Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tunjangan Rumah Wakil Rakyat Bikin Hati Rakyat Tersayat

Topswara.com -- Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu setuju
(Lirik lagu Iwan Fals)

Beredar kabar untuk anggota DPR yang baru tidak akan mendapatkan rumah dinas, sebagai gantinya akan diberikan tunjangan rumah sebesar Rp. 50 juta/ bulan. 

Dengan melihat nominalnya, sudah bisa tergambar rumah seperti apa yang harga sewa perbulannya sefantastis itu. Disaat nasib rakyatnya sedang bergelut dengan kerasnya kehidupan. Sungguh sangat timpang sekali!.

Dilansir dari kompas.com pada tanggal 11/10/2024 Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR Periode 2024-2029 merupakan bentuk pemborosan uang negara. 

Kalkulasi yang dilakukan oleh ICW dengan perkiraan tunjangan Rp 50 juta sampai dengan Rp 70 juta untuk 580 anggota DPR selama 60 bulan atau 5 tahun. Bisa terbayang uang triliunan akan habis terkuras hanya untuk memenuhi tunjangan rumah wakil rakyat.

Tunjangan tersebut juga ironis jika dibandingkan dengan realita yang dihadapi rakyat hari ini, yang masih kesulitan memiliki rumah, bahkan ada ‘beban’ iuran Tapera bagi pekerja. Makin ironis ketika keputusan anggota dewan justru membuat rakyat makin susah hidupnya.

Tunjangan rumah dinas anggota DPR menambah panjang daftar fasilitas yang dterima anggota dewan. Tunjangan ini tentu diharapkan memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.  

Namun melihat realita sebelumnya, ada banyak goresan luka yang dibuat oleh wakil rakyat ini. Anggota dewan telah melahirkan beberapa undang-undang yang merugikan rakyat. 

Terlihat pemerintah dan DPR bekerja sama untuk meng-gol-kan sebuah undang-undang dengan pembahasan yang cepat, cenderung tertutup dan segera disahkan pada dini hari. Jika meminta masukan dari publik hanya melalui rapat dengar pendapat saja yang sifatnya hanya formalitas.

Undang-undang Minerba, Undang-undang Cipta Kerja bahkan belum lama ini ada revisi undang-undang Pemilihan Kepala Daerah agar memberikan jalan untuk maju menjadi calon kepala daerah, ini sebagian kecil undang-undang yang menyengsarakan rakyat.

Apalagi, dengan adanya rumah jabatan anggota, tunjangan ini bisa menjadi satu pemborosan anggaran negara. Belum lagi persoalan lain yang muncul, seperti mempersulit pengawasan penggunaan dana. Terlebih dana ditransfer ke rekening masing-masing anggota dewan. Wajar jika ada anggapan tunjangan ini hanya memperkaya mereka.

Berbeda saat menjelang kampanye, mereka calon anggota dewan sebagai wakil rakyat berbondong-bondong memberikan janji manisnya kepada rakyat, tetapi setelah terpilih menjadi wakil rakyat mereka lupa dan seolah tidak mendengar aspirasi dan koreksi dari rakyatnya.

Bercermin dari sana, maka dengan rencana pemberian tunjangan rumah kepada wakil rakyat periode yang baru dilantik mungkinkah harapan rakyat dapat terwujud? Optimalkah kerja mereka?

Keberadaan wakil rakyat dalam sistem demokrasi sebagai perpanjangan penerapan ideologi sekularisme kapitalisme menjadikan wakil rakyat bekerja hanya demi uang, fasilitas dan tunjangan. 

Melegalkan undang-undang dapat disesuaikan dengan pesanan bahkan berujung dengan praktik jual beli hukum undang-undang. Mereka dengan mudah dapat mengadaikan aset negara bahkan akidah rakyat demi kepentingan kekuasaan.

Berbeda dengan Islam, ada Majelis Ummat, yang merupakan wakil rakyat, namun berbeda peran dan fungsi dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi. Anggota majelis ummat murni mewakili umat, atas dasar iman dan kesadaran utuh sebagai wakil rakyat yang bertugas untuk menjadi penyambung lidah rakyat. 

Majelis ummat bertugas untuk mengadopsi hukum atau undang-undang berasal dari Al-Qur'an dan hadis. Tugas mereka untuk mengurusi urusan umat dan muhasabah (kontrol dan koreksi) kepada pemerintah, hal ini menjadi landasan sebagai salah satu tugas untuk amar makruf nahi mungkar.

Kesadaran ini menjadikan mereka fokus pada fungsi yang harus diwujudkan karena merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah, dan bukan pada keistimewaan yang diberikan negara. Apalagi Islam juga memliki aturan terkait dengan harta, kepemilikan maupun pemanfaatannya. 

Oleh karena itu seluruh lapisan masyarakat, baik tataran individu, masyarakat termasuk didalamnya ada majelis ummat begitu juga pemerintah mempunyai peran yang sama untuk mewujudkan kebaikan dan keberkahan dalam melaksanakan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Maka jika wakil rakyat seperti ini dipastikan tidak akan ada hati rakyat yang tersayat.

Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Irma Legendasari 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar