Topswara.com -- Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) ke-40 pada 2024 mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” yang berpusat di Jayapura, Papua. Tema ini bertujuan menanamkan nilai perlindungan anak demi tercapainya cita-cita Indonesia yang maju. Namun, realita di lapangan memperlihatkan fakta pahit kegagalan sistem perlindungan anak, baik di tingkat nasional maupun global. (Kompas, 19/7/2024)
Standar Ganda Barat dalam Perlindungan Anak
Peringatan Hari Anak Sedunia yang diinisiasi oleh lembaga internasional di bawah naungan PBB setiap tanggal 20 November ini, justru menggambarkan standar ganda Barat terkait hak anak. PBB mengklaim berkomitmen terhadap perlindungan anak, tetapi kenyataannya, hari ini lebih dari 2 miliar anak usia 0–15 tahun di seluruh dunia menghadapi ancaman kelaparan, kemiskinan, eksploitasi, dan kekerasan tanpa perhatian nyata.(Unicef.org)
Pengkhianatan Barat terhadap anak-anak terlihat jelas dari nasib anak-anak Palestina. Jangankan mendapatkan hak-hak dasar seperti makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, atau perlindungan dari kekerasan, hak hidup mereka saja tidak terjamin.
Penjajahan Zionis Yahudi telah merampas masa kecil anak-anak Palestina, bahkan nyawa mereka. Banyak anak Palestina yang menjadi korban, bahkan sebelum mereka lahir. Realita ini membuktikan bahwa keselamatan anak-anak kalah penting dibanding agenda politik dan kepentingan ekonomi negara-negara kapitalis.
Krisis Perlindungan Anak
Masalah perlindungan anak di Indonesia masih jauh dari kata selesai. Berdasarkan laporan Kementerian PPPA, pada 2023 tercatat 16.854 anak menjadi korban kekerasan dengan 20.205 kejadian yang melibatkan kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, eksploitasi, hingga perdagangan anak. Ironisnya, pelaku kekerasan sering kali adalah orang terdekat seperti keluarga. (dataindonesia.id, 2023)
Selain menjadi korban, anak-anak juga sering terlibat sebagai pelaku tindak kejahatan akibat minimnya perlindungan. Fenomena seperti anak perempuan yang terlibat prostitusi, remaja yang melakukan tawuran hingga pembunuhan, serta kecanduan judi online yang menyeret ribuan anak di bawah umur, semakin memperburuk situasi.
Di sisi lain, masalah kemiskinan, stunting, dan rendahnya akses terhadap kesehatan dan pendidikan terus membayangi masa depan anak-anak Indonesia. Kemajuan teknologi juga membawa dampak negatif, seperti kecanduan internet, kejahatan siber, dan kekerasan seksual online, yang menjadi ancaman baru bagi anak-anak di era digital.
Akar Masalah
Kondisi buruk yang menimpa anak-anak di berbagai wilayah konflik adalah akibat dari pengkhianatan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini menempatkan kepentingan ekonomi, jabatan, dan kekuasaan negara di atas kehidupan rakyat, termasuk anak-anak. Dalam kerangka nasionalisme, perlindungan terhadap anak-anak kerap dikorbankan demi agenda negara, baik di wilayah konflik maupun negara-negara berkembang.
Di negeri-negeri Muslim, penguasa yang tunduk pada kepentingan kapitalisme global turut menjadi bagian dari pengkhianatan terhadap generasi masa depan. Ketidakmampuan mereka melindungi anak-anak adalah cerminan dari sistem sekuler yang mengabaikan nilai-nilai Islam.
Solusi Islam
Berbeda dengan kapitalisme, Islam menawarkan solusi komprehensif melalui penerapan syariat secara menyeluruh. Islam tidak hanya mengatur aspek ritual, tetapi juga mencakup pengaturan ekonomi, sosial, dan hukum yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat, termasuk perlindungan anak.
Islam memandang anak sebagai amanah Allah dan calon generasi masa depan yang harus dijaga keselamatan serta kesejahteraannya. Dalam Islam, negara memiliki peran utama dalam menjamin hak-hak anak, mulai dari hak hidup, berkembang, mendapatkan nafkah, keamanan, pendidikan, hingga penjagaan nasab.
Islam menjadikan negara sebagai ra’in (pengatur) dan junnah (pelindung) yang memastikan setiap anak mendapatkan haknya. Negara Islam memiliki sumber daya besar yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk anak-anak, tanpa diskriminasi. Sistem ini memperkuat peran keluarga, masyarakat, dan negara dalam perlindungan anak secara menyeluruh.
Islam mewajibkan negara memastikan kesejahteraan rakyat dengan mendistribusikan sumber daya alam untuk kebutuhan masyarakat. Ibu diberi keleluasaan fokus mengasuh anak tanpa tekanan ekonomi, sementara ayah wajib menafkahi keluarga. Keseimbangan ini mencegah stunting, gizi buruk, dan penelantaran anak.
Islam menekankan pengasuhan anak berdasarkan nilai moral yang tinggi. Kekerasan terhadap anak dilarang, kecuali untuk tujuan pendidikan dengan cara yang tidak menyakiti. Anak diajarkan tanggung jawab dan nilai agama sejak dini, menciptakan generasi yang tangguh dan bertakwa.
Hukum dalam Islam dirancang untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan, seperti hukuman cambuk untuk pemerkosa dan qisas bagi pembunuh. Penegakan hukum ini memastikan anak-anak terlindungi dari ancaman kejahatan yang membahayakan mereka.
Islam mengatur media dan teknologi agar tidak menjadi sarana kerusakan moral. Negara bertanggung jawab memfilter informasi yang beredar di masyarakat, memastikan konten yang dikonsumsi anak-anak bernilai positif.
Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam sistem islam menciptakan kondisi ideal untuk perlindungan anak. Selama 13 abad penerapannya, sistem ini berhasil mencetak generasi yang tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia. Hanya dengan tegaknya sistem islam, perlindungan anak yang hakiki dapat terwujud.
Khilafah adalah solusi atas kegagalan kapitalisme dan sekularisme dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak. Islam menawarkan jaminan menyeluruh yang mencakup hak hidup, kesejahteraan, pendidikan, dan keamanan bagi setiap anak, memastikan mereka tumbuh menjadi generasi yang mampu memimpin peradaban umat manusia di masa depan.
Wallahualam bi shawwab.
Oleh: Anggi Fatikha
Aktivis Muslimah
0 Komentar