Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena antara Childfree dan Kesalahan Konsep Rezeki

Topswara.com -- Childfree kini menjadi tren di kalangan anak muda. Pasalnya mereka enggan memiliki anak. Karena itu childfree diambil sebagai solusi agar tidak terbebani oleh keberadaan anak. Isu tren childfree ini makin mencuat karena beberapa faktor salah satunya masalah ekonomi. BPS mencatat fenomena childfree meningkat di wilayah urban, dengan Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. 

Tren ini semakin menguat pasca pandemi Covid-19, bahwa perempuan memilih fokus karier atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan. Faktor lain karena biaya hidup dan ketidakpastian masa depan yang membuat pasangan enggan memiliki anak. Meskipun hak pribadi, namun negara harus tetap memperhatikan dampaknya terhadap keberlanjutan generasi penerus (rri.co.id, 15/11/2024). 

Alasan ekonomi kerap menjadi pemicu keutuhan keluarga. Oleh karena biaya hidup yang semakin tinggi dan masa depan yang tak pasti. Akhirnya masalah rezeki menjadi masalah utama. Jika demikian, apakah childfree akan berdampak lebih baik bagi masa depan generasi muda?

Salah Konsep Rezeki, Fitrah Perempuan Terkikis

Fenomena childfree meningkat terutama di Indonesia yang mayoritasnya Muslim harusnya malu. Keinginan memiliki anak merupakan fitrah perempuan yang sejatinya mengandung dan melahirkan. Aneh sekali jika ada perempuan yang enggan memiliki anak. 

Lalu apakah salah jika enggan memiliki anak? Tentu harus dikaji dahulu faktanya. Masalahnya adalah bukan pada salah atau tidaknya namun ada faktor lain yang mendominasi pemikiran perempuan sehingga tidak sesuai fitrah.

Jika diteliti, penyebab munculnya childfree yaitu mulai dari ide hak reproduksi perempuan hingga biaya hidup tinggi. Secara ide, childfree lahir dari ide feminisme (kesetaraan gender) dan dari sistem kapitalisme. 

Keduanya melahirkan pola pikir liberal (bebas) yang diaruskan untuk memengaruhi pemikiran kalangan muda. Adanya kekawatiran terhadap konsep rezeki. Kesulitan hidup mendorong perempuan/istri memilih childfree sebab tak ada jaminan tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan. 

Sehingga wajar childfree menjadi pilihan hidup namun kodratnya sebagai ibu terkikis seiring dengan kekeliruan pemahaman tentang takdir, tawakal, dan rezeki. 

Apalagi memilih childfree atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). Menjadi wajar dibolehkan, perlu dihargai dan dihormati sebab tidak boleh melanggar hak asasi seseorang untuk menentukan pilihan hidup. Seseorang tidak boleh dipandang negatif sebab keputusan tersebut termasuk kebebasan individu. 

Ditambah lagi negara memberi ruang dengan dalih HAM, secara tidak langsung memilih childfree adalah sesuatu yang boleh. Namun tanpa disadari karena HAM mematikan fitrah perempuan dan fungsinya sebagai ibu. Ide ini jelas menyesatkan baik dari sisi asas maupun aplikasinya dalam kehidupan. Sebab telah menyalahi kodrat perempuan.

Sejatinya HAM hanya kedok untuk menghalalkan segala cara meraih impian hidup serba bebas. Padahal childfree tidak tepat menjadi solusi masalah perempuan. Justru memperparah nasib perempuan itu sendiri. Terlebih akan menjadi ancaman baru bagi generasi muda. Seluruh dunia akan mengalami krisis generasi jika childfree dilegalkan. 

Fakta bahwa Jepang, Korea selatan, dan China yang telah dulu mengadopsi childfree, hingga kini mereka mengalami krisis generasi. Maka letak masalahnya adalah akibat penerapan sistem kapitalisme hari ini sehingga perempuan terus menderita dan dieksploitasi. 

Pun akibat diterapkannya sistem kapitalisme, salah kaprah dalam memaknai konsep rezeki. Rezeki diartikan meraih sebanyak-banyaknya uang dan materi hingga berkecukupan. 

Padahal jika dipikir sekalipun berkecukupan namun tetap saja manusia tak akan pernah merasa puas sebab akan terus meraih impiannya ditengah mahalnya biaya hidup seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan sebagainya. Justru tidak akan mampu keluar dari masalah sebaliknya berputar pada lingkaran setan. 

Lalu, akankah konsep rezeki yang seperti itu benar-benar mampu menjamin kebutuhan hidup perempuan di masa depan? Sesungguhnya memilih childfree hanya berfikir manfaat dan kesenangan duniawi semata, tidak mempertimbangkan agama sedikitpun. Childfree tidak sesuai dengan fitrah dan tidak layak diadopsi oleh seorang Muslim. 

Islam Menjaga Fitrah dan Rezeki Perempuan

Childfree dan rezeki merupakan problem yang saling berkaitan. Hanya saja masalah ekonomi bukan satu-satunya sumber masalah yang akhirnya menghambat rezeki. Namun semua itu bermula dari sistem kapitalisme yang tak mampu menyejahterakan perempuan alhasil perempuan masih terus ditarik untuk tetap pada tuntutannya keluar rumah dan bekerja. 

Jelas ini bentuk pembodohan sekaligus pengkhianatan terhadap perempuan yang telah bekerja pada kapitalis. Oleh karena itu sistem Islam datang hendak mengeluarkan perempuan dari problemnya dan mengembalikan kodratnya sebagai perempuan. 

Sejatinya Islamlah agama satu-satunya yang memuliakan perempuan. Kodratnya sebagai perempuan dilindungi dan dijaga kehormatannya. Bahkan Islam sangat menjamin kesejahteraan perempuan dengan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan hingga benar-benar terpenuhi. 

Berbeda dengan saat ini, tak sedikit perempuan menjadi pengemis dan pengamen di jalanan bahkan melibatkan anak balitanya berjuang mencari nafkah. Sementara sistem Kapitalis pura-pura buta tak memiliki hati nurani untuk melindunginya sedikitpun pada perempuan di belahan dunia ini. 

Justru perempuan dibiarkan menderita dan menjadi tontonan sehari-hari. Disisi lain ketika perempuan bekerja di luar rumah tak jarang terjadi pelecehan dan bully-an yang tak bisa dihindari oleh karena berhadapan dengan orang-orang buruk dan sistem yang buruk ditempat kerja. 

Karena itu Islam menolak keras ide childfree sebab bertentangan dengan akidah Islam. Childfree hanya akan menggerus akidah seorang muslim yang harusnya taat pada sunnah Nabi Muhammad SAW dengan memiliki keturunan yang banyak namun justru keluar dari sunnahnya. 

Jelas jika ia seorang Muslim akan berdosa. Apalagi alasan karena masalah rezeki dan masa depan yang tak pasti sama saja dengan tidak yakinnya ia terhadap rezeki datangnya dari Allah SWT.
Dalam hadits beliau Muhammad SAW, bersabda, "Barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, ia tidak termasuk golonganku" (HR. Ibnu Majah). 

Karenanya Islam menjaga fitrah dan jiwa manusia. Memiliki anak bukanlah beban melainkan sebuah amanah yang akan menjadi ladang pahala bagi orangtuanya. Ketika suami istri tidak mampu memenuhi kebutuhan anak, Allah SWT., Maha Mengetahui dan Maha Pemberi. 

Tidak ada yang harus ditakuti sedikitpun karena Dialah yang memegang setiap jiwa dan Dialah yang memberi rezeki pada setiap jiwa. Sejak seorang anak lahir, Allah SWT menentukan jalan hidupnya, rezeki, jodoh, dan ajalnya. Islam menjamin nafkah perempuan terletak pada keluarganya seperti bapaknya, saudara laki-lakinya, anak laki-lakinya dan pamannya ketika pada situasi perempuan masih bujang atau ditinggal suaminya. Namun jika ia tak memiliki keluarga yang dapat menafkahinya maka kewajiban negara menjamin kebutuhannya. 

Maka ketika konsep rezeki dipahami dengan benar, tak akan stres atau dilema dengan kehidupan selanjutnya. Manusia hanya berencana Allah-lah yang menentukan. Manusia harus senantiasa berharap dan berprasangka baik pada Allah SWT. 

Di samping tawakkal (berserah diri) tetap harus ada sebab apapun yang terjadi nanti, ia akan ridha dengan keputusan-Nya. Sejatinya ide childfree muncul oleh karena perempuan tidak siap menjalani kehidupan saat ini dan akan datang.

Alhasil, umat perlu memahami pendidikan Islam dengan benar agar terjaga akidahnya dan menjadi akidah yang lurus sesuai dengan syariat Islam. Namun yang paling penting adalah peran negara untuk mencegah masuknya ide yang bukan berasal dari Islam sehingga jelas mana yang wajib diikuti dan yang tidak sehingga umat terlindungi akidahnya. 

Saatnya negara ini kembali pada ajaran Islam yang murni dengan menerapkan Islam kaffah agar nasib perempuan dan generasi terjamin masa depannya. []


Oleh: Punky Purboyowati
(Pegiat Komunitas Pena)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar