Topswara.com -- Berbagai macam persoalan yang saat ini dihadapi oleh negara-negara di dunia. Salah satu hal yang masih menjadi permasalahan besar adalah persoalan kemiskinan yang hingga kini masih mendera. Ada begitu banyak fakta yang bisa memastikan betapa besarnya kemiskinan dan kesenjangan yang ada di masyarakat.
Banyaknya individu ataupun keluarga yang hidup dengan penghasilan yang sangat rendah, ditambah lagi berita tentang kelaparan akibat kekurangan akses makanan serta sulitnya mendapatkan tempat tinggal. Sebagaimana setiap tahunnya, pada tanggal 17 Oktober, masyarakat dunia kembali diajak bersama-sama memperingati hari pengentasan kemiskinan Internasional.
Seolah hanya kembali menegaskan betapa kondisi masyarakat global saat ini jauh dari kata sejahtera. Berbagai gagasan serta harapan untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan selalu ditunjukkan namun belum mampu menunjukkan perubahan yang berarti.
Kenyataan ini juga selalu memaksa hampir semua negara untuk membuat langkah-langkah baru dalam hal pengentasan kemiskinan. Tidak terkecuali untuk negara-negara muslim, sekalipun telah didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah.
Di Indonesia misalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2024 mengalami pertumbuhan sebesar 5,05 persen. Naik dari total PDB per kapita Indonesia pada 2023.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan bahwa pemerintah akan memperhatikan faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi agar target pertumbuhan sebesar 5,2 persen dapat tercapai pada semester II-2024.
Sekalipun dinilai telah mencapai pertumbuhan ekonomi namun faktanya mayoritas kondisi masyarakat masih tetap berada dalam jurang kemiskinan. Kemiskinan yang bersifat ekstrem tidaklah hanya menjadi masalah dalam perekonomian suatu negara, akan tetapi berdampak secara signifikan pada banyak ranah kehidupan masyarakatnya.
Dimana orang-orang akan lebih berisiko untuk mengalami persoalan kehidupan yang lain. Seperti dalam masalah kesehatan, pendidikan, meningkatnya angka kriminalitas serta pengangguran.
Terlebih lagi jika tingkat kesejahteraan ditetapkan secara kolektif dengan mengacu pada pendapatan per kapita, hal ini hanya menjadi ukuran yang bersifat semu dan tidak mampu menggambarkan kesejahteraan yang nyata di masyarakat.
Kondisi kemiskinan secara global ini tentu tidak terjadi begitu saja, bukan semata karena akibat konflik global, perubahan iklim atau karena resesi global pasca pandemi covid-19. Ada begitu banyak faktor yang bisa menyebabkan kemiskinan dalam lingkup negara.
Namun sesungguhnya kondisi ini diakibatkan oleh sistem politik serta ekonomi yang dianut oleh negara-negara tersebut. Jika diamati lebih jauh, tentu kita dapat melihat bahwa penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang dianut oleh pemerintah negara di berbagai belahan dunia saat ini selalu mengeluarkan kebijakan yang meniscayakan kemiskinan secara struktural.
Di Indonesia, kita bisa melihat kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam, dimanah pemerintah memberikan kebebasan kepada para pengusaha untuk dapat mengeksploitasi sumber daya alam. Pemerintah hanya bertindak sebagai pengatur yang menghubungkan antara para pemilik modal dan masyarakat.
Pemerintah juga dengan mudahnya memberikan akses kepada pihak asing untuk mengambil alih lapangan pekerjaan yang membuat masyarakat dalam negara kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Ditambah lagi setelah isu resesi global kembali muncul dan bank-bank sentral akhirnya menaikkan suku bunga untuk bisa meredam inflasi besar yang dihadapi negara adidaya, Amerika Serikat.
Hal itu mengakibatkan kebanyakan negara berkembang juga mengalami inflasi yang signifikan. Sekalipun pemerintah berdalih bahwa adanya program bantuan sosial serta pemberian subsidi akan membantu mengentaskan kemiskinan di masyarakat.
Namun berbagai bantuan itu tidaklah sebanding dengan jumlah masyarakat yang membutuhkan, selain itu sering kali bantuan itu tidak terdistribusikan dengan merata. Berbagai kebijakan yang lain terbukti semakin menambah penderitaan masyarakat seperti kebijakan pajak, biaya kesehatan dan pendidikan yang semakin mahal serta adanya pencabutan berbagai bentuk subsidi.
Berbeda dengan apa yang ada di dalam sistem Islam. Dengan sistem politik Islam, termasuk di dalamnya menjalankan sistem ekonomi Islam yang dengan penerapannya, negara akan menjamin kesejahteraan tiap individu dari rakyatnya.
Di dalam Islam, pemimpin negara akan berfungsi sebagai raa’in atau pengurus yang akan memberikan dan menjamin pemenuhan kebutuhan mendasar semua rakyat. Tanpa membeda-bedakan setiap kalangan masyarakat.
Di dalam Islam, negara akan menetapkan ukuran tingkat kesejahteraan berdasarkan kondisi tiap individu bukan lagi dari pendapatan per kapita negara karena angka ini tidak bisa menggambarkan realitas kesejahteraan rakyat per individu.
Dengan sistem Islam, persoalan kemiskinan akan diselesaikan dengan berbagai aturan yang sesuai syariat. Seperti halnya dalam pemenuhan kebutuhan mendasar dari masyarakat.
Negara akan menjaminnya dengan mewajibkan kepada laki-laki untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Jika tidak mampu, maka akan diambil alih oleh kerabatnya yang lain.
Jika keluarga juga tak mampu, negara akan mengambil alih tanggung jawab tersebut. Selain itu masyarakat yang berkecukupan akan didorong untuk selalu membantu masyarakat yang serba kekurangan.
Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, negara akan menjadikannya sebagai kepemilikan umum dan mengembalikan sepenuhnya untuk pengurusan rakyat. Bagi pihak swasta dilarang mengambilnya. Begitu pun pengaturan kekayaan negara yang lain seperti tanah, dimanah negara akan mengatur agar tanah yang diberikan kepada rakyat dapat dikelola dengan baik.
Ditambah dengan berbagai kebijakan umum yang memastikan rakyat dapat mendapatkan penghidupan yang layak.
Berbagai kebijakan tadi tidak akan kita dapatkan dalam sistem kapitalisme dan hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan sistem Islam dengan sempurna.
Di saat banyak kalangan yang menganggap bahwa umat muslim identik dengan keterbelakangan sehingga dekat dengan kemiskinan. Justru seharusnya mulai menyadari bahwa kondisi itu terjadi dikarenakan umat muslim meninggalkan aturan agamanya. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan. (Q.S. Al-A’raf: 96)
Sehingga solusi satu-satunya dari permasalahan kemiskinan global yang ada hari ini tidak lain adalah kembali kepada sistem Islam sebagai satu-satunya sistem yang akan menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Wallahu a’lam.
Oleh: Asriyanti. S.Si
Aktivis Muslimah
0 Komentar