Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Produk Makanan Tidak Cukup Label Halal

Topswara.com -- Beberapa waktu lalu viral berita mengenai minuman beer, wine, tuak, bahkan ada tuyul yang mendapatkan label sertifikasi halal oleh BPJPH.

Pada akun instagram salah satu content creator, @dianwidayanti, menyuarakan bahwa adanya rhum, beer, wine, tuak, dan tuyul yang bersertifikasi halal pada halaman web Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI. Konten ini ramai dibicarakan di sosial media, bahkan menjadi bahan sorotan masyarakat muslim di negeri ini.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, yakni Mamat Salamet Burhanudin mengatakan, produk tersebut telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapat ketetapan halal sesuai makenisme yang berlaku.

Ditambah lagi Mamat menjelaskan, produk yang bersertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI telah melalui pemeriksaan dan pengujian oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), sebagian besar diantaranya oleh LPH LPPOM. Perbedaan ini hanya terkait dengan penamaan produk, bukan pada kehalalan bahan atau proses produksinya. (05/10/24, cnbcindonesia.com).

Lebih lanjut, Mamat mengatakan bahwa hal itu mencerminkan fakta adanya perbedaan pendapat para ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Perbedaan itu pun sebatas soal diperbolehkan atau tidaknya penggunaan nama-nama itu saja, tetapi tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang memang telah dipastikan halal. (05/10/24, cnbcindonesia.com).

Dengan begitu dapat disimpulkan dari pernyataan Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, bahwa sudah tidak diterapkannya ketentuan hukum untuk sertifikasi produk. 

Produk yang tidak dapat disertifikasi adalah nama produk yang mengandung nama minuman keras, mengandung nama babi dan anjing serta turunannya, mengandung nama setan, yang mengarah pada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan serta mengandung kata-kata berkonotasi erotis, vulgar dan/atau porno.

Dalam Islam dijelaskan makanan yang wajib dikonsumsi oleh manusia bukan hanya sekadar dari label halalnya saja ditemukan, tapi makanan yang yang layak dikonsumsi adalah makanan halal dan tayib (baik). 

Halal dengan cara proses pembuatannya, yang sesuai dengan standar Islam. Pun juga baik bagi tubuh, tayib atau tidak bagi kesehatan untuk diri kita. Maka dua hal ini lah yang harus diperhatikan untuk masuk kedalam tubuh kita.

Makanan yang mendapatkan sertifikasi halal saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan ruhiyah dan jasmani. Perlulah juga makanan yang baik, yakni tayib.
Sebagaimana juga Allah telah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan.” (Al-Baqarah : 168).

Makanan yang tidak sesuai dengan standar dari Allah merupakan langkah-langkah setan yang harus kita jauhi. Karena makanan yang masuk kedalam tubuh kita juga akan ada pertanggung jawabannya kelak disisi-Nya.

Diriwayatkan oleh Laits bin Abi Sulaim bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah menulis surat kepada para wali yang memimpin daerah, memerintahkan agar mereka membunuh babi dan membayar harganya dengan mengurangi pembayaran jizyah dari non muslim. Hal ini dilakukan dalam rangka melindungi umat dari mengonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan oleh Allah.

Sekarang para pengusaha mengupayakan sertifikasi bagi produk mereka hanya untuk menarik pembelian masyarakat dinegeri ini yang mayoritasnya adalah muslim. Sehingga berbagai cara dapat mereka usahakan, bahkan memungkinkan mereka melakukan semacam manipulasi dengan kehalalan produknya. 

Misalnya melakukan sertifikasi hanya untuk satu periode dan selanjutnya tidak memperpanjang, yang terpenting masyarakat sudah menganggap produknya halal. Ada juga yang mengganti bahan bakunya setelah sertifikasi selesai, dan sebagainya. (muslimahnews.net).

Dalam Islam, menjadikan halal haram sebagai tolok ukur perbuatan adalah wajib dilakukan karena dorongan iman, bukan yang lainnya. Jangan sampai kita menerapkan gaya hidup halal hanya untuk dorongan manfaat dan keuntungan materi saja. 

Seorang sahabat Rasulullah SAW, Sahl r.a berkata, “Siapa saja yang makan makanan yang haram, maka bermaksiatlah anggota tubuhnya, mau tidak mau.” Dimana maksudnya makanan haram akan cenderung mendorong seseorang untuk melakukan kemaksiatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Sa‘ad, perbaikilah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang memasukkan satu suap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima amalnya selama 40 hari.”

Mengonsumsi makanan yang haram, selain menghalangi terkabulnya doa juga bisa menyebabkan rusak dan kotornya pikiran serta hati umat manusia. Kemudian dampaknya nanti adalah munculnya kemaksiatan, kekufuran, kefasikan, dan kezaliman di negeri ini. Ini merupakan langkah-langkah setan sehingga menjauhkan kita dari ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Dalam naungan daulah islam, setiap masyarakat akan melakukan produksi, serta jual dan beli. Namun tidak ada proses yang berasal dari bahan-bahan yang diharamkan. Inilah mengapa sangat pentingnya diterapkan sistem ekonomi islam didalam negeri kita saat ini, sehingga segala kebutuhan masyarakat akan terjaga dan jauh dari keharaman yang Allah tetapkan. 

Berbeda dengan sistem sekuler kapitalis yang hanya mengharapkan keuntungan materi kepada pihak-pihak tertentu, sehingga tidak memikirkan bagaimana memperolehnya, serta bagaimana kebaikan pada tubuh setiap manusia.

Sistem islam yang menerapkan hukum islam secara kaffah menjadi solusi dalam menuntaskan permasalahan yang terjadi pada negeri kita sekarang, salah satunya adalah pada makanan yang kondisi hukumnya sudah dikhawatirkan oleh masyarakat.

Agar perintah Allah dapat diterapkan dan berjalan dengan baik, maka harus ada regulasi dari negara untuk menyediakan dan memastikan makanan yang beredar adalah halal dan tayib. Negara bertanggung jawab terhadap rakyatnya untuk mendapatkan makanan dan minuman yang halal dan tayib.

Wallahu’alam Bishawab.


Oleh: Yolanda Anjani, S.Kom. 
Aktivis Dakwah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar