Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dampak Tren Childfree pada Generasi Muda

Topswara.com -- Makhluk hidup perlu berkembang biak untuk mampu melangsungkan kehidupan, hal ini adalah pengetahuan dasar yang sudah kita pelajari secara teori pada bangku sekolah. Artinya sebagai makhluk hidup sudah menjadi fitrah manusia memiliki keinginan untuk melestarikan keturunan. 

Namun berbeda dari apa yang seharusnya, trend yang muncul saat ini justru menyalahi fitrah manusia. Banyak diantaranya yang justru memilih untuk tidak memiliki anak dengan berbagai alasan. 

Anak dan keturunan tidak lagi menjadi harapan yang diidamkan, justru dianggap beban tanggung jawab yang melelahkan. Fenomena ketidakinginan memiliki keturunan inilah yang dikenal dengan istilah childfree

Fenomena childfree di Indonesia makin menarik perhatian, khususnya terkait keputusan perempuan tidak ingin memiliki anak. Berdasarkan data BPS terbaru, 8,2 persen yakni sekitar 72 ribu perempuan Indonesia dengan usia 15 hingga 49 tahun mengaku tidak ingin memiliki anak (childfree) (rri.co.id, 17/11/24). 

Berbagai alasan dikemukakan para penganut paham childfree. Kondisi kehidupan yang berat dengan ketidakjelasan masa depan dan ekonomi yang sulit menjadi salah satunya. 

Penerapan sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat dan berpihak hanya kepada pemilik modal. Para pekerja atau karyawan mereka diperas tenaganya dengan gaji seminimum mungkin namun beban kerja yang begitu berat. 

Masyarakat menjadi makin terpuruk dalam kemiskinan karena tak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bagi kepala keluarga kondisi seperti ini akan sulit untuk memberi nafkah yang layak bagi keluarganya. Kebutuhan sendiri saja sulit untuk dipenuhi bagaimana jika punya anak, maka tentu akan lebih sulit lagi bagi mereka.  

Alasan lainnya adalah bagi sebagian perempuan, melalui masa kehamilan, melahirkan, menyusui, mengasuh dan mengurus akan merampas kebebesan diri dan menghambat karir. 

Adanya ide hak reproduksi perempuan yang lahir dari feminisme, menjadikan perempuan merasa bahwa mereka memiliki hak mutlak atas tubuh mereka dan mau mereka apakan itu terserah mereka. Semua alasan ini dari pola pikir liberal yang menuhankan kebebasan. 

Pola pikir liberal yang diaruskan memengaruhi kalangan kalangan muda. Kekuatiran akan rezeki dan tidak mau repot, menjadikan anak sebagai beban. Kesulitan hidup dalam kapitalisme mendorong perempuan/istri memilih childfree, karena tidak ada jaminan.  

Jika dulu slogan banyak anak banyak rezeki sering diperdengarkan, maka sekarang hal tersebut sangat dipertentangkan. Bagaimana tidak, melihat realita akan sulitnya kehidupan sebagai akibat sistem kapitalis yang diterapkan dan disusupinya generasi saat ini oleh paham liberalisme dan sekularisme membuat mereka tak percaya konsep rezeki. 

Childfree hanya mempertimbangkan manfaat dan kesenangan, tanpa pertimbangan agama sama sekali. 

Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena childfree ini adalah turunnya populasi untuk generasi yang akan datang. Hal ini bahkan sudah terlihat di negara-negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan yang bahkan mendorong masyarakatnya untuk mau menikah dan memiliki anak dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan pemerintahnya. 

Angka kelahiran yang semakin rendah menjadi perhatian khusus karena dampaknya adalah kehilangan generasi penerus, lantas bagaimana nasib negara mereka tanpa adanya generasi pelanjut. 

Bukannya berkaca dari apa yang terjadi pada Jepang dan Korea Selatan, mirisnya negara hari ini memberi ruang paham rusak dengan dalih HAM. Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak. “Terserah mereka apakah seseorang memilih untuk memiliki anak atau tidak, itu bagian dari hak pribadi yang harus dihormati,” ujarnya dalam wawancara bersama Pro 3 RRI (rri.co.id, 15/11/24). 

Sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan yang mengusung liberalisme telah menjadikan manusia ingin hidup bebas tanpa aturan dan menjadikan materi sebagai tujuan. Wajar jika kemudian aturan buatan manusialah yang menjadi patokan. 

Hal ini tampak jelas dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan penguasa negeri ini, kental aroma feminisme dengan ide kesetaraan gendernya. 

Islam sebagai agama yang sesuai fitrah dan memuaskan akal manusia telah mengatur dengan sangat rinci tentang kehidupan manusia. Islam menjamin kesejahteraan, dan sistem Islam akan menguatkan akidah sehingga akan menolak ide childfree karena bertentangan dengan akidah Islam. 

Memiliki anak bukanlah beban melainkan amanah yang menjadi ladang pahala bagi orang tua. Orang yang menganut childfree karena takut akan masa depan, mempunyai masalah akidah yaitu tentang qada qadar, tawakal, rezeki, dan ajal, serta menyalahi fitrah. Dalam islam kita dipahamkan bahwa Allah sudah menjamin bumi dan seisinya termasuk kita sebagai manusia akan dicukupkan kebutuhannya.  

Dalam peradaban islam, perempuan dididik bahwa mereka adalah rahim kehidupan. Dari merekalah akan lahir generasi-generasi emas yang bertakwa. Setiap lelahnya ibu akan mendapat ganjaran terbaik dari sisi Allah. 

Pemahaman-pemahaman asing seperti liberal, feminisme, dan sekuler tidak akan dibiarkan untuk mempengaruhi masyarakatnya. Pendidikan Islam menjaga akidah umat tetap lurus dan menjaga pemikiran sesuai Islam. Negara juga memberikan benteng atas masuknya pemikiran yang bertentangan dengan Islam.


Oleh: Hasniah
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar