Topswara.com -- Euforia penyambutan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang resmi dilantik sebagai Presiden kedelapan dan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-14 pada Minggu (20/10/2024), terasa di seantero bumi Pertiwi ini.
Seluruh mata tertuju pada Gedung Nusantara, kompleks parlemen (MPR/DPR/DPD RI), Senayan, Jakarta, tempat terselenggaranya pelantikan tersebut. Tatapan penuh harap, akan hadirnya pemimpin baru yang akan membawa asa baru untuk memperbaiki kondisi negeri ini.
Dikutip dari liputan6.com (20/10/2024), terungkap sejumlah kebijakan yang akan diterapkan Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan, diantaranya :
Pertama, dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) satu pintu untuk memusatkan pendapatan negara dari sektor pajak, non-pajak, dan bea cukai.
Kedua, dengan meningkatkan persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia selama masa pemerintahannya dan mengembangkan swasembada pangan dan energi.
Ketiga, dengan menghapus pajak properti, hal ini diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi sektor properti dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap rumah tanpa DP.
Namun mampukah kebijakan-kebijakan ini membawa angin segar perubahan untuk negeri ini?
Bukan tanpa sebab, banyaknya polemik yang terjadi di negeri ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemimpin baru negeri ini untuk menunjukkan kapabilitasnya sebagai pemimpin yang mumpuni.
Seperti kesenjangan sosial dan ekonomi yang makin nyata; penegakan hukum dan pemberantasan korupsi masih lemah dan masih banyak lagi permasalahan yang membelit negeri ini.
Jika kita melihat catatan sejarah sejak Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka hingga saat ini, nampaknya polemik yang terjadi di negeri ini masih berkutat dalam permasalahan yang sama bahkan makin memprihatinkan.
Selama ini silih bergantinya pemimpin, bagi sebagian orang dianggap sebagai harapan baru yang akan membawa angin perubahan ke arah yang lebih baik. Orang masih beranggapan bahwa baik buruknya suatu institusi bergantung pada pemimpinnya secara individu.
Ibarat sebuah mobil yang sudah mengalami banyak kerusakan pada mesinnya, mengganti sopir sudah pasti bukan solusi untuk permasalahan tersebut. Tetapi haruslah diperbaiki mesinnya, diganti sparepartnya jika mengalami kerusakan pada sparepartnya.
Begitu pula dengan permasalahan yang terjadi pada negeri ini, mengganti pemimpin seolah menjadi solusi semu yang memberikan harapan palsu. Selama sistem yang digunakan masih sama, yaitu demokrasi kapitalisme, negeri ini tidak akan mengalami banyak perubahan.
Pasalnya sistem yang diterapkan adalah sistem yang memang sudah cacat sejak lahir, sistem yang rusak dan mengakibatkan banyak kerusakan pada sistem kehidupan.
Sistem Pemerintahan Demokrasi Kapitalisme
Dalam sistem demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat, suara rakyat adalah suara Tuhan, hingga narasi bahwa setiap kebijakan yang diambil dalam sistem ini berasal “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”.
Namun pada kenyataannya "rakyat" yang dimaksud dalam sistem kapitalisme ini adalah para pengusaha dan sudah barang tentu setiap kebijakan yang diambil tidak lain adalah untuk kepentingan kaum kapitalis (pemilik modal).
Demokrasi melahirkan liberalisme atau jaminan kebebasan, HAM (Hak Asasi Manusia) yang menjamin kebebasan individu dalam berpikir atau berpendapat, beragama, berperilaku, hingga kebebasan untuk memiliki sesuatu. Pada akhirnya kebebasan inilah yang menjadi pintu gerbang kerusakan sistem kehidupan.
Lebih parahnya, sistem demokrasi ini juga melahirkan sekulerisme yaitu dipisahkannya urusan agama dalam kehidupan. Sistem ini meniadakan andil Tuhan dalam kehidupan, termasuk dalam aspek bernegara dan bermasyarakat. Sehingga tidak ada konsep benar atau salah yang ada hanyalah asas manfaat atau kemaslahatan bagi kepentingan segelintir orang (pemilik modal).
Oleh karena itu, selama sistem demokrasi masih digunakan, kekuasaan hanya akan menjadi sarana memperkaya diri para penguasa dan pemilik modal. Rakyat hanya akan menjadi korban yang dirampas haknya dan dipalak dengan pajak yang tinggi. Angin segar perubahan hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.
Sistem Pemerintahan Islam
Hal ini jauh bertolak belakang dengan solusi yang Islam tawarkan. Islam memiliki tolak ukur dan aturan yang jelas karena berasal dari zat yang Maha Mengetahui, Maha Pengatur, yaitu Allah swt. Islam memiliki hukum syarak yang menjadi tolak ukur perbuatan manusia. Islam tidak hanya mengatur urusan ritual ibadah keagamaan individu, tetapi lebih jauh dari itu Islam adalah aturan hidup bagi seluruh umat manusia.
Dalam urusan bermasyarakat dan bernegara, Islam memiliki tiga pilar yang akan membentuk sebuah peradaban yang mulia yaitu peradaban Islam. Tiga pilar tersebut adalah Individu yang bertakwa, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan syariat Islam.
Negara merupakan pilar yang paling penting yang menentukan terciptanya pilar yang lainnya. Dengan diterapkannya sistem kehidupan yang sahih dalam tatanan negara maka akan tercipta sistem kehidupan Islam yang akan membawa kebaikan bagi seluruh makhluk di muka bumi.
Dikutip dari buku "Sistem Pemerintahan Islam" karya al-'allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Islam sebagai agama yang sahih, memiliki kriteria seorang pemimpin yang akan mampu memimpin sebuah peradaban yang agung. Islam memiliki tujuh syarat sah (syarat in’iqad) seorang pemimpin negara, di antaranya : Muslim; laki-laki; balig (telah mencapai kedewasaan); berakal; merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain); adil (bukan orang fasik/ahli maksiat); mampu (punya kapasitas untuk memimpin).
Dengan syarat in'iqad ini maka akan terpilih seorang pemimpin yang memiliki kapabilitas sebagai seorang kepala negara sekaligus seseorang yang paham terhadap agama (faqqih fiddin). Seseorang yang memiliki visi akhirat, sehingga apa pun kebijakan yang ditetapkannya akan selalu berpegang teguh pada ketetapan Allah SWT.
Tugas seorang pemimpin negara dalam Islam tidak lain adalah untuk melaksanakan syariat Islam secara kafah dalam ranah negara. Seorang pemimpin juga memiliki peran sebagai raa’in (pelayan) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya yang disumpah untuk senantiasa mentaati Allah dan Rasul-Nya dan semata-mata hanya mencari keridhoan Allah SWT.
Dengan ketiga pilar inilah, akan tercipta sebuah peradaban agung yang mampu mensejahterakan seluruh umat manusia di seluruh muka bumi. Harapan akan kehidupan yang lebih baik dan penuh keberkahan sudah pasti akan terwujud.
Namun tentu saja semua itu membutuhkan sebuah perjuangan untuk mewujudkannya. Dengan terus berusaha memahamkan umat bahwa Islam memiliki solusi nyata yang mampu mengeluarkan umat manusia dari lingkaran setan yang selama ini membelenggu, sehingga cepat atau lambat umat sendirilah yang akan meminta tegaknya syariat Islam di muka bumi.
Wallahu 'alam bissawab.
Oleh: Vini Setiyawati
Aktivis Muslimah
0 Komentar