Topswara.com -- Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan berita tentang peternak susu sapi yang membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Sebanyak 500 liter susu ludes diberikan kepada warga sekitar lokasi.
Sekitar 30 peternak dan pengepul susu dari berbagai kecamatan di Kabupaten Boyolali mendatangi Kantor Dinas Peternakan untuk mengadukan permasalahan yang dialami. Mereka juga meminta izin untuk membuang stok susu yang tidak bisa dikirimkan ke pabrik atau industri pengolahan susu (IPS).
Salah seorang peternak dan pengepul susu sekaligus Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KSPM) Seruni, Boyolali, Sugianto menjelaskan koperasinya masuk di NSP Pasuruan, Jawa Timur yang memasok susu untuk salah satu IPS di Jakarta. Ia menduga pembatasan penerimaan pasokan susu lantaran ada kebijakan impor susu yang diambil oleh pemerintah, Kementerian Perdagangan (tempo.co, 8/11/2024).
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono dalam dialog dengan Pengurus KUD Mojosongo dan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Mojosongo, Boyolali, pada Kamis (14/11/2024), mendorong agar warga memiliki pabrik pengolahan susu sendiri.
Hal tersebut merupakan solusi agar peristiwa pembuangan tidak terulang. Ia berharap koperasi peternak sapi perah di Boyolali dapat memberikan kontribusi dalam pemenuhan produksi susu nasional. Pihaknya optimistis koperasi peternak sapi perah dapat bersaing dengan pabrik susu yang sudah ada (kompas.com, 15/11/2024).
Impor seringkali menjadi permasalahan baru sebab berdampak pada pertumbuhan ekonomi pengusaha kecil. Akankah pengusaha kecil bertahan di tengah derasnya impor? Dan apakah solusi yang diberikan sudah tepat?
Impor Bukan Solusi
Alasan suatu negara mengapa mengambil impor sebagai jalan satu-satunya karena tidak bisa atau belum mampu memproduksi barang yang dibutuhkan. Penyebab lainnya karena sumber daya alam yang sedikit.
Selain itu tidak mampu produksi sendiri sebab biaya pembuatannya mahal. Melalui impor dapat menjalin kerja sama dengan negara lain. Perekonomian dapat berkembang dan saling menguntungkan.
Namun demikian, bukan berarti dengan impor akan menjadi mudah. Sebaliknya akan ada yang dirugikan terutama pedagang lokal. Tak sedikit yang mengeluh akibat kebijakan impor, dagangan mereka tidak laku bahkan gulung tikar. Alhasil pengusaha besar/asing lebih banyak diuntungkan ketimbang pedagang lokal. Hal ini sama dengan yang dialami peternak sapi.
Kebijakan impor diduga menjadi penyebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri Pengolahan susu sapi. Ditambah ada penyebab lain seperti mutu dan kualitas susu yang diinginkan menjadikan kondisi peternak merugi.
Jika di Indonesia, sapi diberi makan rumput, belum lagi perawatan sapi yang minim serta tak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, termasuk fasilitas kesehatan sapi maka kualitas sapi akan mempengaruhi kualitas susu dan jumlah susu yang dihasilkan.
Wajar, jika industri pengolah susu lebih memilih susu dari luar yang berkualitas dan murah. Padahal kebijakan impor akan berdampak pada pedagang kecil. Sebab pengusaha besar lebih diuntungkan. Disinilah letak permasalahannya. Pemerintah menjadi tidak adil, nasib para peternak lebih banyak dirugikan.
Mirisnya, solusi yang diberikan justru mendorong pendirian industri pengolahan susu sendiri dengan alasan kontribusi dalam pemenuhan susu nasional. Apalagi untuk mendukung program pemerintah menyukseskan makanan bergizi.
Membaca solusi yang diberikan pemerintah ini seolah benar namun sejatinya bukanlah solusi tepat. Inti masalahnya adalah meningkatnya impor yang berpengaruh pada penjualan susu lokal.
Maka hendaknya pemerintah menyetop impor susu agar peternak susu lebih difokuskan dan diberdayakan. Supaya hasil susu dan kualitasnya bisa didapatkan. Bukankah pendirian pabrik susu sendiri akan menambah biaya, dan lebih dari itu tetap kalah saing dengan produk luar?
Apalagi impor susu bebas pajak dan bea. Ini akan mematikan sumber daya lokal namun semakin memperkokoh pengimpor di bidang pangan. Maka sejatinya solusi yang diberikan bersifat sementara saja bukan solusi tuntas menyelesaikan masalah peternak susu itu sendiri.
Semua ini akibat dari penerapan sistem sekularisme kapitalis yang mementingkan materi alias keuntungan sepihak. Pemerintah hanya berorientasi pada keuntungan bukan pada kemandirian sistem ekonominya.
Negara seharusnya melindungi nasib peternak susu melalui kebijakan yang berpihak pada peternak. Baik dalam menjaga mutu maupun menampung hasil susu dan lainnya.
Kebijakan impor diduga ada keterlibatan para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu. Karenanya inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem ekonomi Kapitalisme, sebab berpihak pada para pengusaha ditengah penderitaan rakyat.
Mandiri dengan Syariat Islam
Susu merupakan masalah pangan yang sangat diperlukan manusia sebab didalamnya terkandung gizi yang melimpah. Maka untuk mengelolanya juga butuh keberadaan peternak. Sebab tak ada peternak pun tak ada susu.
Namun masalahnya hari ini pengolahan susu dalam negeri menjadi tidak seimbang oleh karena negara juga mengimpor susu. Jika begini, lalu akan dikemanakan susu dalam negeri padahal juga butuh diolah kembali. Maka untuk mengolahnya diperlukan dukungan dari negara dan negara wajib memenuhi kebutuhan para peternak susu.
Dalam Islam, mengurus rakyatnya merupakan tanggungjawab penguasa. Negara harus memprioritaskan peternak susu dalam negeri sendiri tidak bergantung pada peternak asing. Sebagaimana hadis Rasul SAW, "Imam/khalifah laksana penggembala (ra'in) dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka khalifah akan menjamin kemaslahatan bagi seluruh rakyatnya. Ketika susu impor mempengaruhi pendistribusian susu lokal maka khalifah wajib menghentikannya. Kebijakan impor dilakukan jika stok susu dalam negeri mengalami defisit. Jika berlebih bisa dilakukan ekspor ke luar negeri.
Maka khalifah harus memastikan kebutuhan susu dalam negerinya. Untuk itu khalifah wajib memberdayakan peternakan sapi dan memberi fasilitas yang dibutuhkan peternak dan sapi agar menghasilkan kualitas susu yang bagus dan melimpah.
Dengan begitu akan mampu memenuhi kebutuhan gizi dalam negeri sendiri yang pengelolaannya ditangani khalifah. Semua itu hanya dapat dilakukan dengan penerapan Islam secara kaffah. Sebab merupakan masalah pangan yang tak mampu dihindari dan selalu dikonsumsi umat.
Melalui mekanisme sesuai aturan Islam akan terbentuk negara yang mandiri, tidak bergantung pada negara luar. Terlebih akan mencegah merebaknya orang-orang yang berpikir mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat. Saatnya aturan Islam menjadi solusi terbaik untuk mewujudkan kemaslahatan umat. []
Oleh: Punky Purboyowati
(Pegiat Komunitas Pena)
0 Komentar