Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ilusi Penegakan Hukum...

Topswara.com -- Maraknya kasus korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa kejahatan korupsi sudah mengakar kuat dan menjadi bagian dari budaya, seolah-olah tidak ada lembaga yang luput dari praktik ini. 

Upaya penegakan hukum seakan tidak mampu mengurangi angka korupsi, yang justru semakin hari semakin meningkat. Hal ini tercermin dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mencatat adanya 898 terdakwa kasus korupsi sepanjang tahun 2023. (Kompas 15/10/2024).

Bahkan dalam pidato pertamanya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya pemberantasan korupsi, menyebut kebocoran akibat korupsi sangat besar dan berkomitmen menekan korupsi secara signifikan. Namun, publik tetap meragukan komitmen ini, mengingat masih ada kasus besar yang belum terselesaikan, seperti kasus Gateway Kemenkumham yang tertunda hampir 10 tahun.

Di sisi lain, upaya memberantas korupsi di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks, termasuk faktor budaya yang telah terbentuk sejak lama, lemahnya birokrasi, dan sistem hukum yang tidak efektif. 

Kemajuan teknologi juga memperluas modus operandi korupsi, membuat praktik seperti pencucian uang makin sulit dilacak. Meski sudah ada banyak perangkat hukum dan lembaga antikorupsi, pemberantasan korupsi kerap terkendala hingga ke akar masalah. 

Membuat masyarakat makin pesimis akan kemungkinan Indonesia bisa bebas dari korupsi. Keadaan ini diperburuk oleh menurunnya optimisme generasi muda terhadap isu antikorupsi.

Tantangan utama lainnya adalah sistem sekuler kapitalis yang mendominasi, yang mendorong orientasi pada keuntungan materi di atas nilai-nilai moral. Pemisahan agama dari kehidupan negara membuat kontrol internal individu lemah, sehingga orientasi hidup lebih fokus pada manfaat materi ketimbang prinsip halal-haram. 

Selain itu, hubungan erat antara pemerintah dan pengusaha besar menciptakan peluang korupsi melalui lobi politik demi keuntungan bersama, mengarahkan pemerintah untuk lebih melayani kepentingan elit ekonomi daripada rakyat banyak. 

Kapitalisme juga menciptakan ketimpangan ekonomi yang besar, mendorong individu untuk mencari kekayaan secara cepat, yang sering kali berujung pada praktik korupsi. Persaingan bebas juga memunculkan budaya individualisme, mengesampingkan tanggung jawab sosial.

Di tengah sistem demokrasi berbiaya tinggi, politik transaksional menjadi subur, dengan pejabat yang tergantung pada sponsor mencari cara untuk mengembalikan dana, yang sering kali dilakukan melalui korupsi. Demokrasi sekuler yang kapitalistik hanya menghasilkan politisi berorientasi bisnis, menjadikan kebijakan diperdagangkan demi keuntungan pribadi. 

Singkatnya, korupsi di Indonesia adalah fenomena kompleks yang dihasilkan oleh sistem sekuler kapitalis yang lemah, yang memudahkan praktik korupsi menjadi budaya yang sulit diberantas. Sistem yang buruk ini juga mudah menjerumuskan orang-orang yang awalnya berintegritas untuk melakukan tindakan korupsi. 

Hal ini terjadi karena berkembangnya paham individualisme dan liberalisme di masyarakat. Dengan demikian, kerusakan sistem korupsi menjadi semakin sulit untuk diatasi. Membaeantas korupsi dengan bergantung pada system ini hannyalah sebuah ilusi.

Pemberantasan Korupsi

Korupsi adalah persoalan yang sistemis maka pemberantasannya pun harus bersifat sistemis. Sistem politik sekuler demokrasi telah nyata gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih maka sangat layak untuk kaum muslim memperjuangkan sistem politik Islam sebab Islam memiliki sejumlah mekanisme agar negara bebas dari korupsi.

Sistem Islam, seperti yang tercermin dalam konsep Khilafah, menawarkan solusi yang kuat dalam memerangi korupsi dengan mengakar pada prinsip-prinsip moral dan agama. Dalam sistem ini, halal haram menjadi pedoman yang tidak tergoyahkan, membawa kontrol yang kuat terhadap perilaku individu dan pemerintahan. 

Budaya amar makruf nahi mungkar turut menegakkan nilai-nilai syariat, menjadikannya landasan kedua dalam mencegah pelanggaran hukum syarak.

Tidak hanya itu, pilar ketiga sistem Islam melibatkan penegakan aturan Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, dari ekonomi, politik, hingga media massa. Dengan demikian, fitrah kebaikan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat dapat dijaga dan dijamin. 

Dalam peradaban Islam yang berakar pada syariat, nilai-nilai moral, materi, insaniyah, dan ruhiyah diwujudkan, menghindarkan manusia dari perilaku hedonistik yang mendorong korupsi.

Meskipun pelanggaran tetap mungkin terjadi, sistem hukum dan sanksi yang tegas dalam Islam meminimalkan kemungkinan penyimpangan. Pelaku korupsi harus siap-siap menghadapi konsekuensi berat, seperti penyitaan harta dan sanksi moral publik. 

Khalifah bertanggung jawab atas penegakan hukuman takzir, termasuk pemenjaraan, sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan.

Selain aspek hukuman, sistem Islam juga mengatur secara ketat teknis administrasi negara, termasuk perekrutan, penggajian, dan birokrasi, untuk mencegah kecurangan. Lembaga negara di bawah pemerintahan Islam berperan sebagai penjaga dan pengelola rakyat dengan konsistensi dalam menjalankan prinsip-prinsip syariat Islam.

Islam menjadikan korupsi adalah satu keharaman, dan memiliki mekanisme untuk mencegah korupsi dan kecurangan atas harta negara lainnya. Islam memiliki sistem politik yang kuat yang akan menjaga individu tetap dalam kejujuran Ketika menjalankan amanahnya. Islam juga memiliki sistem Pendidikan yang mampu mencetak SDM yang beriman dan bertakwa dan trampil

Islam juga memiliki mekanisme untuk menjamin kehidupan yang sejahtera untuk pejabat negara dan keluarganya sebagaimana negara menjamin kehidupan rakyatnya. Jaminan kesejahteraan rakyat akan menghalalangi tindak korupsi para pegawai negara. Demikian pula adanya system sanksi yang tegas akan mencegah pelanggaran aturan dan hukium syarak. 

Wallahua'lam Bishawab.


Oleh: Retno Indrawati, S.Pd.
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar