Topswara.com -- Ketahanan pangan atau food estate merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh Mantan Presiden Jokowi yang digadang-gadang Indonesia akan menjadi “lumbung pangan” nasional. Harapannya Indonesia mampu swasembada pangan.
Nyatanya proyek ini meninggalkan banyak masalah, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah tepatnya di Kabupaten Kapuas. Melalui wawancara oleh Tim Pantau Gambut bersama petani Sanal (69), pada tahun 2020 ditawari tanahnya untuk digarap sebagai lahan FE.
Di tahun 2022 ditanami dengan bibit varietas unggul bantuan dari pemerintah namun gagal panen, disebabkan banjir karena tidak memadainya pintu air saat musim hujan.
Di tahun 2023 kelompok tani kembali mencoba dengan bibit lokal yang memiliki batang tinggi untuk mencegah agar padi tidak terendam, namun hasilnya kembali gagal. Kini lahan tersebut tak ubahnya lahan yang ditinggalkan dan menjadi sasaran banjir (BBC.com, 20/10/2024).
Solusi Tidak Komprehensif
Gagalnya proyek FE di Kalteng menyisakan banyak permasalahan seperti deforestasi, mengancam ketahanan pangan lokal, potensi banjir makin luas, bencana kekeringan dan juga karhutla.
Jika rencana FE tetap digalakkan di Tanah Papua bukan tidak mungkin pemerintahan baru ini justru menambah rusaknya lahan pertanian yang bisa berimplikasi kepada hilangnya tanah rakyat setempat, ketahanan pangan tidak terwujud.
Alih-alih swasembada pangan, justru pemerintah menjadikan impor sebagai jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal.
Impor pangan, melibatkan pebisnis/swasta melalui perpanjangan tangan pemerintah. Padahal tanah di Indonesia sangat luas jika dilakukan produktifitas lahan. Dari segi kuantitas, diperluas jika dampaknya telah diperhitungkan manfaatnya untuk rakyat.
Bukan malah sekedar membuka lahan namun menggandeng pihak kontraktor/swasta dalam aktifitas pembukaan lahan. Kita juga telah melihat bahwa impor pangan justru mematikan petani lokal yang kalah saing dengan produk dari luar.
Dari kegagalan food estate, kita melihat bahwa pembangunan dalam paradigma kapitalisme, tidak benar-benar mempertimbangkan kepentingan rakyat, hanya untuk kepentingan oligarki. Maka wajar jika muncul konflik dan penolakan oleh rakyat setempat.
Proyek PSN seperti di Rempang contohnya adalah satu dari sekian banyaknya tindakan respresif penguasa dengan alibi untuk FE padahal kenyataannya terjadi perampasan lahan disana.
Ketahanan Pangan dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Islam
Jika dalam kapitalisme maka pembangunan berdasarkan orientasi hubungan antara penguasa dan pengusaha. Sehingga kita melihat segala sesuatu yang melibatkan proyek pemerintah akan selalu menggandeng pihak swasta dalam perencanaan sampai dengan eksekusinya.
Food estate sebenarnya adalah sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab penguasa untuk mewujudkan kemandirian pangan. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan primer rakyat agar badan setiap Muslim sehat dan optimal dalam menjalankan ibadah kepada Allah ta’ala.
Membangun kemandirian pangan dalam Islam adalah dengan tiga acara. Pertama, melakukan optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi adalah menyediakan segala sarana dan prasarana termasuk menyediakan teknologi terbarukan dalam rangka meningkatkan produktifitas pertanian. Adapun ekstensifikasi adalah menghidupkan tanah yang mati agar produktif.
Kedua, distribusi pangan yang merata. Dalam Islam mengharamkan praktik penimbunan, monopoli pasar dan pematokan harga. Negara yang berlandaskan Islam akan meniadakan praktik yang hanya menguntungkan para pemilik modal besar yang justru mematikan pedagang bermodal kecil.
Ketiga, penguasa harus mementingkan kebutuhan pangan dalam negeri. Tidak asal melakukan ekspor tanpa memperhitungkan kecukupan pangan dalam negeri.
Yang seharusnya dibenahi dari penguasa hari ini adalah bagaimana proyek yang dikatakan untuk kepentingan rakyat harus diubah ke dalam paradigma yang shahih. Jika selama ini proyek besar berulang kali gagal, bisa jadi ada yang salah dalam landasan dan tata kelola penguasa.
Proyek untuk rakyat bukan hanya seberapa hebat rancangannya, namun seberapa besar manfaat yang harus dirasakan langsung oleh rakyat.
Proyek yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan adalah ketika aturan dan tata kelolanya diambil dari sistem kehidupan yang benar yaitu bersumber dari aturan Allah aza wa jala.
Allah subhallahu wa ta’ala berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan” (TQS. Al A’raf[7]:96).
Wallahu ‘alam bishawab []
Oleh: Nurhayati, S.S.T.
Aktivis Muslimah
0 Komentar