Topswara.com -- Memiliki sifat ingin, seperti orang lain hakikatnya ada dalam diri manusia. Diperkuat lagi, jika gaulnya dengan teman yang selalu terdepan. Seperti apa yang menjadi idolanya para artis, influencer, YouTuber, dan para desainer kondang, semuanya mempromosikan, dan telah memiliki terlebih dahulu, sebut saja boneka labubu. Alhasil, apa yang dilihatnya menjadi latah, dan harus segera didapatkan.
Kecil tetapi mahal, itulah bentuk dari boneka labubu. Demi sebuah boneka, para penggemar nampak enjoy mengantri berjam-jam di outlet offline resmi berlokasi di Gandaria City Mall.
Boneka labubu memiliki karakter elf. Dibuat oleh seniman Belgia asal Hongkong, yaitu Kasing Lung. Telinga panjang ujungnya lancip, senyuman yang nakal, gigi tajam menonjol, serta 4-40 cm perawakannya. Boneka kecil bentuk gantungan, dipopulerkan oleh Lisa Blackpink dalam instastorynya. detikSumut.com (20/9/2024)
Dampak dari viralnya itu, dikabarkan ada sedikit kericuhan dari para pembeli. Efek dari panjangnya mengantri. Selain itu, boneka labubu, bukan hanya jadi barang mainan, tetapi menjadi barang koleksi yang bernilai investasi, para kolektor di seluruh dunia banyak mencarinya.
Meski kecil bonekanya, konon katanya harga labubu dimulai dari enam ratus ribu, hingga jutaan rupiah. Sungguh pembodohan yang hakiki, karena boneka tidak memilki nilai guna yang tinggi. Berbeda jauh dengan barang logam mulia, meski tidak diolah, tetap saja harga jualnya tinggi.
Inilah, kehidupan hedonis ala kebarat-baratan, yang menjadi gaya hidup generasi saat ini. Latah dalam pergaulan, fashion, food, dan gaya hidup bebas, seolah menjadi invasi baru yang mendominasi masyarakat Indonesia. Tanpa disadarinya akan membawa pada kemudharatan.
Latahnya masyarakat Indonesia, sejak dulu selalu terdepan jika ada barang viral. Dulu, sekitar tahun 2020 fenomena viralnya biskuit Oreo Supreme. Demi mendapat 220 gram biskuit, para kolektor mengocek harga sampai 1,5 miliar.
Belum lama ini, beberapa orang publik figur merekomendasikan boneka arwah asal Thailand. Tidak sedikit, banyak juga yang latah ingin memilikinya. Sikap ini jelas, bahwa kebahagiaan menurut mereka adalah, bahagia jika hawa nafsunya terpenuhi.
Enggak Keren, jika ketinggalan. Padahal sejatinya, sangat jauh dari perannya sebagai publik figur, yang seharusnya menjadi agen penggerak yang mempromosikan perubahan menuju masa depan bangsa.
Mengapa bisa seperti itu? Latahnya masyarakat condong kepada kemudharatan?
Fakta dari semua itu, adalah penampakan yang salah dari pembentukan negeri ini. Yaitu, hasil dari pemiikiran sistem sekularisme kapitalisme yang rusak. Sebagai dasar negara, dan akar dari segala persoalan dan kerusakan.
Gaya hidup boros, bukan saja dilakukan masyarakatnya yang hedon. Selain selebritis, para aparatur negara jauh lebih boros lagi. Seolah gak keren kalau tidak diposting di media sosial. Makanan berlapiskan emas, transportasi yang super keren.
Perbuatan tersebut justru mengarahkan pada kepribadian yang egois dan berpikir pendek. Sebab, mereka tidak mau memikirkan rakyatnya yang sekarat oleh kebijakan yang mereka buat.
Sebentar rakyat tahu, dari sebagian sumber kekayaan yang mereka miliki, sejatinya diperoleh dari hasil menjual sumber daya alam. Korupsi, sebagai jalan cepat mencari rezeki yang sudah dianggap lumrah. Pungli dalam segala aspek, sudah menjadi rahasia umum.
Semua pendapatan itu, lahir dari sistem demokrasi yang membebaskan individu untuk memiliki sebanyak mungkin harta. Sekalipun, dari sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat. Inilah salah satu kebodohan sistem saat ini, yang mana kekayaan bisa membeli segalanya. Rakyat jelata, hanya bisa menjerit dengan keadaan diambang kematian.
Tetapi, entah dari mana datangnya rezeki para selebritis ini, apakah dari lahir, yang konon katanya mereka sudah kaya? Namun yang pasti, peran nyata di dunia maya maupun nyata, mereka adalah sebagai jembatan, bagi budaya Barat untuk disebarkan kepada para penggemarnya. Maka tidak heran, masyarakat menjadi latah meniru budaya Barat.
Lantas, adakah jalan lain agar hidup seorang muslim bisa sembuh dari penyakit latah ini?
Peradaban Islam, sejatinya tidak ada istilah ketinggalan zaman. Sebaliknya, peradaban Barat justru banyak meniru dari keunggulan budaya Islam. Tidak sedikit pula para ahli sejarah, baik muslim maupun non muslim mengakuinya.
Sejarah mencatat pembuktiannya, melalui penelitian yang dalam. Pendalamannya untuk memberi informasi kepada kita, bahwa masyarakat Islam, latahnya kepada hal yang positif saja. Seolah ada magnet, manakala dalam dirinya datang sifat boros, dan berambisi untuk memiliki hal yang tidak berguna.
Islam dengan ketegasannya, menolak keras terhadap campur tangan Barat. Karena memiliki skenario jahat yang bisa membahayakan rakyat. Tetapi, setiap individu akan dididik untuk berperilaku hemat dalam pemanfaatannya.
Karena meraka yakin terhadap kalamulLah Allah Swt. Telah mengingatkan dalam firman-Nya. Yang artinya.
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu”. (TQSAt-Takatsuur: 1)
"...Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (TQS. Al Israa’:26-27).
Hawa nafsu, bisa mendorong seseorang untuk memenuhi segala macam keinginan hasratnya. Islam memiliki kunci untuk mengendalikan dorongan hasrat itu, yaitu dengan memperkuat nalurinya hanya ketaatan kepada Sang Pencipta.
Selanjutnya memahami bahwa hakikat kehidupan hanyalah untuk beribadah kepada Allah, bukan menuruti hawa nafsu.
Sikap yang harus ada yaitu, memahami skala prioritas. Islam membolehkan manusia untuk memiliki berbagai barang yang statusnya halal dan mubah, maka memiliki gadget, pakaian hingga makanan yang berada dalam skala kebutuhan adalah boleh.
Namun, jika pemenuhan kebutuhan tersebut berubah menjadi pemenuhan keinginan maka, skala prioritas akan menjadi tidak jelas.
Hingga akhirnya yang kaya memiliki karakter yang khas yaitu. Cukupkanlah keinginan hanya untuk mendapatkan ridha Allah semata, agar tak terjerumus dalam setiap barang tak berguna seperti latahnya masyarakat hari ini, terhadap boneka labubu. Sehingga tidak ada lagi, istilah terbuai latah barang murah.
Wallahu'alam bishshawwab.
Oleh: Iis Cahyati
Komunitas Ibu Peduli Generasi
0 Komentar