Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Potret Buram Sistem Pendidikan, Sekolah Negeri Tak Punya Bangunan Sendiri

Topswara.com -- Potret suram dunia pendidikan saat ini. Sekolah negeri tidak memiliki bangunan sendiri. Para siswa belajar di luar ruangan dengan beralaskan terpal di bawah pohon rindang atau di teras kelas.

Sejak tahun 2018, siswa SMPN 60 Bandung harus menumpang di bangunan SDN 192 Ciburuy, Kecamatan Regol, Kota Bandung. Hal itu dilakukan karena SMPN 60 Bandung belum memiliki bangunan (detik.com, 28-9-2024)

Humas SMP Negeri 60 Bandung Rita Nurbaeni mengaku sudah mengajukan permohonan gedung kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung. Namun, hingga saat ini belum mengetahui pasti perkembangan permohonan permintaan tersebut. (metrotvnews.com, 28-9-2024)

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), pada tahun 2019—2024 anggaran pendidikan naik, dari Rp492,45 triliun (2019) hingga Rp581,8 triliun (2024). Namun, naiknya anggaran pendidikan dari tahun ke tahun belum bisa mengatasi masalah sarana prasarana sekolah. 

Jika dilihat dari nilai anggarannya seharusnya bisa membenahi fasilitas sekolah dan menyejahterakan guru honorer. Namun faktanya naiknya anggaran tidak sebanding dengan kenyataan dilapangan yang menunjukkan penurunan setiap tahunnya. Ini menunjukkan buruknya tata kelola dan lemahnya implementasi di lapangan.

Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan selama ini sangat wajar jika masalah pendidikan tidak kunjung usai karena menganggap bahwa pendidikan sebagai lahan bisnis. Jika mau sekolah dengan fasilitas yang lebih baik, biaya yang dikeluarkan juga lebih banyak. 

Misalkan, ada sekolah negeri dengan fasilitas unggulan dan ada sekolah negeri dengan fasilitas alakadarnya. Sehingga siswa dan orang tua akan pilih-pilih sekolah. Jika pemerintah serius mengurusi masalah pendidikan seharusnya hal ini tidak terjadi.

Selain itu, tujuan pendidikan ala kapitalis adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar. Sehingga sekolah hanya mengejar nial bagus untuk mendapat ijazah dan bekerja. Bukan membentuk manusia unggul dan beradab.

Tempat generasi penerus menimba ilmu adalah di sekolah. Sepatutnya negara menyediakan fasilitas dan layanan pendidikan yang memadai di seluruh pelosok negeri. Orang tua siswa pun tidak terbebani biaya sekolah yang mahal.

Berbeda dengan sistem Islam, memiliki tujuan pendidikan membangun peradaban yang unggul dan beradab. Sehingga negara wajib mengatur segala aspek dalam sistem pendidikan mulai dari fasilitas, kurikulum, metode pengajaran, memastikan pendidikan dapat diakses rakyat secara mudah, hingga tenaga pengajar yang kompeten dan sejahtera.  

Negara khilafah akan berupaya untuk melengkapi sarana-prasarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan pendidikan. Semua jenjang pendidikan memiliki fasilitas yang sama baiknya. Kurikulum pendidikan disusun sedemikian rupa untuk mencerdaskan generasi dengan kepribadian Islam. 

Untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan khilafah membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium dan sarana lainnya. Ini juga bertujuan untuk memudahkan para siswa untuk melakukan penelitian.

Negara juga menyediakan sarana pendidikan melalui media sosial, televisi, surat kabar dan majalah. Serta mengizinkan rakyatnya membuat konten yang mendidik dan tentunya tidak menyimpang dari ajaran Islam. Jika konten atau tulisan bertentangan dengan Islam akan diberikan sanksi.

Sistem pendidikan dalam Islam gratis untuk seluruh peserta didik. Biaya pendidikan merupakan tanggung jawab negara yang di ambil dari Baitulmal dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum).

Guru dan tenaga pengajar profesional akan diberikan gaji yang cukup. Sebagai contoh Khalifah Umar bin Khaththab ra. memberikan gaji guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar atau 63,75 gram emas. Biayanya juga di ambil dari Baitulmal.

Demikian jika sistem Islam diterapkan dalam bidang pendidikan. Sudah saatnya kita beralih ke sistem Islam agar terwujud potret suram pendidikan di negeri ini teratasi dan terwujud generasi penerus yang unggul dan beradab.


Oleh: Puput Weni R
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar