Topswara.com -- Meski Islam menjadikan pria sebagai "qawam" bagi istrinya, tidak berarti suami identik dengan raja, dan isterinya menjadi rakyat. Suami menjadi majikan, dan istrinya menjadi pembantu, bahkan budak. Tidak. Bukan begitu makna "qawam".
"Qawam" itu adalah sandaran. Suami adalah sandaran hati istri. Maka, suami harus siap menampung keluh kesahnya. Jadilah pendengar yang baik bagi istrimu.
"Qawam" itu artinya, suami membimbing dan menuntun istrinya. Memenuhi apa yang menjadi nafkahnya. Makanan, pakaian dan tempat tinggalnya. Dengan bekerja di luar rumah mencari nafkah.
Istri adalah ibu dan pengurus rumah. Meski capek bekerja, ketika melihat istri membutuhkan bantuan, tanpa diminta, suami akan membantunya. Begitu juga sebaliknya.
Hal-hal kecil, seperti mencuci piring, bejana, menjahit baju, mencuci pakaian kotor juga dilakukan Nabi. Begitu juga membuat minuman, Nabi membuat sendiri. Kalau di rumah tidak ada makanan, dengan segera Nabi berpuasa. Kalau ada makanan, dan masakannya kurang pas pun, Nabi tidak mengeluh apalagi mencaci.
Itulah cara Nabi menjaga perasaan istri. Cara Nabi menjadi sahabat bagi istrinya, dan cara Nabi menjadi "qawam".
Nabi di rumah juga bergurau dengan istrinya. Membuat istrinya tersenyum dan tertawa. Kadang Nabi merayu dan menggoda mereka. Meski tidak berarti di rumah mulianya tidak pernah ada masalah.
Suatu ketika Aisyah ada masalah dengan Nabi, Nabi ajukan beberapa nama menjadi penegah, Aisyah menolak, hingga disetujuilah Abu Bakar, ayahnya sebagai penegah. Saat tahu masalahnya, Abu Bakar marah, putri dipukul hingga hidungnya berdarah. Saat itu, Nabi dengan penuh kasih sayang mengusap hidung Aisyah yang berdarah, membersihkannya dengan air dan kain. Usapan yang penuh kasih sayang dan cinta.
Nabi menjadi suami terbaik bagi isterinya, baik saat monogami 25 tahun dengan Khadijah, maupun poligami 10 tahun dengan 9 istrinya.
Kata Nabi, "lelaki terbaik, adalah lelaki yang paling baik kepada isterinya. Dan akulah lelaki yang paling baik kepada istriku." Maka, wasiat khutbah wada' pun ditujukan kepada lelaki agar berbuat baik kepada isterinya.
Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A.
Khadim Ma'had Syaraful Haramain
0 Komentar