Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sertifikasi Halal ala Kapitalisme

Topswara.com -- Baru-baru ramai diperbincangkan soal sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama yang menunjukkan dzat yang tidak halal seperti tuyul, beer, wine, tuak. Sertifikasi halal itu didapatkan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama. 

Ketua MUI bidang fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengkonfirmasi temuan ini pada Selasa (1/10/2024). Menurut Asrorun, hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat, bahwa produk-produk tersebut memperoleh sertifikasi halal dari BPJPH melalui jalur self declare. 

"MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut, tegas Asrorun, menekankan bahwa nama-nama produk tersebut tidak sesuai dengan standar fatwa MUI". 

Terkait dengan kejadian tersebut, BPJPH Kemenag menyatakan permasalahan itu terkait penamaan produk, sedangkan produknya dipastikan kehalalannya. Tentu saja hal ini akan membuat kebingungan dan kerancuan di kalangan umat Islam. Karena bagi umat Islam terkait halal dan haram adalah perkara penting yang sangat sensitif. 

BPJPH menghimbau dan mengingatkan kembali kepada seluruh pihak tentang produk masa penahapan pertama kewajiban sertifikasi halal mulai diberlakukan, termasuk untuk PKL dengan batas waktu 17 Oktober 2024. 

Setelah itu, semua produk harus bersertifikasi halal. Khususnya untuk produk makanan dan minuman, hasil semblihan, dan jasa penyembelihan. 

Inilah model sertifikasi halal ala kapitalisme, nama dianggap tak jadi soal asal dzatnya halal. Padahal jelas itu akan mengakibatkan kerancuan dan kebingungan di kalangan umat yang tentu sangat berbahaya. 

Masalah yang lain pengurusan sertifikat halal ini berbiaya mahal dan dijadikan lahan bisnis. Negara memang menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak januari 2023, jumlah yang sedikit jika dikaitkan dengan keberadaan PKL yang berkisar 22 juta di seluruh Indonesia. Apalagi sertifikasi ini juga ada masa berlakunya, sehingga perlu sertifikasi ulang secara berkala. 

Jika seorang pengusaha makanan atau minuman ingin mengurus sertifikasi kehalalan produknya maka dia harus mengeluarkan biaya yang tinggi. Jika tidak bisa, walaupun produknya halal tetap tidak akan ada label halal. Dan tentu ini sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan produk yang dijual. 

Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat, karena peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan juga merupakan kewajiban agama. 

Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialiasasi. Hal ini erat kaitannya dengan peran negara yang hanya menjadi regulator atau fasilitator.

Cara pandang kapitalisme menjadikan urusan regulasi atau perizinan pun dikomersialisasi. Apa saja yang mendatangkan keuntungan akan dikomersialisasi tidak terkecuali soal jaminan halal. Padahal seharusnya jaminan halal ini menjadi tanggung jawab negara. 

Negaralah hendaknya yang secara aktif mengawasi setiap produk yang beredar di masyarakat dan memastikan hanya yang halal saja yang beredar. Uji kehalalan seharusnya tidak dibebankan pada rakyat melainkan termasuk fasilitas negara untuk rakyatnya. 

Sudahlah dibebankan pada rakyat, biayanya pun tidak murah. Ini sungguh cermin pengurusan negara yang tidak 'meriayah' rakyatnya secara benar.

Berbeda dengan Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah/agama. Oleh karena itu negara harus hadir dalam memberikan Jaminan halal. Apalagi kehalalan produk berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akhirat, baik secara jasmani maupun Rohani. 

Negara akan menjamin kehalalan dan kethoyyiban sebuah produk yang akan dikonsumsi manusia. Negara akan menugaskan para qodhi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, dan pabrik. 

Dalam Islam, negara memberikan layanan ini secara gratis. Khilafah juga akan mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat agar sadar halal dan mewujudkan dengan penuh kesadaran. Khilafah juga akan menjamin pembiayaan sertifikasi halal dan melayani dengan kemudahan birokrasi secara cepat dan mudah.

Semua akan terwujud jika diterapkan sistem pemerintahan Islam secara kaffah. Sistem ekonomi yang sesuai koridor syariat akan bisa memenuhi kebutuhan rakyat termasuk perkara biaya-biaya yang dibutuhkan negara untuk menjamin produk yang beredar adalah produk yang halal.

Wallahu alam Bisshawab.


Fauziyah Ali
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar