Topswara.com -- Penyelenggaraan Pilkada 2024 tinggal menghitung hari, lagi-lagi partisipasi dari kalangan pemuda dan Gen Z dalam kontestasi pesta demokrasi menjadi sorotan. Bagaimana tidak, jumlah pemilih terbanyak dalam pemilu Februari lalu yakni Gen Z dan millennial.
Meski perilaku buta politik kerap disematkan pada Gen Z. Namun, generasi berusia di bawah 26 tahun yang berpotensi menjadi kelompok pemilih kedua terbesar setelah generasi milenial sebagaimana saat Pemilu 2024 lalu. Hal itu merujuk pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu sebanyak 204.807.222 pemilih. (Antara News, 7/11/24)
Di sisi lain, ada harapan yang mengarah pada kaum muda dari kalangan Gen Z khususnya mahasiswa agar bisa menjadi agen perubahan demokrasi di tengah diskursus fenomena kemunduran demokrasi (democratic backsliding).
Potensi Gen Z yang cenderung memiliki kesadaran sosial yang tinggi, nilai-nilai progresif dan inklusif, dan keterampilan teknologi menjadikannya bisa untuk memperkuat demokrasi dan mendorong perubahan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Duta-duta demokrasi dari kalangan pelajar dan mahasiswa pun dibentuk oleh pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mengamplifikasi wawasan politik demokrasi pada teman sejawat.
Misalnya, KPU Subang (Jawa Barat), KPU Tanjungpinang (Riau), dan KPU Pariaman (Sumatera Barat) yang telah mempersiapkan duta-duta demokrasi menjelang Pilkada bulan ini.
Belum lagi beberapa parpol juga mulai mereformasi anggotanya dengan memberi kesempatan pada Gen-Z untuk bergabung dengan pola kaderisasi dan distribusi kader. Karena bagaimanapun juga harus ada yang melanjutkan kepemimpinan yang lebih baik dari sebelumnya.
Lalu, apa benar demokrasi layak diperjuangkan? dan bisakah Gen Z menjadi agent of change di tengah-tengah umat?
Jebakan Demokrasi
Pada dasarnya kebobrokan tatanan kehidupan yang ada saat ini sudah jelas menunjukkan bahwa demokrasi tidak layak diperjuangkan. Bahkan sejak awal kemerdekaan negara hingga saat ini menunjukkan bahwa demokrasi sama sekali tidak membawa rakyatnya pada kehidupan yang aman dan sejahtera.
Yang terjadi justru sebaliknya yakni makin rumitnya problem kehidupan yang tiada henti. Seperti tingginya biaya kebutuhan hidup, kebodohan, kelaparan, pengangguran dan kriminalitas.
Hendaknya Gen Z jangan tertipu dengan janji-jani manis demokrasi, sebab semua itu hanya ilusi belaka. Gen Z harus tahu, bahwa politik demokrasi adalah politik kotor yang dijalankan oleh para elite politik hanya untuk kepentingan merebut kursi jabatan. Hal ini tentu tidak ada kaitannya dengan perbaikan hidup masyarakat. Pada faktanya, sudah sering berganti pemimpin, kondisi rakyat tetap merana sengsara.
Oleh karenanya, ketika realita kerusakan politik demokrasi yang semakin terindra oleh Gen Z hal itu bukan menunjukkan kemunduran demokrasi, tetapi menunjukkan kecacatan demokrasi yang harus segera dibuang dan ditinggalkan.
Maka tak ada cara lain untuk mensolusikannya selain menggantinya dengan sistem lain yang bisa membawa masyarakat kepada kesejahteraan dan keadilan yang paripurna. Saatnya Gen Z jadi Agen Perubahan Sesungguhnya
Sudah saatnya Gen Z sadar untuk tidak mengambil bagian menjadi penjaga eksistensi demokrasi. Karena hal itu sama dengan menjaga kepentingan para elite penguasa yang menyingkirkan kepentingan mayoritas masyarakat.
Keberadaan Gen Z yang peka dengan isu-isu sosial harusnya mampu membawa perubahan yang mendasar pada politik demokrasi di Indonesia ini menjadi politik Islam.
Karena sesungguhnya politik demokrasi ini merupakan sistem kufur sebagai pengatur umat manusia dan menjadikan kedaulatan di tangan rakyat padahal yang seharusnya mengatur umat manusia adalah penciptanya, Allah Swt.
Rasulullah Saw. juga tidak pernah mencontohkan demokrasi sebagai sistem politik yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat, karena pasti tidak akan membawa kesejahteraan. Sudah banyak fakta tentang bagaiamana hari ini para penguasa sering menghambur-hamburkan dana triliunan untuk kepentingan mereka sendiri.
Berbeda halnya dengan politik islam yang terbukti menghadirkan keadilan dan kesejahteraa di tengah-tengah umat. Semua kebutuhan umat tercukupi dengan baik dibawah pengaturan dan kepemimpinan penguasa yang menerapkan syariat islam secara menyeluruh dalam naungan khilafah. Suasana keimanan dan ketakwaan yang tinggi juga diciptakan oleh politik Islam.
Dengan demikian, Gen Z jangan lagi terjebak dengan poltik demokrasi yang semu. Jangan lagi Gen Z salah ambil posisi menjadi agen perubahan sistem politik kufur. Politik Islam lah satu-satunya yang wajib dipelajari, bukan justru politik demokrasi.
Gen Z harus bangkit dan berjuang menjadi duta-duta politik islam yang terus menyebarkan kebaikan Islam di tengah-tengah umat. Allahu Akbar!
Wallahu a’laam bi ash-shawwab.
Inas Fauziah
Pemerhati Generasi
0 Komentar