunya adalah untuk mencari rida Allah taala.
Negara juga memberi dukungan dengan berbagai fasilitas seperti pendidikan, pelatihan, sarana dan prasarana penunjang lainnya yang dapat meningkatkan kualitas guru. Guru sangat penting karena ialah yang mencetak generasi penerus. Generasi yang berkualitas tergantung pada gurunya. Karena itulah, bila ingin generasi menjadi unggul, maka gurunya harus dijadikan unggul dahulu.
Penerapan Islam secara menyeluruh akan menciptakan suasana yang penuh dengan ketakwaan. Setiap orang saling berakhlak baik. Tidak akan ada siswa yang kurang ajar terhadap guru. Tidak pula orang tua siswa bisa seenaknya memperlakukan guru karena merasa tidak terima anaknya ditegur atau dinasihati.
Guru hanya bisa mulia dan dimuliakan ketika berada dalam sistem yang mulia, yakni Islam. Sudah terbukti bagaimana Islam memuliakan para guru. Islam akan menjamin kesejahteraan dan perlindungan untuk para guru dengan level yang terbaik. Bukan hanya guru, tetapi semua manusia akan mendapat kemuliaan saat Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar