Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jaminan Sekolah Gratis, Niscaya dalam Islam

Topswara.com -- Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menargetkan tahun 2025 tidak ada lagi siswa SMP di Cianjur yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan memberikan berbagai solusi.

Kepala Bidang SMP Disdikpora Cianjur Helmi Halimudin di Cianjur Kamis, mengatakan tercatat tahun 2024 sebanyak 916 siswa SMP di Cianjur putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK sederajat. Karena faktor ekonomi orang tua, maka mereka lebih memilih bekerja daripada melanjutkan sekolah.

Dia menambahkan, bagi anak usia SMP yang putus sekolah di tahun-tahun sebelumnya dapat mengikuti kejar paket C di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di 32 kecamatan di Cianjur, sehingga tetap memiliki ijazah SMA sederajat.(antaranews.com, 31/10/2024)

Angka putus sekolah selalu menjadi hantu yang belum terselesaikan. Menurut data BPS 2023, angka putus sekolah berada pada angka 0,13 persen (SD), 1,06 persen (SMP), dan 1,38 persen (SMA). Secara persentase, angka ini semakin mengecil. 

Namun, secara hitungan angka, jumlahnya fluktuatif. Dari data itu, kita dapat mengerti bahwa setidaknya ada angka putus sekolah sebesar 31.246 orang (SD), 105.659 orang (SMP), dan 73.388 orang (SMA).

Fenomena banyaknya anak putus sekolah di negeri ini masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung terselesaikan. Data yang disampaikan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap bahwa lebih dari tiga juta anak tidak sekolah, yaitu anak di wilayah 3T, anak jalanan anak bekerja, anak disabilitas, anak korban penelantaran, anak berkonflik dengan hukum dan perkawinan anak di bawah umur ditengarai menjadi alasan ribuan anak tidak bersekolah.

Jika permasalahan tersebut tidak kunjung diselesaikan tentu akan memunculkan permasalahan baru, seperti meningkatnya kenakalan remaja, pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. 

Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya generasi penerus bangsa jika kebutuhan dasar akan pendidikan tidak terpenuhi. Solusi yang diberikan pemerintah berupa bantuan program Indonesia pintar, sekolah gratis dan lain-lain pun hingga kini belum mampu menuntaskan masalah tersebut.

Sesungguhnya, fenomena tidak bersekolah juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan sekuler hari ini. Dalam sistem kapitalisme sekuler, pendidikan dipandang sebagai objek komersil sebagaimana barang yang bisa diperjualbelikan. 

Pendidikan pun menjadi barang mahal yang hanya bisa diakses oleh orang mampu saja. Kalaupun ada sekolah negeri yang gratis, jumlahnya tidak memadai dan kualitasnya jauh di bawah sekolah swasta. Disisi lain, pemerintah makin lepas tangan terhadap pemenuhan hak-hak rakyatnya. Padahal, pendidikan berkualitas adalah kunci untuk mewujudkan negara yang maju. 

Semua itu tidak bisa dipisahkan dari paradigma kepemimpinan kapitalistik dimana negara memandang rakyat sebagai pembeli dan memposisikan penguasa sebagai pihak penjual sehingga hubungan antara keduanya sebatas untung rugi. 

Dalam hal ini, pemerintah tentunya tidak mau rugi dan ingin selalu untung. Perubahan anggaran pendidikan yang berdasarkan pada perhitungan anggaran dan bukan pada kebutuhan biaya itu sendiri menunjukkan bahwa pemerintah menganggap pendidikan sebagai beban yang dapat memperbesar defisit APBN. Selain itu, negara menyerahkan urusan pendidikan kepada sektor swasta. 

Sekolah-sekolah swasta menjamur dibarengi dengan ketersediaan fasilitas yang baik, tetapi hanya golongan menengah ke atas yang dapat merasakan pendidikan berkualitas.

Paradigma kapitalistik ini juga mempengaruhi pemerintah daerah yang enggan mengalokasikan dana APBD untuk pendidikan. Data dari Kemendikbudristek tahun 2024 menunjukkan bahwa belum banyak pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang mengalokasikan APBD mereka sebanyak 20 persen untuk pendidikan.

Pembiayaan Pendidikan dalam Islam

Dalam Islam, pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan mulai dari SD SMP, SMA hingga perguruan tinggi sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, apakah itu gaji para guru atau dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara yang disediakan secara gratis.

Rasulullah SAW bersabda akan pentingnya menuntut ilmu

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah).

Nabi Saw. bersabda dari Abu Musa,

“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. ….” (HR Bukhari).

Islam memandang ilmu bagaikan jiwa dalam manusia. Ilmu ibarat air bagi kehidupan. Pendidikan merupakan perkara sangat vital, memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari dimensi keuntungan materi. 

Oleh karenanya, negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuan. Berapa pun biayanya akan diupayakan pemenuhannya oleh negara.

Di dalam Islam, sumber pembiayaan pendidikan dapat berasal dari sejumlah pihak, yaitu dari individu warga secara mandiri, infak atau donasi atau wakaf dari umat untuk keperluan pendidikan, serta pembiayaan dengan porsi terbesar adalah dari negara.

Dengan didukung oleh penerapan sistem ekonomi Islam yang memiliki banyak mekanisme sehingga harta yang masuk ke baitul mal adalah harta yang halal dan berkah. Islam tak akan pernah membiarkan adanya celah yang memungkinkan pendanaan pendidikan dari cara yang haram. 

Islam juga menetapkan sejumlah pos pemasukan negara di baitul mal untuk memenuhi anggaran pendidikan, seperti dari pendapatan kepemilikan umum contohnya, dari pertambangan minerba dan migas. Juga dari fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak) yang sifatnya temporer dan hanya diambil dari golongan orang kaya laki-laki pada saat kas baitul mal kosong. 

Selain pembiayaan, khilafah juga menjamin keberlangsungan sistem pendidikan tersebut. Hal ini dalam bentuk jaminan dan realisasi pembangunan infrastruktur pendidikan, sarana dan prasarana, anggaran yang menyejahterakan untuk gaji pegawai dan tenaga pengajar, serta asrama dan kebutuhan hidup para pelajar, termasuk uang saku mereka.

Adapun secara administrasi, dilakukan dengan mengacu kepada prinsip, yaitu sederhana dalam aturan, kecepatan dalam pelayanan dan dilakukan oleh orang-orang yang capable. Prinsip ini jelas akan memudahkan pelaksanaan berbagai program yang telah ditetapkan dan meminimalkan terjadinya kecurangan, semisal korupsi dan sejenisnya yang biasa terjadi dari dalam sistem kapitalisme.

Dengan demikian solusi hakiki bagi jaminan pembiayaan pendidikan sejatinya adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiah. 

Alhasil, pendidikan Islam menjamin pemerataan di seluruh wilayah negara baik perkotaan maupun di pedesaan. Pendidikan gratis dan kualitasnya terjaga sehingga mampu mencetak generasi berkepribadian Islam dan membangun peradaban mulia. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar