Topswara.com -- November merupakan bulan yang diperingati sebagai Hari Anak Sedunia. Tepatnya pada tanggal 20 November dunia internasional memperingati Hari Anak Sedunia.
Peringatan yang juga disebut sebgai World Children’s Day adalah seremoni yang ditujukan untuk mengangkat isu seputar urgensitas memperjuangkan hak-hak anak di seluruh dunia. UNICEF atau United Nations International Children’s Emergency Fund menjadi corong PBB yang intens menyuarakan kesadaran masyarakat dunia terhadap kesejahteraan anak.
Selain itu, melalui peringatan ini diharapkan akan lahir tindakan skala global bagi masa depan anak-anak yang lebih baik. Di tanah air, peringatan Hari Anak Sedunia turut menjadi pilihan status para netizen yang meramaikan jagat media sosial mereka.
Peringatan Hari Anak Sedunia diinisiasi oleh PBB. Pada tahun 1989 Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi Hak-hak Anak atau Convention on the Rights of the Child. Jauh sebelumnya, PBB mencetuskan Deklarasi Hak-hak Anak pada tahun 1959 dan semuanya terjadi pada tanggal yang sama yakni 20 November (detikjatim.com, 13/11/2024).
Oleh karena itu 20 November ditandai sebagai hari yang bersejarah bagi pencapaian hak anak sedunia. Diantara hak anak yang diakui dan diratifikasi oleh PBB adalah hak untuk bertahan hidup, berkembang serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.
Hak anak juga dikatakan termasuk dalam bagian hak asasi manusia sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Peringatan Hari Anak Sedunia adalah jargon semata. Peringatan ini memang membawa masyarakat dunia pada sebuah euforia ketulusan memurnikan hak-hak anak melalui konsep yang diusung oleh PBB.
Melalui PBB paradigma masyarakat diarahkan untuk mengadopsi apa disebut dengan hak anak, diantaranya hak untuk hidup dan mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Tidak dipungkiri saat ini begitu banyak penyerangan terhadap hak-hak anak yang terjadi, tidak hanya tataran lokal dan regional namun hingga skala global.
Isu soal hak anak seharusnya menjadi bahan keprihatinan dunia internasional terlebih apa yang dialami oleh anak korban peperangan. Ya, anak-anak Palestina adalah contoh yang sangat nyata.
Penyerangan secara brutal yang dilakukan oleh zionis Israel telah menimbulkan banyak penderitaan bagi rakyat Palestina. Tidak hanya korban luka, hilang bahkan puluhan ribu nyawa melayang. Dikabarkan, sejak serangan yang dilakukan Israel tahun lalu tidak kurang dari 42.000 warga Palestina tewas, lebih dari 90.000 orang terluka, diantara mereka terdapat anak-anak bahkan balita yang tidak berdosa.
Anak-anak Palestina menjalani hidup yang sangat berat tanpa ada kejelasan nasib. Mereka harus menghadapi kenyataan kehilangan orangtua serta sanak kerabatnya. Mereka dijauhkan dari kampung halamannya, bahkan mereka mengalami malnutrisi akibat asupan bahan makanan yang sulit untuk didapati, termasuk pasokan air bersih yang sangat dibutuhkan.
Sungguh pilu melihat kenyataan yang dialami anak-anak Palestina. Mereka hidup jauh dari kata layak. Anak-anak Palestina secara perlahan seolah ingin dibinasakan oleh para zionis dan sekutunya. Jangankan berbicara soal pemenuhan kebutuhan yang bersifat material sandang, pangan, papan, sekadar hak untuk hidup saja mereka harus pertaruhkan.
Anak-anak Palestina seolah dihalangi haknya untuk hidup, bahkan ketika mereka masih dalam kandungan. Zionis Israel tak memberi mereka kesempatan untuk merasakan kehidupan normal sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Semua kejahatan pasukan zionis ini tentu tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari negara kafir penjajah lainnya yakni Amerika dan sekutunya. Inilah standar ganda kaum penjajah!
Dunia internasional melalui PBB telah memainkan standar ganda.
Mereka menyerukan perlindungan atas hak-hak anak tetapi pada saat yang bersamaan mereka menodai hak-hak anak Palestina. Mereka lantang bersuara tentang perlindungan terhadap kekerasan namun mereka lah yang bertanggungjawab atas pembantaian terhadap anak-anak Palestina.
Mereka berteriak soal hak untuk hidup tetapi mengapa mereka mengambil kesempatan hidup anak-anak Palestina? Sungguh standar ganda ini telah membuka kedok negara kafir Barat penjajah. Mereka berpura-pura telah menjadi pahlawan yang melindungi hak anak, nyatanya mereka lah penjagalnya. Sangat tak layak kaum Muslimin berpangku tangan pada propaganda yang diserukan oleh negara kafir penjajah.
Para penguasa negeri Muslim seharusnya menjadi yang terdepan dalam mengembalikan hak-hak anak Palestina. Tidak hanya hak hidup tetapi juga hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan normal sebagaimana anak-anak lainnya. Tidak hanya anak-anak Palestina namun juga anak-anak di belahan dunia manapun yang sedang mengalami penindasan.
Para penguasa negeri Muslim selayaknya menyadari bahwa sekat nasionalisme telah memenjarakan iman mereka hingga tak mampu berbuat lebih kecuali pada tindakan mengecam dan mengutuk. Tak ada perlawanan secara militer yang seharusnya diberikan untuk mengusir penjajah.
Perlindungan atas hak anak serta penghidupan yang lebih baik hanya mungkin terwujud dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Syariat Islam akan memastikan keberadaan anak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari anggota masyarakat lainnya. Kebutuhan setiap individu masyarakat dijamin pemenuhannya oleh negara semata-mata karena Allah SWT telah mewajibkannya.
Terkait hal ini, penguasa memiliki tanggung jawab besar untuk mengurus rakyat, sebagaimana dalam hadis Nabi disebutkan, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Bukhari). Allahu’alam.
Oleh: Resti Yuslita, S.S.
Aktivis Muslimah
0 Komentar