Topswara.com -- Korupsi masih saja marak di negeri ini. Penanganan lamban dan tidak pernah tuntas, mirisnya lagi adanya tebang piling penegakkan hukum. Contohnya, kasus jet dan korupsi impor gula.
Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjadi tersangka kasus korupsi importasi gula. Dia dan satu tersangka lainnya, yakni Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, berinisial CS ditengarai merugikan negara Rp 400 miliar. (cnbcindonesia.com, 3/11/2024)
Berbeda hal dengan kasus jet yang digunakan anak presiden. KPK memutuskan bahwa fasilitas pesawat jet pribadi yang digunakan Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat, bukan termasuk gratifikasi. (kompas.com, 3/11/2024)
Padahal sudah jelas pada Pasal 12B Ayat 1 UU Tipikor menyebutkan bahwa gratifikasi tidak mesti dalam bentuk barang, tetapi juga dalam bentuk fasilitas atau jasa.
Pengusutan kasus jet pribadi ini penuh dengan intervensi penguasa sehingga berpengaruh pada keputusan KPK yang membebaskan Kaesang. Pasal buatan manusia yang digunakan untuk mengatur kehidupan dengan mudahnya di akali bahkan tidak mempan pada pemegang kekuasaan.
Kekuasaan tanpa melibatkan peran agama didalamnya akan membawa kerusakan. Pada sistem sekuler kapitalisme agama hanya di aplikasikan dalam urusan pribadi yaitu aqidah, akhlak dan ibadah. Sedangkan urusan publik yaitu sistem politik tidak di atur agama.
Akibatnya, manusia saat menjalankan kekuasaan tanpa kontrol agama akan merasa bebas berkuasa, merasa berwenang untuk berbuat semaunya demi mempertahankan kekuasaannya, termasuk melakukan tindakan korupsi.
Penegakan hukum pun bisa di atur dan tebang pilih tergantung kepentingan. Rezim yang berkuasa akan aman dari jerat hukum walau korup. Sedangkan lawan politik akan dijegal agar terkena jerat hukum.
Inilah sistem sekularisme kapitalisme, kekuasaan tidak tunduk pada hukum tapi malah mempermainkan hukum. Jika kita masih menggunakan sistem tersebut, kasus korupsi tidak akan pernah tuntas.
Berbeda halnya dalam sistem Islam slam, menganggap korupsi adalah perbuatan haram dan berdosa.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud).
Gratifikasi termasuk harta ghulul. Rasulullah saw. bersabda, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad).
Islam menyelesaikan korupsi secara nyata dan menutup peluang terjadinya korupsi. Sistem Islam membentuk aqidah rakyat melalui sistem pendidikan, halqoh, serta membuat konten edukasi di media masa dan media sosial. Sehingga rakyat memiliki kontrol diri terhadap kehidupan yang membentuk individu taat syariat dan menjauhkan diri dari maksiat.
Sistem Islam juga memiliki kriteria khusus dalam menentukan pemimpin dan pegawai negara sesuai syariat. Salah satunya adalah hanya orang yang adil yang bisa menjalankan kepemimpinan.
Harta kekayaan para pejabat dalam sistem Islam akan dikontrol. Dengan membandingkan antara sebelum dan sesudah menjabat. Jika terdapat kenaikan jumlah harta yang tidak wajar maka akan dimintai mempertanggungjawabkan asal harta tersebut. Jika tidak mampu mempertanggungjawabkan asal hartanya, hartanya akan disita dan dimasukkan ke baitulmal.
Hukum dalam sistem Islam bersifat tegas dan tidak bisa dipermainkan. Korupsi akan ditindak tuntas tanpa tebang pilih. Siapapun yang terbukti korupsi akan dijatuhi hukuman sesuai dengan tingkatannya, tidak mendang masih keluarga penguasa atau bukan.
Hukuman tertinggi pada koruptor adalah hukuman mati. Sedangkan hukuman lain bisa berupa penjara, pengasingan, atau denda. Setiap hukuman itu akan memberi efek jera pada pelaku dan sebagai penebus dosanya di akhirat.
Demikianlah sistem Islam mengatur mekanisme hukum untuk memberantas korupsi.
Puput Weni
Aktivis Muslimah
0 Komentar